Chapter. 10

12.8K 1.2K 110
                                    

Jared hanya mengulum senyum geli ketika melihat sikap Estelle yang tampak malu-malu dan terkesan menghindar darinya. Cukup menggemaskan mendapati seorang wanita yang masih begitu naif dan polos di zaman sekarang.

Terkesan kekanakan dengan sikap cemburu yang tidak disadarinya, Jared bahkan tidak mampu menahan senyuman sejak semalam hingga saat ini setiap kali melihatnya. Bahkan, dia tidak terlihat harus menjaga sikap di depan Jarvis yang sedaritadi sudah memperhatikannya.

"Jadi, karena saat ini sudah pagi dan menikmati sarapan bersama. Apakah kalian bisa menjelaskan kemana kalian pergi sampai pulang tengah malam?" tanya Jarvis sambil memotong sandwich, tapi matanya mendelik ke arah Jared dan Estelle secara bergantian.

Pertanyaan konyol itu lagi, batin Jared geram. Dia menoleh pada Jarvis dengan satu alis terangkat, sementara Estelle mulai gugup. Marion datang dan melempar tatapan menegur pada Jarvis sambil menaruh sepiring pancake di atas meja.

"Bukankah kita sudah sepakat untuk tidak membicarakan hal ini, Sayang?" tanya Marion dengan nada menegur.

"Aku hanya...,"

"Why, Dad? Apa kau masih penasaran karena tidak bisa melacak keberadaanku? Juga tidak mengetahui kemana aku membawa Estelle pergi?" sela Jared tajam.

"Karena aku tidak ingin kau menyakitinya," balas Jarvis tegas.

"Jared mengajakku jalan-jalan dan menikmati suasana kota di Times Square, Dad," ujar Estelle menengahi dengan ekspresi meyakinkan di sana.

Tapi begitu semua tatapan tertuju padanya, dia kembali gugup dan menunduk untuk menatap mangkuk serealnya yang masih penuh.

"A-aku tidak nyaman jika harus diperhatikan seperti ini," gumamnya pelan.

Senyuman Jared kembali mengembang dengan rasa gemas yang semakin menyeruak. Ingin rasanya meraih wanita itu dan memeluknya hingga kehabisan napas. Terlebih lagi rona merah di kedua pipinya yang mengingatkan Jared saat wanita itu mendapatkan orgasmenya. Hal itu membuat tubuhnya menegang secara spontan.

"Kau tidak perlu membelanya, Estelle. Atau jangan-jangan, Jared sudah mengancammu?" tanya Jarvis kemudian.

Jared langsung mendesis dan Marion kembali menegur Jarvis dengan nada yang lebih tinggi dari sebelumnya.

"Sayang, kau tidak bisa memperlakukan anak-anak seperti itu!" tegur Marion.

"Aku hanya ingin mendidik mereka," ujar Jarvis membela diri.

"Itukah caramu mendidik dengan tidak menaruh rasa percaya pada mereka? Tidakkah kau sudah mengekang dengan rasa ingin tahumu yang berlebihan? Atau sebenarnya, kau mengharapkan jawaban yang lain?" balas Marion sengit.

Jared mengerutkan alis sambil menoleh pada Jarvis, menatapnya singkat, dan berdecak pelan. "Apa yang kau inginkan, Dad?"

"Aku hanya ingin memastikan kau tidak melewati batas. Bagaimanapun, Estelle adalah adikmu," ujar Jarvis sambil menyeringai.

"Adikku?" gumam Jared sambil tertawa hambar. "Kau mengangkatnya sebagai putrimu dan bukan berarti aku harus menganggapnya demikian."

"Lalu, kau menganggapnya siapa?"

"Tentu saja sebagai Estelle, putri dari sahabatmu, yang tinggal di sini karena yatim piatu. Dia...,"

"Jared! Rumah kita bukan penampungan atau panti asuhan! Kau tidak bisa mengatakan hal seperti itu! Estelle adalah keluarga kita!" sela Marion tegas.

"Jika memang kau tidak menganggapnya adik dan bersikukuh untuk menolaknya sebagai keluarga, lalu apa?" tanya Jarvis dengan seringaiannya yang menyebalkan.

The Sadden QueenDonde viven las historias. Descúbrelo ahora