[48] Bitter Reality

38.6K 3.3K 379
                                    

Andaikan aku memiliki mesin waktu yang dapat mengembalikanku ke masa lalu.

Keesokan harinya, Ara memakirkan vespa biru kesayangannya di koridor parkir sekolah tanpa senyuman yang terukir di bibirnya.

“Neng Ara, tumben berangkat sendirian.”

Ara tersenyum paksa kearah Pak Didi. “Iya.”

“Si Ravin apa kabar, Neng? Bapak udah lama kayaknya nggak liat.”

“Nggak liat kelakuan anehnya,” sambung Pak Didi seraya tertawa.

Ara terdiam sejenak. Memangnya dimana Ravin sekarang? Mengapa semua orang seperti sudah lama tak bertemu Ravin? Apa mungkin lelaki itu sudah pindah sekolah?

“Neng? Neng Ara!” Pak Didi melambaikan tangannya di depan wajah Ara yang tampak melamun.

Ara tersadar dari lamunannya. “Eh? Saya kurang tau, Pak.”

“Saya ke kelas ya.”

Setelah itu, Ara bergegas menuju kelasnya dengan perasaan yang tak dapat ia jelaskan.

Sedangkan di belakangnya, Chiko yang baru saja memakirkan motornya dengan cepat melepas helmnya dan menatap Ara dari belakang. “Ra!”

Gadis itu tak menoleh, sehingga Chiko turun dari motornya dan berjalan cepat untuk menyusul Ara yang langkahnya terlihat semakin cepat.

“Ra, tunggu!”

Pak Didi menggaruk kepalanya seraya menatap Ara dan Chiko.

Aih, kumaha ieu barudak?”

“Aya-aya naon.”

Chiko terus berjalan cepat untuk mengejar Ara yang tak kunjung menoleh kearahnya.

“Ara!”

Ara terus berjalan cepat sampai kini ia tengah berada di depan kelasnya. Namun dengan cepat, Chiko menahan tangan Ara sehingga gadis itu menoleh kearahnya.

“Apa sih?”

“Gue tau gue salah.”

“Gue minta maaf ya?”

Ara mengangguk malas.

“Nggak usah minta maaf.”

“Bukannya lo nggak pernah salah?”

“Bukannya gue yang nggak pernah bisa ngertiin lo?” tanya Ara ketus.

Chiko menggelengkan kepalanya. “Gue cuma emosi, Ra.”

“Nanti malem gue jemput lo ke Street Cafe ya?” tanya Chiko lembut.

“Nggak usah.”

Ara menatap Chiko malas lalu berjalan untuk memasuki ruang kelasnya. Namun lagi-lagi Chiko menahan tangannya.

“Ra, gue janji malem ini semua konsep video pasti selesai.”

“Ya?” tanya Chiko dengan menatap mata Ara intens.

Ara menghela napas berat lalu mengangguk terpaksa. Jika bukan karena project yang akan diadakan oleh Frappucino, Ara juga sangat malas untuk berhadapan dengan Chiko yang akhir-akhir ini sangat menyebalkan.

Sekarang sudah jam 7 malam. Langit yang semula berwarna biru pun sudah berganti menjadi hitam, dengan bintang-bintang yang membuatnya semakin indah.

Have a Nice Dream [Completed]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt