01

16.6K 1.6K 672
                                    

Kretek Kretek Kretek

PYAR!

"UH?!"

Hal pertama yang tertangkap oleh retina sang gadis ialah matahari menjingga yang perlahan tenggelam pada porosnya. Memudar cahayanya. Membiarkan gelap meringsek masuk menjadi kawan, berteman purnama dan taburan gemerlap bintang.

"Kegelapan itu? Ap-" suara tercegat begitu diri mendengar nada lelaki yang terdengar familiar pada indera.

"Ini adalah 3700 tahun setelah hari penuh kegelapan itu."

"Eh?!" maniknya membulat kala ia menyadari betul kalimat itu ditujukan untuk pertanyaannya. Menoleh ragu. Sang gadis putuskan untuk menuruti rasa penasaran yang membuncah dalam hatinya. Terlebih kala indera merasa begitu mengenali suara, tak lain dan tak bukan, apakah dia?

Sang gadis terkesiap hebat.

Kala atensi mendapati sosok pemuda bersurai badas menjulang bak daun bawang tengah menatap dirinya lamat-lamat dengan manik merah menyalanya.

"Ketua kapten? Ini kau?" lensanya liar menyelidik sang pemuda, dari ujung kaki sampai puncak surai bawangnya habis ia telisik. Cermat meneliti.

"Kau--"

"Panggil ketua saja cukup kan?" celetuk sang pemuda sambil mengusap pelan tengkuk miliknya.

"Ahh i-iya maksud saya itu, " pekik (y/n) panik.

"Lupakan saja, sekarang ikuti aku. Dan jangan berpencar, kau mengerti?" perintah sang pemuda langsung diangguk patuh oleh (y/n).

Pasalnya tak ada yang lebih menyeramkan dari kemarahan sang senpai SMA nya itu. Sedikit saja kamu membuatnya jengkel, maka bersiaplah untuk jadi kelinci percobaan sainsnya.

Setapak demi setapak telah dilalui. Dan sepanjang itu pula manik (e/c) milik sang gadis bergetar hebat kala mendapati keadaan telah berubah banyak selama ia tertidur panjang.

Jalanan aspal terganti tanah.

Pagar-pagar besi habis dimakan karat.

Hijau dipandang mata. Tak ada kota yang ramai. Hampir seluruh bangunan ambruk terganti oleh julangan semak belukar yang nampak kotor tak terawat.

Kilas balik memori waktu demi waktu terlintas di kepala. Bermula ketika ia mentah-mentah menolak sarapan yang dihidangkan, atau ketika ibu dan ayahnya saling menyalur kasih di malam natal.

Manik seketika memburam. Bulir air yang tertahan dibiarkan menetes dari hulu mata. Gadis itu meringkuk sedih. Menyadari sudah begitu terlambat baginya mengucap kata cinta dan kalimat perpisahan kepada orang tuanya.

"Hiks-hiks." (y/n) berusaha menyeka air mata yang tak henti-hentinya mengalir membasahi pipi.

"Tak ada yang perlu ditangisi dari hal ini. Walaupun kamu banyak kehilangan, alam tak akan pernah mengasihanimu." motivasi sang pemuda malah membuat tangis (y/n) semakin menjadi.

"Aklutlakpelnahmenglilainliakwalntlejadli" ingus yang memenuhi hidungnya membuat suaranya kacau dan terdengar sengau.

"Tck, bicara apa kau ini." pemuda itu nampak geram. Dengan kasar ia mengulurkan tangan untuk menggapai dagu (y/n), menariknya, membiarkan manik merah tajamnya bersitatap dengan manik (e/c) lembut yang sembab.

"Kau ingin apa?! pilihanmu hanya hidup dan hidup bukan?! Jangan tangisi masa lalu." sorot tajam dari lensanya berhasil menciutkan nyali (y/n). Tentu saja berhasil membuat (y/n) berhenti menangis karena yang ia rasakan saat ini adalah sebuah rasa takut yang luar biasa.

Only u ✿ Ishigami SenkuWhere stories live. Discover now