[32] More Curious

39.4K 3.3K 298
                                    

Keesokan harinya, Ara kembali beraktivitas seperti biasanya. Rasanya kata-kata yang Ravin ucapkan bagaikan sihir yang dapat membuatnya seketika bangkit dari rasa sedih yang ia rasakan.

Sekarang sudah jam istirahat, Ara beranjak berjalan menuju kantin untuk membeli beberapa makanan. Namun seketika ia menabrak seseorang yang postur tubuhnya lebih tinggi dari dirinya. Ara menatap sosok itu.

Menyebalkan sekali, sosok itu adalah Chiko. Ia tersenyum sinis kearah Ara. “Udah puas ‘kan, Ra?”

Ara menghela napas berat lalu mencoba untuk kembali berjalan tanpa menghiraukan kata-kata Chiko. Benar kata Ravin, apapun yang Ara lakukan akan tetap bernilai salah bagi orang yang sudah membencinya.
Namun Chiko menghadang tubuh Ara. Ara berdecak kesal lalu menatap Chiko tajam seraya mendongakkan wajahnya. “Mau lo apa sih?”

“Minggir!”

Chiko tertawa penuh arti lalu mencengkram dagu Ara. “Mau kemana sih, cantik?”

“Lo pikir urusan kita udah selesai?”

Ara menepis kasar tangan Chiko yang mencengkram dagunya. “Ya mau lo apa?”

“Lo yang maunya apa, Ra?” sentak Chiko seraya mendorong tubuh Ara ke tembok lalu menahannya dengan kedua tangan miliknya.

“Maksud lo apa jelek-jelekin Frappucino kayak gitu?”

“Lo emang nggak punya otak ya, Ra.”

“Lo nggak mikir sekarang kondisi Boni lagi kayak gitu?” sentak Chiko seraya menajamkan tatapannya.

Ara tak menggubris perkataan Chiko, ia mencoba untuk mendorong tubuh Chiko dengan kuat. Namun usahanya tak berhasil karena Chiko kembali mendorong tubuhnya.

“Kenapa lo nggak jawab?”

“Maksud lo apa jelek-jelekin Frappucino kayak gitu?”

“Ngomong!” Chiko kembali mencengkram dagu Ara dengan kuat.

Tak lama, suasana yang terasa begitu mencekam terpecahkan ketika seseorang datang dengan membawa sepatunya ditangan lalu memutarkan tali sepatunya dengan mata yang membulat dan hidung yang kembang kempis.

Siapa lagi sosok itu jika bukan Ravin? Ravin mengelilingi tubuh Chiko dengan tetap memutar-mutarkan tali sepatunya.

“Hei!”

“Hiyak!”

“Tarik, Mang!”

“Rasakan senjata ini!”

“Heh, ngapain sih lo?” tanya Chiko. Namun Ravin malah memutar-mutarkan sepatunya di depan wajah Chiko sehingga Chiko terlihat menahan napas.

“Jangan tahan napas dong. Kapan lagi ‘kan lo nyium sepatu termahal di dunia?” goda Ravin seraya mengedipkan satu matanya.

Chiko tetap menahan napas. “Paling mahal di dunia mana? Dunia binatang?”

“Lo pikir sepatu lo wangi kembang?”

Ravin tertawa. “Ini sepatu limited edition, cuy. Lo yakin nggak mau nyium?”

“Sepatu lo bau sempak kudanil tau nggak?”

Ravin mendekatkan wajahnya kearah sepatunya. Ternyata memang benar bau. Namun Ravin tetap memasang wajah stay cool.

“Masa? Wangi ah.”

“Lagian gue baru tau kalo lo pernah nyium sempak kudanil,” ujar Ravin dengan tengilnya.

“Woi, Chiko pernah nyium sempak kudanil woi!” teriak Ravin tanpa malu. Padahal beberapa murid sudah menatapnya dengan tatapan aneh seraya menggelengkan kepalanya.

Have a Nice Dream [Completed]Where stories live. Discover now