22. Safe Haven

19.7K 3.6K 753
                                    

Ada banyak kecebong melayang di langit
Matahari terbit di sebelah barat
Semuanya jadi aneh puyeng pening pusing ooo don't worry

Karena semua yang ada di tas kecil yang dipinjamkan paksa oleh Umai hanyalah segelintir alat make-up, ponsel, tisu, dompet dan ponsel, Rindang tidak punya banyak pilihan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Karena semua yang ada di tas kecil yang dipinjamkan paksa oleh Umai hanyalah segelintir alat make-up, ponsel, tisu, dompet dan ponsel, Rindang tidak punya banyak pilihan. Ia tidak membawa motornya hari ini. Terlalu merepotkan untuk menelpon salah satu temannya dan meminta mereka bertarung dengan macetnya ibukota. Dengan alasan hanya menjemput Rindang di daerah Cilandak. Opsinya satu; ia harus naik transportasi umum.

Dan saat menimbang-nimbang apakah lebih baik memesan ojek daring atau taksi saja, keinginan itu muncul. Rindang belum pernah mencoba MRT, Moda Raya Terpadu, yang baru dibuka akhir bulan kemarin.

Melakukan perjalanan. Dengan suasana baru. Sendirian. Benar-benar impiannya. Kecuali, fakta ia tidak sendirian sekarang.

"Bapak, kenapa ngikutin saya, sih!"

Akhirnya, pertanyaan itu ia suarakan pada makhluk tak diundang. Sosok yang mengintilnya semenjak tadi.

"Saya juga mau naik MRT, kok. Kita searah," ujar Samudera meyakinkan.

Sejak kapan rumah mereka searah? Rindang tidak tahu. Ketika Rindang berjalan dan mengatakan ia menuju stasiun Lebak Bulus, Samud mengatakan mereka baru berbagi sel otak yang sama. Kebetulan, katanya.

"Bapak bukannya bawa mobil?"

"Nggak, kok. Saya ... jalan kaki tadi," balas Samud. Tangannya sibuk menyimpan kunci mobil ke dalam saku denim.

Rindang tidak ingin membahas. Tidak ingin tahu. Mereka sekarang berada di stasiun bawah tanah Lebak Bulus.

Usai membeli tiket single trip di mesin tiket, ia memilih berdiri bersandar pada dinding. Menatap jadwal kereta, ia berupaya mengenyahkan keberadaan Samudera di sampingnya.

Tapi tentu saja, tidak akan berhasil.

"Kamu yakin nggak mau roti?" tanya Samudera lagi. Pria itu menyodorkan roti melon yang tadi ia beli.

Sebenarnya mau. Tapi, kan...

Rindang menggeleng. Namun, Samudera telah meraih tangannya, lalu menjejalkan satu bungkus roti di telapak tangannya.

"Makan, ya, nanti sakit. Dan kalau kamu sakit, jadi ada dua orang yang sakit di sini."

Kata-kata terakhirnya kalah oleh suara bising pengumuman keberangkatan.

Rindang mengerutkan alis. "Bapak tadi ngomong apa?"

Samudera berdeham. "Bukan apa-apa. Keretanya sudah datang, ayuk?"

Sekarang, ada banyak orang di sekitar mereka. Masing-masing dengan langkah terburu menghampiri pintu yang sudah dibuka. Seseorang menabrak bahu Rindang, membuatnya tersentak ke depan.

RINDANG [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang