Extra Chapter

71.4K 4.2K 646
                                    

“Gue sayang sama lo. Bukan cuma hari ini, tapi sampai nanti bahkan saat kita udah nggak bisa ketemu lagi.”

Akhirnya, pentas seni SMA Melodi dilaksanakan setelah banyak sekali persiapan. Dan hari ini, Frappucino harus tampil sebagai bintang tamu di acara ini. Ara dan lainnya sudah melakukan sound checking, mereka hanya perlu menunggu sejenak untuk naik ke atas panggung.

Seorang gadis cantik datang dengan berjalan penuh semangat memasuki backstage. Tak lain tak bukan, itu adalah Natasha—pacar Chiko. Iya benar, pacar Chiko yang menelpon Chiko di Street Café waktu itu. Harusnya Ara juga berterimakasih pada Natasha, jika hari itu Natasha tidak menelpon Ara. Mungkin sekarang Ara masih terjebak di dalam suatu sandiwara yang menyebalkan.

Mungkin Ara tak akan sadar jika Chiko hanya memanfaatkan dirinya.

“Yaampun Chiko, kamu ganteng banget sih hari ini!” ujar Natasha seraya memeluk Chiko dengan sumringah.

“Semangat ya, aku yakin kamu pasti keren banget hari ini!”

Ara memutar kedua bola matanya malas lalu menatap keluar sejenak. Ara tersenyum miris, ia jadi ingat saat Frappucino sedang dalam masalah tetapi Pak Dhirga menyuruhnya untuk tampil di acara pensi ini dan mengancamnya tidak naik kelas jika Ara tak mau tampil di pensi sekolah. Ara ingat sekali tingkah menggemaskan Ravin saat ia menyarankan agar dirinya saja yang tampil bersama Ara untuk menyelamatkan Ara dari amarah Pak Dhirga.

“Kalau Ara nggak naik kelas berarti Ara jadi adik kelas saya dong, Pak? Kalau gitu saya jadi makin susah dong Pak buat dapetin hatinya Ara?”

“Bapak nggak mikirin gimana perasaan saya?”

“Gimana kalo hati saya jadi gelisah galau merana karena saya semakin jauh dengan pujaan hati saya?”

“Bagaimana, Pak?”

“Bagaimana?” tanya Ravin seraya berbicara tepat didepan wajah Pak Dhirga.

“Pokoknya ya, Pak!”

“Ara harus tetap naik kelas!”

“Ara akan tetap tampil di pentas seni sekolah tahun ini bersama Babang Ravin yang tampan ini!”

“Saya bisa main musik kok, Pak! Saya bisa berkolaborasi dengan Ara!”

Ara juga masih ingat betapa bahagianya Ravin karena akhirnya usulannya itu disetujui.

“Babang Ravin seneng banget, Ra. Karena akhirnya Babang Ravin punya kesempatan buat satu panggung sama Ara.”

“Padahal biasanya, Babang Ravin cuma bisa ngeliat Ara dari jauh. Biasanya Babang Ravin cuma jadi penonton waktu Ara lagi nyanyi.”

“Babang Ravin nggak nyangka kalo Babang bisa satu sekolah apalagi nanti satu panggung sama Ara!”

Hal yang terbesit di benak Ara justru menghadirkan kembali rasa sesak yang menyeruak di dalam dadanya. Ara menghela napas berat, harusnya ia ikhlas akan kepergian Ravin karena Ravin pasti sudah berbahagia disana.

Namun rasa rindu yang terbesit tak dapat ia  larang. Andaikan saja, Ravin masih bisa berada disini dan tampil di panggung ini bersama Ara. Atau jika tidak, setidaknya Ara masih bisa melihat wajah Ravin yang penuh tawa ketika menonton dirinya bernyanyi diatas panggung.

Have a Nice Dream [Completed]Where stories live. Discover now