5. Siapa Yang Datang?

3.2K 297 6
                                    

Huffttt ... akhirnya sampe rumah juga. Hari pertama sekolah ini menjadi hari pertama yang memusingkan. Banyak kejadian tak masuk akal yang tiba-tiba aja masuk ke logikaku, dan aku kesusahan banget untuk mencernanya.

"Ma ... af. Inihh ... hhh ... jadi hari yang ... ngghhh ... tersulitmu."

Aku kira setelah sampai di rumah, nggak bakalan ada suara bisikan itu lagi. Sekarang, suara itu justru muncul begitu saja di sini, ketika aku sudah berada di kamarku.

Apakah kamarku juga seaneh sekolah itu?

Atau kamarku tertular keanehannya karena aku habis dari sekolah itu?

Ngomong-ngomong, kenapa Si Pembisik ini terdengar kesusahan untuk berbisik padaku, tidak seperti ketika di sekolah?

Kenapa aku seperti merindukannya?

Kenapa aku seperti ingin menemuinya?

Ada apa denganku?

Ah, Mamah sungguh salah memilih sekolah untukku.

Tok ... tok ... tok ....

Aku langsung mendelik ke arah pintu. Penasaran siapa yang mengetuknya. Ya, aku tahu itu nggak akan mengubah apa pun karena pintunya emang nggak tembus pandang. Tapi, ya setidaknya aku bisa ngebayangin seseorang yang ada di situ.

"Non Fia, itu ada temannya di bawah."

Oh, Bik Siti yang mengetuknya. Aku langsung beranjak dari kasur lalu berjalan ke pintu dan membuka kuncinya dulu. Ketika aku membuka pintu, Bik Siti langsung tersenyum manis padaku.

Aku membalasnya cuma tersenyum tipis seadanya doang. Ya, karena aku memang bukan termasuk orang yang suka senyum begitu.

"Ada apa, Bik?"

"Anu ... Non Fia, itu ada teman-temannya di bawah udah nungguin."

"Teman?"

"Iya, mereka bilang katanya temennya Non Fia, jadi Bibik ajak masuk aja."

Aku terdiam sebentar.

Setelah dipikir-pikir, Bik Siti tidak menyebutkan nama Teman Musuhku itu. Berarti, bukan Teman Musuhku yang ke sini. Lalu ... siapa?

Aku ingat sekali kalo aku bukan termasuk orang yang pandai bergaul dengan perempuan lain. Aku termasuk orang yang lebih pandai bergaul dengan lelaki, dan seingatku teman lelakiku belum pernah ada yang ke sini, karena aku emang nggak pernah mau ngasih tau rumahku pada mereka.

Tapi sekarang ... temanku yang mana, sedangkan nggak ada satu orang pun yang tau rumahku kecuali Teman Musuhku itu?

"Non?"

Aku terkejut.

"Ah, iya?"

"Non nggak apa-apa? Apa itu beneran temannya Non Fia?"

Aku menggeleng pelan. "Nggak tau, Bik. Fia nggak pernah ngasih tau letak rumah Fia ke teman-teman Fia, kecuali ke Sefi. Itu juga cuma Sefi doang yang tau rumah Fia."

Ya, Teman Musuhku itu memang bernama asli Sefi. Aku memanggilnya dengan namanya karena Bik Siti akan mengomeliku jika aku menyebutnya dengan julukanku.

Ya, dia akan mengomeliku karena aku sudah memberikan nama yang tak baik untuk Teman Musuhku itu, lalu katanya nama itu adalah do'a dari kedua orang tua, jadi jangan meledek nama orang seenaknya.

Jadilah aku nurut saja pada Bik Siti. Tapi, di luar itu aku selalu mengabaikannya. Berpura-pura tak pernah tau kalo Bik Siti pernah menasehatiku seperti itu.

New World [REVISI]Where stories live. Discover now