14. Masalah Setelah Masalah

797 143 58
                                    

Keluar dari kandang macan, masuk ke kandang harimau. Tidak. Istilah ini kurang tepat.
Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Tidak lagi. Ini juga kurang tepat.
Jadi, istilah apa yang bisa dipakai untuk dua masalah yang datang beruntun? Dengan catatan, tidak hanya mengarah pada satu orang.
_____

Berulang kali Jisoo melihat jam. Menghitung waktu. Memperkirakan kapan pemeriksaan yang dijalani Seokmin akan berakhir.

Menurut informasi yang didapat dari tetangga Seokmin, kepolisian datang dan menjemput pada jam 6 sore. Sempat terjadi keributan karena teman Seokmin mencegat penangkapan. Aish, ralat, penjemputan. Penangkapan terdengar sangat kejam.

Meski tidak tahu siapa namanya, ciri khasnya sulit dilupakan. Tetangga Seokmin menjelaskan. Bertubuh jakung dengan kulit cokelat tan eksotis. Jisoo menebak. Namanya Kim Mingyu. Tidak jarang menjadi bahan obrolan Seokmin di sela-sela kegiatannya mengerjakan tugas. Pakar cinta, katanya. Sering menjadi tempat konsultasi. Termasuk saat Jisoo mengamuk hingga Seokmin bingung bagaimana caranya meminta maaf.

Seokmin bercerita. Skenario menangis di pinggir jalan dan menunjukkan nilai E-nya pada Jisoo adalah buatan Mingyu. Membuat Jisoo yakin, kelakuan dua sahabat ini tidaklah jauh berbeda. Ajaib cendrung idiot.

Benar. Penyesalan selalu datang terlambat. Kenapa tidak sejak sore saja Jisoo mendatangi apartemen Seokmin? Pasti ia pun akan melakukan hal yang sama. Melakukan pemberontakan keras karena perilaku keji itu tidak mungkin dilakukan oleh Seokmin. Atau setidaknya, Jisoo bisa ikut ke kantor polisi. Mendampingi Seokmin selama menjalani pemeriksaan.

Sudah seperti ini, Jisoo bisa apa? Tetangga Seokmin bahkan tidak tahu Seokmin akan dibawa ke kantor polisi yang mana. Tidak tahu akan langsung ditahan atau hanya dijemput untuk dimintai keterangan.

Selain jam, mungkin jendela adalah benda kedua yang akan meneriaki Jisoo karena kesal. Merasa terlalu sering dilihat. Membuat risi. Lalu benda ketiga adalah ponsel genggam. Notifikasi menjadi incaran.

Hingga sekarang, hasilnya pun masih tetap sama. Seokmin tidak juga membalas pesan Jisoo. Lampu apartemen Seokmin dibiarkan mati. Waktu yang berlalu dari penjemputan hingga detik ini telah menyentuh angka 4 dalam hitungan jam.

Harus berapa lama Jisoo menunggu?Akan seberapa lama Seokmin menjalani pemeriksaannya? 5 jam? 6 jam? Berapa pun waktu yang ditempuh, tetap bukanlah hal yang baik.

Punggung tersandar, kepala menoleh ke kanan. Memandangi jendela yang kordennya sengaja dibuka lebar agar bisa langsung tahu begitu lampu apartemen Seokmin menyala, dengan tatapan kosong. Sungguh benci situasi ini. Membuatnya merasa canggung sendiri. Tidak mengerti kenapa bisa merasa sangat khawatir. Bahkan membuatnya menomorduakan kewajiban lain. Menyetorkan artikel malam ini. Tapi yang jelas, Jisoo yakin, kekhawatirannya ini dilandasi oleh kebaikan Seokmin sebelumnya. Membantu Jisoo menyelesaikan kasus teror kemarin.

Ini adalah kesempatan emas untuk melakukan balas jasa.

Tidak tahan. Jisoo banyak melafalkan doa sebelum kembali mengirimkan pesan. Terhitung. Pesan yang ke-26.

"Kamu baik-baik saja? Tolong. Setidaknya beri aku kabar."

Pesan terkirim. Jisoo meremat jari jemari kurusnya. Semenit, 2 menit, waktu berlalu begitu cepat hingga menyentuh menit ke-5. Lagi. Pesan Jisoo diabaikan. Hampir menyerah, keajaiban dunia malah terjadi. Bukan sekadar kiasan. Benar-benar patut dimasukkan ke dalam daftar keajaiban dunia.

Jisoo menerima sebuah pesan dengan nomor tanpa nama. "Noona Jendela, ini aku. Hubungi aku di nomor ini. Ponselku disita sebagai barang bukti." Tidak hanya itu, pesan lainnya menyusul. Meski hanya berupa emotikan hati berwarna merah.

Sugar Boy (✓)Where stories live. Discover now