Chapter III

19.6K 2.4K 251
                                    












Louis asisten pribadi keluarga Na yang ikut serta dalam pindahan mereka kembali ke Korea sepuluh tahun silam adalah orang yang satu-satunya mengerti keluhan Na Jaemin selain Yuta. Jaemin tidak pandai mengekspresikan dirinya dan mengeluh layaknya orang biasa atau bangsa mereka yang lain. Setiap dia ingin mengeluh, ingin tertawa atau apapun wajahnya akan tetap datar dan ia terlebih tak memperdulikan sekitar kecuali areanya sendiri; teritori Nana, biasanya ia menyebutnya. Setiap pertemuan antar keluarga di wilayahnya atau wilayah bangsa lain, Na Jaemin sering memilih untuk tinggal dan menyendiri di dalam kamar, bergelung dengan imajinasi dan selimutnya atau tidak menggunakan kekuatannya untuk memanggil burung hantu dari dalam hutan pinus di seberang balkonnya.

Seperti saat ini saja contohnya, ada burung hantu dan juga elang hutan dalam kamarnya, entah apa yang dipikirkan pemuda itu. Bahkan di atas nakasnya ada seekor tupai yang sedang duduk memakan satu bungkus kacang. Juga ada rubah merah yang entah dari mana datangnya sedang bergelung diatas kasurnya, tunggu saja sampai Louis dan Yuta datang. Pasti akan gempar seluruh isi Mansion Na, padahal Jaemin selalu memikirkan untuk tinggal sendiri di tengah kota agar tidak di ganggu dan bisa menghabiskan seluruh waktunya untuk berimajinasi.

"Na- aku melihat ada seekor landak hutan di pekarang- oh astaga! Kenapa kau memanggil mereka!", Mark hampir jatuh terjungkal karena melihat apa yang tengah berada di dalam kamar Jaemin, burung hantu dan elang yang menatap kearahnya dan juga rubah merah yang tertidur diatas kasurnya. Mark merasa pening sesaat, kebiasaan Jaemin memang benar-benar membuatnya dongkol, bagaimana bisa Louis bertahan mengawasi anak kecil macam Jaemin ini. Tubuhnya saja yang besar. Oh, jangan lupakan tupainya Mark.

"Suruh landaknya masuk", ucap Jaemin enteng dan tak memperhatikan jika saat ini Mark sedang jawdrop karena ulahnya.

Tiba-tiba pintu balkon terbuka dan elang serta burung hantu itu terbang keluar, disusul tupai yang meloncat dan melesat dengan cepat diantara pagar pembatas. Selain memiliki kekuatan teleportasi, Mark juga bisa memanggil binatang  dan meyuruh para binatang pulang dengan telekinesis.

"Aihh... kenapa juga rubah ini tidak pergi", Mark memutar bola matanya malas dan menatap Jaemin meminta jawaban. Pasti anak itu menahan kekuatan Mark dengan kekuatannya.

"Aku menahannya", nah sudah Mark duga hal ini kan.

"Kakinya terluka, dia kubawa dari pinggir hutan, aku menemukannya sekarat", ujar Jaemin pelan dan baiklah, Mark harus memaklumi itu.

"Ya sudah, nanti kau jelaskan sendiri pada Louis dan Yuta hyung", Mark segera menutup pintu dan juga menghilang dari tempat itu dengan mudah hingga tiba di depan Mansion Lee yang berada tak jauh dari sana.










.






Jaemin tak mengerti apa yang ada di pikirkan si Lee Jeno ini di pagi hari, baru saja ia di tabrak pemuda itu dan sekarang pemuda itu kembali di bully. Jaemin benar-benar tak mengerti kenapa takdir si Lee Jeno itu menyebalkan.

Di lihatnya beberapa anak perempuan menatap Jeno dengan pandangan khawatir namun juga tak dapat berbuat banyak. "Cih...", Jaemin berdecih sembari menghela nafas, inikah cara mereka memperlakukan orang lain? Memang statusnya lebih rendah. Tapi bukankah tidak perlu dengan cara merendahkannya seperti itu, membuat pemuda tampan itu malu di depan orang banyak dengan menumpahkan jus mangga dan menyiramkannya di atas kepala Jeno.

"Siyeon! Jangan mendekat!", ancam perempuan yang berdiri tepat di depan Jeno, perempuan itu memberi isyarat pada gadis di belakangnya untuk tetap pada posisinya. Jaemin dapat melihat jika gadis itu menatap Jeno dengan raut wajah khawatir sedang Jeno mengalihkan tatapannya ke lain arah, seperti enggan untuk menatap gadis itu.

Moonwalk ✔| Nomin ver.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang