4 | Pergi atau Mati

129 26 2
                                    

Kalimat itu mampu mengubah ekspresi Kala seratus delapan puluh derajat. Wajah yang tadinya penuh gurat amarah, otot tegang di sana-sini, memudar secepat kilat.

"Jangan! Jangan tinggalin aku, Drew!" Kala setengah melompat, mendekap tubuh Drew kuat-kuat. Kepalanya diselipkan pada sela bahu dan leher lelaki itu. Air matanya merebak diiringi isakan yang meluluhlantakkan hati Drew.

Drew membalas dekapan Kala dengan dekapan miliknya yang jauh lebih hangat. Bahkan, satu tangannya ia letakkan tepat di bagian belakang kepala Kala, mengusapnya lembut penuh kasih sayang.

"Minum obatnya sekarang, ya?" bujuk Drew.

Kala mengangguk di dada Drew, lalu melepaskan diri dari pelukan lelaki itu meski enggan. Satu tangannya tidak dibiarkan melepas tangan Drew. Ia berjalan, menarik Drew lembut ke kamarnya untuk mengambil obat.

Drew hanya berdiri diam, mengamati gadis itu meminum obatnya. Untuk sesaat, tak terlihat lagi tanda-tanda emosi di wajah Kala yang selalu bisa menentramkan Drew. Tak peduli berapa kali Kala menyebut mereka hanya sahabat, Drew tetap tak bisa menyembunyikan rasa cintanya. Ia hanya ingin melindungi gadis itu dan bersamanya selama mungkin. Tak peduli apapun vonis dokter pada gadis mungil di hadapannya itu. Tak peduli separah apapun penyakitnya. Drew telah berjanji akan selalu ada untuknya.

"Sekarang duduk sini, cerita sama aku kenapa kamu bisa kambuh seperti tadi?" Drew menarik tangan Kala agar duduk bersamanya di lantai.

Tubuh Kala membeku sampai pada akhirnya dia mengulurkan foto tadi ke hadapan Drew.

Satu alis Drew naik. Matanya menatap tiga obyek yang tergambar di sana.

"Ibuku," ucap Kala lirih.

Drew tiba-tiba kehilangan kemampuan berbicara. Lidahnya kelu. Ia tak tahu bagaimana harus menyikapi keadaan itu. Drew tahu, dia tak boleh gegabah, karena topik pembicaraan mereka cukup berisiko menyulut emosi Kala.

"Selama ini ayahku menyembunyikan semua tentang Ibu. Aku nggak tahu kenapa. Aku pengin sekali tahu, tapi aku nggak punya cukup keberanian," suara Kala bergetar. Kepalanya menunduk menatap foto di pangkuannya.

"Lalu, kamu mau apa sekarang?" tanya Drew seraya menyentuh kedua tangan Kala yang saling bertaut.

Kepala Kala terangkat. "Bantu aku cari Ibu. Aku pengin sekali punya ibu kayak kamu. Aku yakin, ibuku pasti sayang sama aku, sama seperti ibumu."

"Kamu yakin? Bukankah kamu pernah bilang, kalau kamu sengaja dibuang oleh ibumu di panti asuhan sampai ayahmu yang bawa kamu pulang setelah berumur sepuluh tahun?"

Kala menghela napas, mencoba melepas semua sesak di dadanya. "Iya, tapi aku mau kok memaafkan Ibu apapun alasannya. Lagipula kita nggak tahu kan apakah emang benar kejadiannya seperti yang diceritakan Ayah? Kamu tahu kan, Drew, ayahku kayak apa?"

Drew menjilat bibirnya cepat. Dia terlihat sedang memikirkan sesuatu. "Oke. Tapi, kita baru bisa cari ibumu setelah aku pulang."

"Apa maksudmu, Drew?" Tubuh Kala kembali menegang.

"Uhm." Drew mendadak ragu. "Aku harus pergi beberapa hari karena ada pekerjaan yang harus aku urus. Tapi—"

"Kamu mau ninggalin aku?"

"Nggak, Kala. Aku nggak akan ninggalin kamu, aku cuma harus pergi sebentar aja, setelah itu aku balik lagi," ujar Drew meremas kedua tangan Kala berusaha meyakinkan gadis itu.

Mata yang bahkan belum sepenuhnya kering itu kembali banjir. Tangis Kala lagi-lagi pecah karena ledakan emosi yang menyerangnya.

"Kenapa kamu ninggalin aku, Drew? Apa aku udah separah itu sampai kamu harus pergi meskipun sebentar?"

"Hei, hei, aku pergi bukan karena kamu tapi karena pekerjaanku. Ada proyek di luar kota dan aku harus ikut. Kamu tahu kan kalau aku baru aja—"

Kala lagi-lagi memotong kalimat Drew sambil menepis kedua tangan Drew yang tadi diletakkan di bahunya. "Aku nggak peduli! Nggak boleh ada yang jauh lebih penting dari aku dalam hidupmu, Drew! Nggak boleh!"

"Kala, aku tahu kamu marah dan nggak suka aku pergi. Tapi, sekali ini aja cobalah mengerti," bujuk Drew sekuat tenaga.

Tiba-tiba tangis Kala terhenti begitu saja. Kedua matanya terarah tepat ke satu titik di mata Drew yang kecokelatan. Mata yang selalu dirindukan oleh Kala.

Gadis itu memiringkan kepalanya dengan senyum tersungging janggal.

"Kamu pergi atau aku mati?"

Sweet but PsychoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang