[30] A Mess

39.1K 3.2K 188
                                    

“Gue udah janji buat selalu ada buat lo, jadi gue bakalan tepatin janji gue.”

Keesokan harinya, Ara tetap harus pergi ke sekolah. Namun yang Ara dapatkan hanyalah tatapan sinis dan mulut-mulut menyebalkan yang mencibirnya diam-diam atau bahkan sengaja mengeraskan suaranya untuk menyindir Ara.

“Ada ya artis yang pake sensasi buat ngangkat namanya?”

“Iya, ada juga yang sengaja ngejatohin nama temennya biar terkenal.”

Begitulah ucapan orang-orang yang Ara dengar pagi itu. Bahkan ada yang melempar Ara dengan kaleng dari minuman ringan. “Munafik banget sih lo!”

“Caper!”

“Malu-maluin nama sekolah!”

Ara membulatkan matanya kearah orang-orang itu. Sesungguhnya ia sangat ingin marah, sangat ingin melawan, tetapi Ara tau jika itu semua hanya akan memperkeruh suasana.

Lagi pula, tak akan ada yang mendengarkannya apalagi percaya dengan apapun yang ia katakan sekarang.

Ara menghela napas berat lalu duduk di kursinya. Lovita menghampirinya dengan wajah cemas. “Ra, lo nggak papa?”

Ara hanya terdiam tanpa menjawab pertanyaan Lovita.

Lovita tersenyum kearah Ara. “Gue percaya kok kalo lo nggak seburuk yang dibilang media.”

“Tapi, Ra. Menurut gue ada yang sengaja mau ngancurin lo.”

“Ada yang sengaja nyebarin gosip itu buat ngejatohin lo!” ujar Lovita penuh keyakinan.

“Lagian ya, mana ada orang yang seniat itu diem-diem ngumpulin foto waktu lo lagi berantem sama Chiko di rumah sakit? Semuanya pasti udah direncanain mateng-mateng, Ra.”

Ara berpikir sejenak. Tetapi siapa yang mengambil foto itu? Di rumah sakit saat itu hanya ada dirinya, Ravin, Chiko, Galang, dan adiknya Boni.

Lalu siapa yang diam-diam mengawasi dan mengambil foto mereka?

Berita tersebut juga terdengar ditelinga Ravin seharian. Bahkan sampai kini bel pulang sekolah sudah berbunyi pun, segerombol cewek-cewek dikelasnya terus membicarakan tentang Ara.

“Ih, Ara jahat banget ya?”

“Sok cantik banget sih jadi cewek.”

“Vin, lo kok mau-mauan sih sama cewek kayak Ara?”

“Paling lo cuma dimanfaatin sama Ara!”

Mata Ravin membulat kearah gerombolan itu. “Heh, diem nggak lo semua?”

“Perlu mulut lo satu-satu gue sumpel pake ketek beruang?”

“Upilnya Ara juga lebih cantik dari lo semua!”

Setelah itu, Ravin bergegas keluar dari kelasnya dan menghampiri kelas Ara. Sesampainya ia disana, ia menemui Ara dengan wajah datarnya keluar dari kelasnya. Ara tak terlihat seperti biasanya. Ravin mempercepat langkahnya untuk menyamakan posisinya dengan Ara. “Ara!”

“Ara!”

Gadis itu terus berjalan dan tak menoleh kearah Ravin. Sehingga Ravin terus mempercepat langkahnya.

“Ara!” Ravin menahan pergelangan tangan Ara sehingga gadis itu menoleh kearahnya.

“Hai Ara!”

“Apa?”

Ravin tersenyum. “Babang Ravin ganteng nggak?”

“Ara pasti kangen deh sama Babang Ravin. Iya, ‘kan?” tanya Ravin seraya menunjukkan senyum kudanya.

Have a Nice Dream [Completed]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ