13 | Out of Scenario

140 11 2
                                    

"Kenapa aku selalu berurusan sama orang-orang yang bisanya Cuma manfaatin kepercayaan orang lain sih?" keluh Ray sambil memijit keningnya yang berdenyut-denyut. Seharusnya hari ini menjadi hari yang penuh semangat bagi Ray. Proyek vlog keliling Indonesianya akan dimulai minggu depan. Ray yakin, proyek terbarunya ini akan membuat follower sekaligus subscriber-nya melonjak.

"Kan mereka semua pilihan kamu sendiri," sahut Iraz. Lelaki itu sedang menyelonjorkan kaki dan bersandar di dinding sofa, melihat Ray yang terlihat masih begitu kesal. "Nggak ada yang memaksamu untuk memilih siapa aja yang jadi bagian tim ini kan? Dulu aku uda nyaranin kamu pake semacam psikotest gitu tapi kamunya bilang ribet. Ya udah kan, karena itu pilihan kamu jadi ya risikonya kamu tanggung sendiri. Ngomong-ngomong, jam tiga pemotretannya mulai. Siapa yang bakal pilihin kostumnya?"

Ray mengembuskan napas, menegakkan tubuhnya sambil menatap Iraz kemudian melirik jam dinding.

"Iya ah, nggak usah ngeluh," kata Drew. Lelaki itu sebenarnya sudah lama curiga pada Lani, gadis yang tadi diusir oleh Ray. Hanya saja, dia merasa tak punya cukup wewenang untuk mengatur keputusan gadis itu. "Mendingan kamu buruan pilih kostum buat pemotretan daripada ngeluh yang Cuma bisa bikin capek."

Itu benar. Iraz berupaya mengatur jadwal Ray yang semakin menggila, belum lagi gadis itu sering melontarkan ide-ide spontan yang seringkali membuat kegiatan mereka berantakan. Sama halnya dengan Drew yang juga sering kelimpungan perkara padatnya jadwal dan permintaan Ray. Belum lagi Danila, gadis yang tadi diminta Ray membawa keluar Lani—mantan fashion stylist yang baru saja dipecat Ray tadi. Entah berapa kali sehari Danila harus mengatur semua keperluan Ray mulai dari makan sampai packing. Semua memang capek.

"Tahun depan mau cari talent lain aja ah, biar aku di belakang kamera," ucap Ray bangkit dari duduknya menuju setumpuk pakaian yang teronggok di atas rak gantung masih lengkap dengan plastiknya. "Nggak sanggup."

"Kamu udah bilang itu berkali-kali," Iraz menimpali sambil meraih toples nastar di atas meja. Lelaki itu memasukkan dua bulatan kecil nastar sekaligus ke dalam mulutnya. "Ujung-ujungnya kamu selalu nanya balik kan ntar mau kerja apa, masa duduk-duduk doang ngeliatin talent baru dipotret sama Drew."

Mau tak mau Drew tertawa mendengar itu sambil terus mempersiapkan kameranya.

"Sialan!" umpat Ray kesal sambil memegang dua pakaian di masing-masing tangannya. "Bagus mana sih?"

Iraz yang ditanya hanya melirik sekenanya. "Terserah kamu aja, pilih sesuai konsep."

"Konsepnya apa?" tanya gadis bertulang hidung tinggi itu sambil mengerjapkan mata.

"Edgy," jawab Iraz santai.

Ray terdiam. Selama ini dia selalu mempercayakan pemilihan busananya pada Lani. Bukannya tidak percaya diri, tapi Ray selalu saja merasa kurang pas mengenakan pakaian pilihannya sendiri.

"Raz, pilihin dong! Aku bingung pakai yang mana biar sesuai sama konsepnya," rajuk Ray sambil melemparkan pakaian di tangannya ke pangkuan Iraz yang sedang berusaha menelan nastar keenamnya.

"Pakai jeans hitam sobek itu aja, digabung sama jaket di gantungan sana," usul Kala yang tiba-tiba memperlihatkan dirinya ke hadapan Ray, Iraz, dan juga Drew di dalam ruangan itu.

Drew hampir saja menjatuhkan kamera yang tadi sudah dipasang ke atas tripod karena saking kagetnya. Dia lupa menengok Kala yang mungkin saja sudah diterpa rasa bosan di ruang tengah rumah Ray.

"Kamu siapa?" tanya Ray dengan kening berkerut memaku Kala dengan matanya.

"Maaf, Ray aku lupa bilang. Ini Kala, adik sepupuku. Aku—"

"Kamu fashion stylist?" tanya Ray memotong kalimat Drew seolah lelaki itu tak pernah membuka mulutnya.

"Uhm, bukan. Tapi, aku tahu sedikit soal fashion meskipun ... mungkin, eh, dandananku sekarang nggak bisa meyakinkanmu soal itu." Kala sedikit menundukkan kepalanya mencoba mengamati sendiri kaos putih dan jeans belel yang dia kenakan. Pakaian terbaiknya yang dibeli setahun lalu.

Ray mengamati Kala yang berdiri mematung. Sementara gadis itu menahan degup jantungnya sendiri, takut kalau Ray tiba-tiba mengusirnya dan membuat rencana Drew berantakan.

"Bodo amatlah sama pakaianmu. Coba sini deh! Kamu pilihin baju yang pas buat pemotretanku nanti." Wajah Ray tak lagi kaku, ia malah melirik Iraz yang masih asyik mengunyah nastar kloter terakhir.

Kala ragu, tapi langkahnya mulai pasti ketika dia melihat Drew mengangguk menyemangatinya.

Tanpa banyak pikir lagi, Kala mengambil beberapa helai pakaian dari tumpukan di hadapan Ray. Dia memilah hingga kemudian mendapatkan sepotong kaos beserta high-waist shorts hitam, lengkap dengan ikat pinggang dan stoking jaring ala Spiderman. Tak ketinggalan jaket yang tadi dilempar Ray ke arah Iraz. Sementara jeans yang tadi ia sarankan pada Ray batal digunakannya setelah tahu bahwa Ray sebenarnya punya banyak sekali baju dan bawahan yang lebih edgy.

"Coba dulu ya, kalau nggak cocok kita pilih lainnya," kata Kala menyerahkan pakaian itu pada Ray dengan tangan gemetar karena canggung.

"Kalau nggak cocok ya kamu duduk lagi aja di pojokan!" ujar Ray menyambar pakaian itu dan melenggang ke arah sebuah ruangan lain yang ada di sisi kanannya.

Jujur saja, Kala merasa kurang nyaman dengan kalimat Ray barusan. Beruntung, Drew menarik tangannya dan memintanya duduk di sofa dekat Iraz. Lelaki itu berhasil menenangkannya.

"Cakep amat pilihan bajunya! Gils, banget!" jerit Ray dari dalam ruang gantinya. Tak lama kemudian gadis itu keluar dengan sangat memesona. Dia melompat girang. "Fix kamu jadi fashion stylistku mulai hari ini ya!"

 "Fix kamu jadi fashion stylistku mulai hari ini ya!"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kala dan Drew saling tatap. Keputusan Ray ini benar-benar di luar skenario mereka.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 16, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Sweet but PsychoWhere stories live. Discover now