12 | Pencarian Pertama

55 8 0
                                    

Kantor Drew ternyata tidak seperti bayangan Kala. Bangunan ini layaknya sebuah rumah bergaya rustic yang memiliki ruang terbuka dan lapang dengan tiang-tiang besar disertai balok kayu. Tak hanya itu saja, hampir seluruh penjuru rumah dipenuhi oleh bahan-bahan sederhana seperti, kayu mentah dan batu yang membawa unsur-unsur alam terbuka ke dalam rumah itu. Tak heran jika Kala sudah sangat betah berada di sana meski baru beberapa menit menjejakkan kakinya.

Drew hanya bisa tersenyum simpul ketika melihat Kala malah sibuk memperhatikan setiap jengkal rumah Ray yang memang sengaja dijadikan kantor, sekaligus basecamp timnya. Bahkan, Kala sampai harus setengah ditarik Drew ketika menaiki anak tangga menuju lantai dua.

Kala terpaku menatap keindahan interior rumah serbaputih itu. Meski banyak sekali orang di sana, tapi dia tetap bisa menikmati setiap jengkalnya. Atap yang dihiasi kayu-kayu horizontal tampak begitu selaras dengan sofa empuk berwarna putih yang disandarkan pada dinding di bawah jendela terbuka. Sementara tepat di depannya sebuah ayunan rotan tergantung begitu saja dengan kain pelapis menjuntai. Tak jauh dari ayunan itu ada pintu besar yang hampir sepenuhnya terbuat dari kaca. Pintu itu mengarah ke balkon dengan pemandangan hijau pepohonan.

"Kamu tunggu di sini dulu ya!" kata Drew sebelum meninggalkan Kala menuju ruangan lain yang masih bisa dilihat Kala dengan jelas.

Kala tidak menjawab. Dia masih bertanya-tanya apakah tempat ini rumah Ray. Jika benar ibu Ray adalah Artika yang juga ibu kandungnya, maka kemungkinan besar dia juga bisa tinggal di rumah cantik ini.

Kala tidak menjawab pertanyaan Drew. Dia mencoba duduk di atas ayunan rotan yang seketika berayun pelan ketika menahan berat tubuhnya.

Namun, sebuah teriakan mengejutkan Kala hingga memaksanya lompat turun dan menoleh ke arah ruangan tempat Drew tadi menghilang.

"Ganti sekarang juga atau aku lapor polisi!"

"Drew?" Kala berjingkat menuju asal suara. Dia penasaran, apakah suara perempuan itu ditujukan pada Drew yang baru saja tiba di sana?

"Bukan uangnya yang jadi masalah, tapi kamu udah nggak jujur sama aku!"

Kala berdiri di ambang pintu yang satu sisinya terbuka lebar. Dalam ruangan itu, dia bisa melihat lima orang berekspresi tegang, termasuk Drew. Salah satu dari kelima orang itu diketahui Kala sebagai Ray. Gadis berperawakan tinggi agak kurus dengan rambut lurus sebahu. Kedua tangganya terkepal di samping tubuh dengan gurat emosi menguar di wajahnya. Dagunya sedikit terangkat, tapi matanya memicing ke arah seorang perempuan di hadapannya yang hanya diam menundukkan kepala.

"Dan, kamu urus deh orang ini! Aku sudah muak!" pinta Ray sambil mengibaskan tangannya dan memutar tubuh, berjalan menuju sofa cokelat di sudut ruangan yang menghadap jendela kaca raksasa.

Danila adalah salah satu anak buah Ray yang bertugas mengurusi segala keperluan Ray. Termasuk membereskan orang-orang tak tahu diri yang pasti dipecat Ray kapan saja. Tanpa berkata-kata, Danila mencengkeram lengan perempuan yang tangisnya pecah di hadapan Ray.

Kala cepat-cepat sembunyi di samping rak buku tinggi yang tak jauh dari tempatnya berdiri demi menghindari dua orang yang kemudian berjalan melewatinya tanpa kata apapun.

Sejenak, napas Kala tertahan. Entah apa jadinya jika kehadirannya diketahui oleh dua orang perempuan itu. Meskipun dia sadar datang kemari karena Drew, tapi tetap saja mengintip bukan perilaku yang pantas dibanggakan. Apalagi, tadi Drew menyuruhnya untuk menunggu bukannya mengintip dan ingin tahu urusan orang lain.

Jauh dalam lubuk hati Kala, sebenarnya dia juga tidak ingin terlibat apapun dengan urusan Ray dan teman-temannya. Dia hanya tidak sabar untuk bertemu dengan Artika. Jutaan tanda tanya di kepalanya sudah memaksa ingin diberi jawaban pasti yang melegakan.

Namun sayang, sejauh ini Kala masih belum melihat sosok Artika di dalam rumah itu. Entah butuh berapa lama lagi ia harus menunggu.

Sweet but PsychoWhere stories live. Discover now