Part 10

3.4K 166 3
                                    

Lima hari telah berlalu sejak aku pindah ke rumah Dexter bersama ibuku. Tidak ada yang berbeda, aku merasa sama saja seperti dirumah lamaku karna aku selalu sendiri.

Selain, saat aku sarapan kali ini yang aku lihat adalah pemandangan pasangan yang terlihat sangat bahagia. Ibuku akan selalu datang untuk mengecup pipi Dexter saat ia turun dari kamarnya. Kemudian Dexter akan mendekapnya, membawa Magnolia dan dia akan mencium bibir ibuku sebagai balasannya.

Oh. Aku merasa muak dengan keceriaan mereka. Keduanya tidak mempedulikan diriku yang tepat berada didepan mereka, melihat apa yang mereka lakukan. Dan Dexter tidak pernah menatap mataku, dia akan menghindari tatapanku sebisa mungkin. Dia tidak bicara padaku, hanya sekadar sapa selamat pagi dan sampai jumpa. Aku berpikir dia akan menjadi teman bicaraku. Tapi, dia mengacuhkanku selama beberapa hari ini seperti tidak pernah kenal denganku.

Aku dapat mengerti karna aku dan dia hanya bertemu 3 kali sebelum ini terlebih terakhir kali kita bertemu berdua kami bertengkar dan Dexter pergi meninggalkanku ditengah jalan.

No. Aku yang meninggalkannya.

Tapi, apakah dia benar-benar akan menghiraukanku. Dexter yang memulainya, dia menciumku lebih dulu. Oh right, dia sudah meminta maaf atas kesalahannya itu. Namun, dia tidak berpikir bahwa aku dengan mudah mengambil permintaan maaf itu. Aku tidak pernah berpikir bahwa yang aku lakukan dengannya adalah kesalahan. Tidak akan pernah karna aku merasa bahagia.

Aku pergi ke sekolah setelah Dexter dan Magnolia berangkat lebih dulu. Kini setiap hari aku akan diantar jemput dengan supir Dexter yang sudah aku ingat, Mr. Fabian. Boleh aku katakan dia tidak terlalu tua, mungkin 10 tahun lebih tua dariku. Tubuhnya sedikit gemuk tapi tidak terlihat lemak. Ia memiliki rambut berwarna coklat, sedikit terlihat rambut putih alami dikepalanya.

Aku pulang tepat pada waktunya. Tidak ada yang berbeda ya. Kecuali Elliot yang semakin dekat denganku. Dia akan mengantarku sampai mobilku, kita akan makan siang bersama di kantin. Kemudian setiap pagi dia akan berada didepan lokerku, menungguku.

Tidak ada latihan ballet hari ini, jadi aku pulang lebih awal. Sampai dirumah, aku turun dari mobil. Mataku tertuju pada mobil putih yang ada terparkir didepan rumah. Mobil Dexter berada disini pada sore hari. Itu sangat mengejutkan. Apa Dexter dan Magnolia sudah pulang?.

Aku mempercepat langkahku masuk kedalam rumah. Aku bertemu dengan Dexter diruang tengah. Ia baru saja turun dari lantai atas. Tangannya memegang sebuah dokumen yang tidak aku pentingkan.

Aku berhenti didepan Dexter. Tak ingin terlihat senang didepannya aku menyembunyikan senyumanku. Sudah lama sejak aku dan Dexter hanya berdua.

"Kau sudah pulang?" Dexter bertanya membuka percakapan, dia menanyakan pertanyaan yang sudah tau jawabannya.

"Kau pulang cepat hari ini? Apa ibuku juga pulang cepat atau hanya kau yang berada disini?" Aku balik bertanya padanya. Melihat ke arah belakangnya dan tidak ada orang yang mengikuti, di lantai atas tidak terdengar suara. Aku yakin ibuku tidak ikut.

"Aku mengambil dokumen yang tertinggal" ujarnya menunjukan dokumennya padaku.

"Hanya untuk mengambil itu dan kau kembali bekerja?" Dexter menganggukan kepalanya. Senyuman yang ingin aku keluarkan berganti menjadi aku yang memajukan bibirku, mengeluarkan ekspresi kecewaku.

"Oh, dan aku tidak akan pulang cepat hari ini." Ucap Dexter. Pernyataan yang sudah aku ketahui. Aku menghela nafas.

"It's not like you got home early every day" ucapku menggerutu. "So, malam ini aku akan makan sendiri lagi? Well, aku selalu makan malam sendiri sejak dulu jadi tidak perlu kecewa bukan?" Ucapku memberikan senyum masam.

"Kau tau jika Magnolia menyukai pekerjaannya, mungkin kau harus mencoba untuk menghargainya" ucap Dexter. Aku memutar bola mataku. Please, jangan bertingkah seperti kau adalah ayahku.

"Oh ya, aku harus menghargainya, benar, dia yang tidak pernah menanyakan anaknya setelah pulang sekolah karna dia selalu terlihat lelah, oh dan tidak pernah mengajak anaknya untuk makan malam bersama, tidak pernah menemani anaknya yang tidur kesepian, tidak pernah menenangkan anaknya saat mimpi buruk datang. Ya, aku harus menghargainya" Aku memecahkan emosiku. Entahlah, aku tidak seharusnya semarah ini terlebih dengan Dexter yang hanya mengatakan hal itu. Tapi aku sangat kesal, dia berkata seakan-akan dia tau apa yang ibuku lakukan padaku.

"I'm sorry" ujarnya. Lalu apa? Jika dia meminta maaf bagaimana reaksiku sekarang? Aku tidak berkata dan hanya menatapnya.

"Aku harus kembali bekerja" ucap Dexter melangkahkan kakinya melewati. Sebelum ia jauh aku segera menghentikan langkahnya. Can he stay any longer?.

"Mengapa kau mengacuhkan aku?" Ucapku bertanya padanya. Dexter menghentikan langkahnya. Ia berbalik kembali menghadap. Jarak kami semakin dekat dari sebelumnya. Karena Dexter tepat 2 langkah dibelakangku.

"I don't" ucap Dexter.

"Yes, You are. You literally ignored me every times" ucapku.

"Yeah, I Am. Lalu apa yang harus aku lakukan? Oh right, menyapamu tidak cukup then what?" Ia terlihat kesal sekarang. "Should i hug you? Or kiss you? Or what do you want?"

"Why not? You can hug me or kiss me, we already did that, anyway,"

"Are you mad? Don't you think about your mother?" Dexter mengeraskan volume suaranya membuatku bergidik. Aku tidak suka saat seseorang berteriak padaku. Terlebih Dexter. Aku berpikir dia akan berbeda, memperlakukanku secara khusus.

"Did she ever think about me?!" Aku membalas ucapannya dengan berteriak. Aku menahan emosiku sebisa mungkin. Aku hanya ingin bicara dengannya dan mungkin berjalan lagi dengannya seperti malam itu, karna aku tidak pernah merasa sebahagia malam itu. Karnanya aku melupakan masalahku sejenak.

Aku menggigit bibir bawahku, menahan air mata yang sudah menggumpal.

"Kita tidak bisa melanjutkan pembicaraan ini.." ucap Dexter. "You promise me, kau tidak akan mengatakannya pada Magnolia. Aku tidak ingin dia kecewa denganku".

Air mataku tidak tertahan lagi. Terasa air mataku yang hangat turun membasahi pipiku. Dexter terlihat kebingungan.

"You're just like my mother. Selfish" ucapku. Suaraku sudah bergetar, kapanpun tangisanku akan pecah.

Aku melihat kaki Dexter yang ingin melangkah. Aku ingin pelukannya. Aku ingin seseorang menenangkanku dan mengatakan 'kau akan baik-baik saja, kau tidak sendirian'. Aku ingin tangan besarnya mendekap tubuhku, mengelus kepalaku dengan lembut.

But, he did not. Langkah Dexter yang ragu berhenti satu langkah didepanku. Terdengar helaan nafas yang berat darinya. Aku tau dia peduli denganku, tapi apa yang menbuatnya tidak melakukan yang ingin dia lakukan dan pergi menjauh dariku. Membelakangiku. Dexter berjalan keluar setelah berkata "I should go" dan setelah itu aku hanya dapat melihat punggungnya yang semakin menjauh kemudian menghilang dibalik pintu.

Disaat aku mendengar suara pintu yang tertutup, disaat itulah tangisanku pecah. Aku menangis sejadi-jadinya. Meluapkan emosiku kedalam tangisan. Aku berjongkok dan menyembunyikan kepalaku lututku. Seperti anak kecil yang sedang menangis.

Wrong : Our Little SecretWhere stories live. Discover now