Chapter. 25

10.7K 1.5K 124
                                    

Estelle menarik napas dan mengembuskannya cepat, lalu mengulang kembali sampai debaran jantungnya kembali normal.

Dia mengusap wajah dan memaki diri sendiri dalam hati. Entah setan apa yang merasukinya hingga bersikap murahan dan membiarkan Jared menyentuhnya, menggagahinya, dan membuatnya mengerang penuh nikmat.

Teringat ciuman dan sentuhan Jared seperti ini saja, sudah membuat Estelle merasakan denyutan nyeri di dalam tubuh, yang berarti dia masih menginginkan Jared yang menyetubuhinya sekitar dua jam yang lalu, atau saat Royce sudah terlelap kembali.

"Ini tidak benar," gumam Estelle seorang diri sambil menggelengkan kepala.

Dia duduk di sisi bathub, mencoba menjernihkan pikirannya setelah membersihkan diri, dan berpikir tentang kelanjutan hari itu. Tentu saja, saat ini sudah mencapai dini hari, dan Jared masih berada di dalam kamar Royce, yang terhubung dengan kamar pribadinya.

Estelle merasa seperti jalang yang haus akan sentuhan, dan sialnya memang begitu. Dia tidak bisa berpikir jernih, selain membiarkan perasaannya memimpin untuk menguji hati bahwa dirinya masih mencintai Jared, dan membiarkan pria itu membawanya dalam kenikmatan yang dirindukan.

Kembali berpikir keras, tapi tidak ada yang sanggup dipikirkan, Estelle menghela napas keras dan semakin bimbang. Tidak tahu apa yang harus dilakukan saat berhadapan dengan Jared, atau bertatap muka dengan para penjaga nantinya. Sebagai seorang ratu, Estelle merasa tidak bisa menjaga diri, juga bersikap sebagaimana seharusnya.

"Apa yang sedang kau pikirkan, Yang Mulia?"

Pertanyaan Jared spontan membuat Estelle tersentak dan segera mendongak untuk mendapati pria itu sudah berdiri tepat di depan pintu, tampak cemas dan bingung di saat yang bersamaan. Memikirkan kembali tentang Jared yang berada di dalam rumah persembunyiannya, juga karena dirinya yang mengizinkan hal itu, Estelle merasa jika sudah terikat dengan kehadiran pria itu.

"Kenapa kau bisa masuk ke dalam sini? Dan kenapa kau tidak mengetuk pintu?" tanya Estelle ketus.

"Aku sudah mengetuk pintu tapi kau tidak menjawab. Aku membukanya dengan pemindai darurat yang ada di kenop pintu, untuk memastikan jika kau baik-baik saja," jawab Jared menjelaskan.

Estelle tertegun, tidak menyangka jika dia akan tenggelam dalam pikirannya sampai tidak mendengar apa-apa. Melihat Jared yang masih berdiri di pintu saja, Estelle sudah tidak tahu apa yang harus dilakukan selain terdiam dan menatapnya dengan ekspresi hampa.

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Jared dengan nada yang sangat pelan dan lembut.

"Apa aku terlihat baik-baik saja?" tanya Estelle tanpa perlu berpikir.

Jared memperhatikannya dengan seksama, lalu mengerutkan kening seolah berpikir, kemudian menghela napas. "Bingung dan panik, itulah yang terlihat darimu."

Estelle menganggukkan kepala seolah setuju dengan ucapan Jared. Kemudian, Jared melangkah untuk mendekati Estelle, lalu menumpukan satu lutut tepat di depan pangkuan Estellle yang sedang duduk di sisi bathub.

"Maafkan aku," ucap Jared dengan ekspresi sungguh-sungguh.

Keduanya saling bertatapan dengan sorot mata lirih yang sama, seolah saling mempelajari ekspresi untuk mendapatkan jawaban dari setumpuk pertanyaan yang memenuhi isi kepala, dan itu membuat degup jantung Estelle berdebar lebih kencang.

"Aku tahu kau sedang kebingungan dan tidak terima dengan apa yang kau rasakan padaku. Hatimu mungkin masih memiliki perasaan itu, tapi pikiranmu sudah pasti menolak. Maafkan aku, tidak ada yang bisa kulakukan untuk itu," lanjut Jared pelan.

"Dan kau merasa di atas angin?" tanya Estelle getir.

Jared menggelengkan kepala. "Tidak, aku sama sekali tidak merasa seperti itu. Sebaliknya, aku justru berada di dalam titik terendah dalam hidupku, Yang Mulia. Aku..."

The Sadden QueenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang