[50] Letting Go

51K 4.1K 1.4K
                                    

[Kalau bisa, bacanya sambil dengerin multimedia ya]

Terimakasih sudah menjadi hujan yang tak pernah lelah untuk kembali meski sudah jatuh berkali-kali.

Kini Ara tengah berada di salah satu Café yang letaknya tak terlalu jauh dari sekolahnya bersama Aron dan juga Vito—Papa Ravin.

Suasana hening sejenak, Vito tampak menghela napas berat. Matanya pun terlihat menunjukkan kesedihan mendalam yang tak ia ungkapkan.

“Boleh saya mulai bicara?” tanyanya seraya menatap Ara dalam-dalam.

Ara mengangguk pelan. “Boleh, Om.”

“Ravin dinyatakan koma sejak satu bulan yang lalu.”

Ara menatap Vito bingung. “Koma?”

Vito mengangguk lemah. “Ravin menderita penyakit jantung koroner sejak ia masih kecil.”

Ara tidak tahu apa yang harus ia katakan sekarang. Pantas saja Ravin beberapa kali tiba-tiba terlihat memegangi dadanya. Namun hebatnya, lelaki itu dapat menutupinya rapat-rapat.

Ravin memegangi dadanya dengan satu tangan seraya menutup matanya. Wajahnya tampak seperti menahan sakit sungguh-sungguh.

Ara menatap Ravin khawatir. “Vin?”

Namun Ravin tak menjawab, ia masih memegangi dadanya.

“Vin, lo nggak papa?” Ara memegang punggung tangan Ravin.

“Vin?”

Ravin membuka matanya lalu tersenyum kuda. “Jantung gue nggak kuat ngeliat bidadari secantik lo.”

“Penyakit ini adalah penyakit keturunan dari Mamanya Ravin.”

Napas Vito sudah terdengar tak karuan. “Dan ia meninggal saat melahirkan Ravin karena penyakit yang sama. Untungnya saat itu, Ravin masih dapat diselamatkan.”

“Sejak kecil, Ravin selalu menanyakan dimana keberadaan ibunya.”

“Awalnya saya ingin jujur pada Ravin tentang hal ini, tetapi mendengar penyakit yang diderita Ravin semakin lama didiagnosa semakin parah, saya tidak yakin untuk mengatakan yang sebenarnya pada Ravin.”

“Saya tidak mau ini memperburuk kondisi Ravin. Saya juga tahu jika ini akan menjadi beban moral bagi Ravin kalau saya mengatakannya.”

“Saya ingin Ravin bahagia, tetapi justru apa yang saya lakukan justru membuatnya semakin terluka.”

Rasa sesak perlahan memenuhi relung hati Ara. Jadi ini yang sebenarnya terjadi dalam hidup Ravin? Sesosok yang tampak selalu bahagia dan membuat orang lain bahagia.

“Satu tahun yang lalu, dokter memvonis jika umur Ravin tak akan lebih dari satu tahun.”

“Saya melihat kesedihan di matanya.”

“Namun sepertinya semuanya berubah sejak beberapa bulan yang lalu dia bertemu kamu.”

Ara mengangguk dengan rasa sesak yang semakin menjadi-jadi.

Vito tersenyum miris lalu menatap langit-langit Cafe.

“Tapi tak bisa dipungkiri, keadaan Ravin semakin lama semakin parah.”

Have a Nice Dream [Completed]Where stories live. Discover now