28. Hai!

22.2K 3.9K 638
                                    

They're two, they're four, they're six, they're eight
Shunting trucks and hauling freight
Red and green and brown and blue
They're the Really Useful crew
All with different roles to play
'round Tidmouth Sheds or far away
Down the hills and round the bends
Thomas and his friends

They're two, they're four, they're six, they're eightShunting trucks and hauling freightRed and green and brown and blueThey're the Really Useful crewAll with different roles to play'round Tidmouth Sheds or far awayDown the hills and round the ben...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Telah berakhir, semuanya.

Mungkin benar apa yang orang-orang katakan; ada nama yang tertulis di hati tapi tidak bisa di buku nikah, ada beberapa hal yang hanya bisa kita inginkan namun tidak untuk dimiliki. Dan mungkin ... gadis itu, gadis pertama yang membuat detak jantungnya memberontak hebat, adalah salah satunya.

Sejak hari dimana ia memberikan punggung pada Rindang, ia telah melakukan segalanya, segala upaya dan pertahanan diri untuk tidak berbalik lagi seperti orang bodoh. Agar ia tidak memeluknya saat itu juga dan tidak membiarkannya kemana-mana. Agar ia berhenti memaksakan perasaan. Mungkin hanya butuh waktu. Atau mungkin, memang ada hal-hal yang mesti dilepaskan.

Samudera mendesah. Akan lebih mudah jika ia menyukai Nadya, teman sekelas yang pernah menyukainya dulu. Atau Nindi, atau Syifa. Atau gadis manapun selain Rindang.

"Jadi gimana, kamu belum berani bilang juga, Sammie?"

Pertanyaan yang datang tiba-tiba, seperti serangan, ia belum mempersiapkan diri untuk itu. Sehingga, untuk beberapa detik semua yang Samudera lakukan adalah terdiam. Nyaris, ia menjatuhkan semua belanjaan bukan miliknya yang saat ini ia jinjing. Ia Dan kediaman itu telah diartikan oleh wanita di sampingnya.

Wanita dengan rambut panjang ikal yang menyentuh bahu itu meletakkan kembali bungkus camilan yang tadi ia pegang untuk berbalik menghadap Samudera, sedikit mendongak karena cowok itu satu kepala di atasnya.

Sambil mengomel cepat, ia bersidekap. "Kamu gimana sih, Sam. Lembek banget. Waktu kamu SMA, ya bisa dimaklumi lah, ya. Waktu itu kamu kan dekil banget, pasti ditolak. Tapi sekarang kan, udah ... lumayan lah. Bisa diajak kondangan."

"Mbak, pernah makan sarden sama kaleng-kalengnya, nggak?" Samudera mengacungkan kaleng sarden ukuran besar di hadapannya, hal yang sukses membuat wanita cerewet di depannya itu diam sedetik.

"Habisnya. Kamu kan enggak akan pernah tahu kalau kamu nggak bilang. Mama juga udah tua, udah nunggu banget cucu dari kamu. Atau kamu nggak ada niat balikan sama mantan kamu pas kuliah itu?"

"Enggak, Mbak. Waktu itu aku nggak enak nolak aja, aku nggak ada perasaan apa-apa sama dia. Dan...," ia menjeda, mempersiapkan diri untuk apa yang akan ia ucapkan berikutnya, "Sudah, Mbak. Aku sudah bilang."

Mentari seketika berputar, tangannya menangkup wajah Samudera dengan semena-mena dan menatapnya dengan mata berbinar-binar.

"Terus gimana? Berarti sekarang udah jadian, dong?!"

"Enggak. Dia minta aku menjauh."

Ada rasa berbeda ketika kalimat itu meluncur dari bibirnya. Pada akhirnya ia harus mengakui bahwa ini terjadi, ini bukan lagi sekedar mimpi buruk. Kabar baiknya, ia telah berhasil mengatakannya, membongkar apa yang sudah terlalu lama ia simpan sendiri. Kabar buruknya, tidak peduli seberapa lama ia mempersiapkan diri, ia tidak, tidak akan pernah siap untuk penolakan ini. Dan ia ditolak.

RINDANG [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang