3 | Teka-Teki

130 22 3
                                    

Selembar foto yang warnanya telah memudar tersimpan di balik alas selembar koran. Kala menarik perlahan foto itu dari tempat persembunyiannya. Seorang wanita dengan rambut sebatas bahu tengah menggendong seorang bayi mungil terbungkus selimut merah jambu. Ayahnya berdiri tepat di samping wanita itu dengan satu tangan diletakkan di bahunya. Senyumnya merekah dengan dagu terangkat. Sementara wanita itu malah setengah menunduk dengan tatapan kosong.

Tangan Kala gemetar sembari dia membalik foto itu. Di bagian belakangnya tertulis sebuah kalimat.



Artika dan Sekala Senja. Keluarga kecilku.


"Apakah bayi itu aku? Ini Ibu?" suara Kala tercekat.

Napas Kala mulai tak beraturan. Kepalanya dipenuhi oleh pertanyaan yang Kala sendiri tak tahu jawabannya. Pijakan kakinya mulai melemah. Spontan, Kala memegang pintu lemari yang masih terbuka lebar di hadapannya. Dadanya berdentam seolah ada genderang sedang ditabuh di dalam sana.

"Kenapa Ayah nggak pernah kasih tahu aku soal ini? Kenapa Ayah nggak pernah kasih tahu aku soal Ibu? Apa salahku? Apa salahku sampai aku nggak perlu tahu soal ibuku sendiri?!" emosi mulai menguasai diri Kala yang kemudian membanting pintu lemari itu.

Teriakan demi teriakan Kala lontarkan sembari membuang dan membanting semua benda yang ada di hadapannya. Dia seolah tak peduli, semua barang itu milik ayahnya yang tentu saja bisa memicu kemarahan sang ayah nantinya. Kala benar-benar tak peduli. Dia hanya ingin meluapkan perasaannya. Perasaan bahagia ataupun sedih, Kala bahkan tak bisa benar-benar menggambarkannya. Dadanya sesak oleh jutaan tanya. Itu saja.

Kala mulai mengambil botol minuman yang tadi berserakan di lantai. Baru saja ia akan melemparnya ke arah pintu, Drew muncul dengan mata terbelalak.

"Kala, stop!"

Drew berdiri tepat di ambang pintu. Matanya mengunci Kala. Dadanya naik turun seperti baru saja berlari ratusan kilo, padahal Kala tahu benar, Drew hanya perlu melangkah beberapa kali saja untuk bisa akhirnya sampai di sana sekarang.

"Mau apa kamu? Mau nyembunyiin semuanya juga kayak Ayah? Iya?!" sembur Kala masih menggenggam botol minuman di tangan kanannya, sementara tangan kirinya memegang foto yang menyebabkan emosinya tersulut.

"Kala, tolong tenangin diri kamu dulu! Kita ngomong baik-baik, oke?" satu tangan Drew terjulur ke hadapan Kala yang berdiri beberapa langkah saja darinya.

"Nggak ada yang baik dalam hidupku, dan harusnya kamu tahu soal itu, Drew! Kamu kan sahabatku, kenapa kamu masih berusaha buat aku jadi lebih baik?! Kamu tahu aku ini nggak baik dan nggak akan pernah baik!" kata Kala melengking sambil melemparkan botol minuman itu ke arah dinding di samping kirinya. Botol itu sukses pecah berantakan.

Mengetahui tak ada lagi benda yang membahayakan di tangan Kala, Drew memberanikan diri untuk maju dan menarik Kala keluar dari ruangan itu.

"Lepasin aku, Drew! Lepasin aku!" Kala memberontak seraya memukuli tangan Drew, berusaha melepaskan tangannya dari cengkeraman lelaki itu.

Drew tak peduli, dia terus menarik Kala hingga mereka berdiri di ruang tengah. Drew masih mencengkeram pergelangan tangan Kala kuat. "Sudah minum abilify1?"

Deru napas Kala masih memburu. Tangan yang dicengkeram Drew justru terkepal makin kuat, sementara tangannya yang bebas terus berupaya memegang foto itu baik-baik. "Aku nggak butuh itu! Aku butuh ibuku! Aku butuh ayahku menceritakan kejadian yang sebenarnya tentang aku dan ibuku!"

Kening Drew berkerut, tapi pandangannya tak pernah lengah sedikitpun.

"Aku anggap, kamu belum minum obat itu." Drew menarik Kala agar mengikutinya, tapi gadis itu menolak.

Kala menarik tangannya dan berhasil. Membuat Drew memutar tubuh dan menatap gadis itu kian tajam seolah ingin mencincangnya hidup-hidup.

Drew mendengus kesal. "Kamu minum obat itu sekarang atau aku bakal pergi selamanya dari hidupmu?"


=============

1. Abilify : obat jenis antipsikotik yang mengandung aripiprazole. Biasanya digunakan untuk meredakan gejala skizofrenia, gangguan bipolar, depresi, dan iritabilitas yang berhubungan dengan autisme.

Sweet but PsychoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang