Chapter. 5

13.1K 1.3K 65
                                    

Written by. She_Liu 😘

Estelle menahan napas, sambil menjaga keseimbangan kedua tangannya, dan memusatkan perhatian pada sesuatu yang ada di hadapannya dengan penuh konsentrasi. Mencoba memindahkan sebuah telur mata sapi dari wajan anti panas pada sebuah piring datar, Estelle melakukannya dengan sangat hati-hati, dan takut jika telur itu akan jatuh.

Dia memekik senang ketika bisa menaruh telur itu, tepat di atas sandwich yang sudah tersaji di atas piring. Barulah dia bisa menarik napas dan tersenyum lega.

"Tidak ada yang sulit, jika kau berusaha, bukan?" tanya Marion dengan hangat.

Estelle menoleh dan menatap Marion dengan sumringah. Wanita tua yang dipanggilnya Mom itu, sudah berbaik hati mengajarkannya untuk membuat telur mata sapi. Berusaha untuk tahu diri karena menetap di rumah orang lain, Estelle sengaja memasang alarm untuk bangun di jam lima subuh, dan mencari kesibukan.

Merapikan ranjang sendiri, meletakkan selimut di tempat seharusnya, dan mengikat rambutnya. Semua hal itu dikerjakannya sendiri, karena tidak ada belasan pelayan yang melayaninya. Juga tidak ingin menjadi beban bagi pemillik rumah, Estelle memutuskan untuk turun ke lantai bawah setelah membersihkan diri, dan mendapati Marion yang sudah mulai sibuk menyiapkan sarapan di sana.

Estelle menawarkan bantuan dan Marion dengan senang hati menerima tawarannya. Pagi itu, Estelle belajar bagaimana membuat sandwich, menyusun berbagai varian bahan makanan di atas selembar roti, berusaha keras untuk membuat telur mata sapi, dan berhasil setelah gagal lima kali.

"Maaf, jika harus merepotkanmu," ucap Estelle malu-malu.

"Tidak merepotkan, justru aku senang jika memiliki teman saat membuat sarapan. Kau tahu? Hidup dengan dua lelaki cukup membosankan, karena mereka sedikit bicara, sedangkan aku terus bercerita," balas Marion santai, sambil membuat telur mata sapi dengan begitu mudah.

"Bagaimana kau bisa begitu mudah dalam membuat telur?" tanya Estelle takjub, sambil memperhatikan Marion yang mampu membuat tiga buah telur mata sapi sekaligus, dalam satu wajan datar itu.

"Berlatih selama berkali-kali, dan menjalankan insting sebagai wanita. Kau bisa berlatih juga dengan banyak melihat, seperti tayangan khusus masakan, buku resep, dan semacamnya," jawab Marion ringan.

"Kau tidak mengambil pelajaran khusus untuk membuat telur? Maksudku, kupikir kau pernah mengambil sekolah jurusan untuk memasak," balas Estelle dengan ekspresi tertegun.

Marion tertawa pelan, lalu menggeleng. "Tidak. Semua bisa dilakukan karena proses pembelajaran. Kau hanya perlu melatih diri untuk menjadi lebih baik."

Estelle mengangguk sambil mengingat dalam hati untuk semua yang disampaikan oleh Marion padanya. Merasa begitu damai ketika memiliki teman bicara yang bisa mengajarkan banyak hal. Inikah rasanya jika memiliki seorang ibu? Tanyanya dalam hati. Dimana dirinya bisa menjadi diri sendiri dan bisa bertanya apa saja tanpa beban.

Marion sudah menyelesaikan tiga buah telur mata sapi, dan menaruh di atas sandwich lainnya. Membuat empat porsi sandwich telur dan ham, lalu meminta Estelle untuk menyajikan di meja makan. Mengikuti arahan Marion, Estelle menaruhnya di posisi kursi yang sudah disebutkan.

"Apa makanan kesukaanmu, Estelle?" tanya Marion kemudian.

Estelle terlihat berpikir, lalu mengulum senyum pelan. "Makanan favoritku adalah sup tomat dengan krim keju buatan ayahku."

Alis Marion terangkat, dan sorot matanya berbinar senang. "Buatan Brick yang satu itu, memang tidak ada tandingannya. Aku sempat meminta resepnya, dan aku akan mencoba membuatkannya untukmu. Kuharap cukup lezat karena Brick pernah mencibir hasil buatanku."

The Sadden QueenWhere stories live. Discover now