Nur : Lanjutan 3

7.1K 369 1
                                    

setelah selesai memberitahu, Anton mengajak Nur pergi darisana, namun, Nur mengatakan, sore ini ada janji temu dengan pak Prabu, jadi jalan mereka akan berpisah disini. meski awalnya Anton curiga, namun akhirnya ia percaya dan pergi. setelah Anton pergi, Nur menatap tempat itu

ia menatap lama, gapura kecil, sama seperti yang lain, ada sesajen disana, tidak hanya itu, gapura itu di ikat dengan kain merah dan hitam, yang menandakan bahwa tempat itu sangat di larang, namun, insting rasa penasaranya sudah tidak tertahankan lagi, seperti memanggil.

jalanya menanjak dengan sulur akar dan pohon besar disana-sini, butuh perjuangan untuk naik, namun anehnya, jalan setapak ini seperti sengaja di buat untuk satu orang, sehingga jalurnya mudah untuk di telusuri, menyerupai lorong panjang dengan pemandangan alam terbuka.

Nur menyusuri tempat itu, langit sudah berwarna orange, menandakan hanya tinggal beberapa jam lagi, petang akan datang. meski tidak tahu apa yang Nur lakukan disini, namun perasaanya seolah terus menerus mendesaknya untuk melihat ujung jalan setapak ini, kemana ia membawanya.

angin berhembus kencang, dan tiap hembusanya, membawa Nur semakin jauh masuk ke dalam, ia tidak akan bisa keluar dari jalan setapak karena rimbunya semak belukar dengan duri tajam yang bisa menyayat kulit dan kakinya. namun, ia semakin curiga, semakin masuk, sesuatu ada disana

tetapi, ia harus kecewa, ketika di ujung jalan, bukan jalan lain yang ia lihat, namun, semak belukar dengan pohon besar menghadang Nur, di bawahnya di tumbuhi tanaman beluntas yang rimbun, jalan ini, tidak dapat di lewati lagi. lalu, kenapa tempat ini seolah di keramatkan.

apa yang membuat tempat ini begitu keramat bila hanya sebuah jalan satu arah seperti ini. langit sudah mulai petang, Nur bersiap akan kembali, tetapi, langkahnya terhenti saat ia merasa ada hembusan angin dari semak beluntas di depanya, ia pun, menyisir semak itu, sampai..

Nur melihat sebuah undakan batu yang di susun miring, ia tidak tahu, rupanya ia berdiri di tepi lereng bukit, meski awalnya ragu, Nur akhirnya melangkah turun, menjajak kaki dari batu ke batu sembari berpegang kuat pada sulur akar di lereng, ia sampai di bawah dengan selamat

seperti dugaanya, ada tempat tak terjamah di desa ini, manakala Nur melihat dengan jelas, sanggar atau bangunan yang lebih terlihat seperti balai sebuah desa, namun, kenapa tempat ini tidak terawat. Nur berkali-kali melihat langit, hari semakin gelap, namun, ia justru mendekat

layaknya sebuah tanah lapang dengan bangunan atap yang bergaya balai desa khas atap jawa, Nur mengamati tempat itu setengah begidik. selain kotor dan tak terurus, tidak ada apapun disini, kecuali, sisi ujung dengan banyak gamelan tua tak tersentuh sama sekali.

butuh waktu lama untuk Nur mengamati tempat ini sampai ia mengambil kesimpulan, tempat ini sengaja di tinggalkan begitu saja, kenapa? ia menyentuh alat musik kendang, mengusapnya, dan semakin yakin, tempat ini sudah sangat lama di tinggalkan.

setiap Nur menyentuh alat-alat itu, ia merasa seseorang seperti memainkanya, ada sentuhan kidung di telinganya. Nur sendirian, namun, ia merasa, ia berdiri di tengah keramaian. kegelapan, sudah menyelimuti tempat itu, langit sudah membiru, namun. Nur merasa tugasnya belum selsai

sampai, Nur tersentak oleh sebuah suara Familiar yang memanggil namanya, ketika Nur berbalik menatap sesiapa yang baru saja memanggilnya, Nur mematung melihat Ayu, berdiri dengan muka tercengang, dari belakang, muncul Bima, tidak kalah tercengang suasana menjadi sangat canggung

"yu, Bim? kok nang kene?" (yu, bim, kok kalian ada disini?) Ayu dan Bima hanya mematung, tidak menjawab pertanyaan Nur sama sekali, hal itu, membuat Nur mendekati mereka, melewatinya dan kemudian ia melihat ada sebuah gubuk di belakang bangunan ini. Nur berbalik, ia kecewa

KKN Desa PenariWhere stories live. Discover now