6 | Korban Pertaruhan

93 15 0
                                    

Untuk sesaat tubuh Kala membeku dan ia mendadak lupa caranya bernapas. Dadanya sesak dan kepalanya pusing karena tak mendapat asupan oksigen yang cukup.

"Kenapa malah bengong? Cepat kemasi barangmu karena jika tidak, Danang sendiri yang bakal menjemputmu!" Prasetyo menghampiri Kala dan menarik paksa gadis itu. Lelaki itu kemudian mendorongnya masuk ke dalam kamar.

"Da-Danang siapa, Yah? Kenapa Kala harus menikah sama dia?" Bibir Kala gemetar.

"Aku kalah judi dan terpaksa kamu yang jadi taruhanku," terang Prasetyo sambil menyalakan rokok yang terselip di sela bibirnya yang menghitam.

Rasa-rasanya kepala Kala bagai dihantam godam raksasa ketika mendengar kalimat itu meluncur dari mulut Prasetyo. Sama sekali tak ada penyesalan dari setiap nada bicaranya. Kala mulai menarik napas dalam-dalam, berusaha mengontrol diri semampunya. Tapi, nihil.

Jantungnya memompa darah semakin cepat, adrenalinnya meningkat dan tak ada lagi yang bisa Kala pikirkan selain melemparkan semua barang dalam jangkauannya ke arah Prasetyo yang berdiri di ambang pintu sambil sesekali mengembuskan asap rokok.

"Bunuh saja Kala, Yah! Bunuh saja daripada Kala harus menikah sama orang asing, penjudi, dan pemabuk kayak teman-teman Ayah itu!" jerit Kala sambil melemparkan buku kamus Indonesia-Inggris yang tadinya tergeletak di atas meja belajarnya.

Beruntung, Prasetyo masih bisa menghindar. Jika tidak, mungkin dia sudah pingsan karena dihantam buku tebal plus tersedak asap rokoknya sendiri.

Kala terus mengamuk, tak ada satupun benda yang terlewat darinya. Buku, vas bunga, boneka, sampai piring bekas camilannya semalam pun tak luput darinya. Semuanya terlontar ke arah Prasetyo yang buru-buru mematikan rokoknya, kemudian meraih tubuh mungil Kala. Kedua tangannya yang kokoh melingkari pinggang Kala, menahan gerakan tangan gadis itu agar berhenti melakukan tindakan gilanya.

"Lepasin Kala! Lepasin!"

Dengan satu gerakan, Prasetyo berhasil menumbangkan Kala ke atas tempat tidur sembari menahan tangan dan kakinya. Prasetyo mencari-cari benda di sekitar, tangannya membuka laci nakas dan menemukan perekat yang biasa digunakan Kala untuk membungkus barang-barang dagangannya.

"Lepasin! Dasar manusia nggak punya otak!" umpat Kala sambil meludahi Prasetyo. Gadis itu seperti kesetanan dan terus memberontak. Ekspresi wajahnya yang memerah tak keruan karena dihiasi sembulan otot di sana-sini.

Satu tamparan keras mendarat di pipi Kala hingga ia merasa lehernya patah. Seketika rasa nyeri menjalari wajah dan sudut bibirnya. Teriakannya tenggelam dalam emosi berkecamuk yang terpaksa ia redam sendiri karena perlakuan Prasetyo.

"Dasar anak sundal!" caci Prasetyo dengan dada naik turun.

Mulut Kala bungkam, tapi matanya masih menatap Prasetyo tajam. Sementara kedua tangan dan kakinya masih berusaha lepas dari jeratan perekat plastik bening.

Gedoran pintu teramat keras memecah keheningan di antara keduanya. Kepala Prasetyo miring, mencoba mencari tahu siapa yang tengah berada di balik pintu.

"Tolooong!" jerit Kala sekuat tenaga.

Prasetyo mendadak panik. Gedoran di pintu semakin intens, sementara Kala juga semakin lantang meminta tolong.

"Prasetyo, buka pintunya! Aku tahu kamu di dalam." Teriakan itu terdengar samar di telinga Kala. Suara seorang pria yang tak pernah didengarnya.

Tanpa banyak berpikir, Prasetyo berlari ke arah pintu. Benar saja dugaannya. Danang datang menjemput Kala bersama dua orang lainnya, Haryo dan Riski.

"Maaf, aku sedang menyiapkan barang-barang Kala sebelum kalian membawanya," kata Prasetyo dengan senyum terpaksa di wajahnya saat membuka pintu.

"Oh ya? Aku kira kamu malah sedang membereskan barang karena berniat kabur sama anakmu itu," kata Danang sambil celingukan seperti mencari-cari sosok Kala di dalam rumah.

"Tolooooong!!!" Kala tampaknya belum bosan berteriak.

Kening Danang berkerut saat mendengar teriakan Kala. Dia menatap Prasetyo yang mulai salah tingkah.

"Kenapa dia minta tolong? Kamu apakan calon istriku?" Danang menerobos masuk seraya mendorong dada Prasetyo dengan kedua tangannya.

Sweet but PsychoWhere stories live. Discover now