Widya : Lanjutan 4

13.3K 577 9
                                    

Tempat tinggal mereka yang baru tepat ada di ujung, cukup besar, dan bekas rumah keluarga yang merantau, sekaligus hal ini menjawab pertanyaan kenapa jarang di temui anak seumuran mereka di desa ini. Rupanya, kebanyakan anak-anak yang sudah akil baligh pasti pergi merantau.

Dibelakang rumah, ada watu item (Batu kali) cukup besar, dengan beberapa pohon pisang, dan di kelilingi daun tuntas. Anton awalnya tidak setuju mereka pindah, karena atmoser rumahnya yang memang tidak enak dan itu bisa terlihat dari luar, namun ini, perintah dari pak Prabu. Setelah kejadian itu, Ayu sedikit menghindari Widya. Widya paham akan hal itu, namun Wahyu sebaliknya, ia mendekati Widya dan memberi semangat agar tidak mencerna mentah-mentah pesan orang tua itu. Disini, Wahyu bercerita kejadian yang tidak ia ceritakan di malam kejadian itu.

"Wid, kancamu cah lanang iku, gak popo tah?" (Wid, temanmu yang cowok itu baik-baik saja kah?)

"maksud'e mas?"
"cah iku, ben bengi metu Wid, emboh nang ndi, trus biasane balik-balik nek isuk, opo garap proker tapi kok bengi?"
(temanmu itu, setiap larut malam keluar Wid, entah kemana, trus biasanya baru balik pagi, apa sedang mengerjakan prokernya tapi kok harus malam?)

"ra paham aku mas"
(gak ngerti aku mas)
"trus" kata Wahyu
"aku sering rungokno, cah iku ngomong dewe nang kamar"
(aku sering denger anak itu ngomong sendirian di dalam kamar)

"ra mungkin tah mas"
(gak mungkin lah mas)
"sumpah!!"
"gak iku tok, kadang, cah iku koyok ngguyu-nggyu dewe, stress palingan"
(gak cuma itu, kadang dia tertawa sendirian, gila kali anak itu)

"Bima iku religius mas, ra mungkin aneh-aneh"
(Bima itu religius, gak mungkin aneh-aneh)

"yo wes, takono Anton nek ra percoyo, bengi sak durunge aku eroh awakmu nari, Bima asline onok nang kunu, arek'e ndelok tekan cendelo, paham awakmu sak iki. gendeng cah iku"
(ya sudah, tanya Anton kalau gak percaya, malam sebelum kejadian itu, Bima sebenarnya ada di kejadian. Dia cuma lihat kamu dari jendela, paham kamu sekarang, gila itu anak)

Widya diam lama, memproses kalimat itu. Ia melihat Wahyu pergi dengan raut wajah kesal. Malam semua anak sudah berkumpul. Nur ada di kamar, dia sedang sholat. Widya di ruang tengah sendirian, sedangkan Ayu, Wahyu dan Anton ngobrol di teras rumah. Bima, ada pertemuan dengan pak Prabu. Sebelum, suara kidung terdengar lagi, suaranya dari arah pawon (dapur).

Untuk mencapai pawon, Widya melewati kamar, disana Nur sedang bersujud. Semakin lama, suaranya semakin terdengar dengan jelas. Pawon rumah ini hanya di tutup dengan tirai, saat Widya menyibak tirai, ia melihat Nur, sedang meneguk air dari kendi, lengkap dengan mukenanya.

Widya mematung diam, lama sekali, sampe Nur yang meneguk dari kendi melihatnya. Mata mereka saling memandang satu sama lain.

"Lapo Wid" (kenapa Wid?) tanya Nur.

Widya masih diam, Nur pun mendekati Widya. Sontak Widya langsung lari dan melihat isi kamar disana, tidak ada Nur.

"onok opo toh asline"
(ada apa tah sebenarnya)
tanya Nur yang sekarang di samping Widya. Ia memegang bahu Widya, Dingin. Tangan Widya masih gemetaran, sampai semua anak melihat mereka kemudian mendekatinya.

"lapo kok rame'ne"
(kenapa kok rame sekali) tegur Ayu.

"gak eroh, cah iki ket maeng di jak ngomong ra njawab-njawab"
(gak tau, anak ini di tanya daritadi gak jawab-jawab)

"lapo Wid?" Wahyu mendekati
"tanganmu kok gemeteran ngene, onok opo sih" (tanganmu kenapa gemetaran begini, ada apa sih?) tanya Anton.

KKN Desa PenariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang