1. Teman Kecil

308 88 120
                                    

    Dengan tape recorder yang ada dalam genggaman tanganku, aku menekan tombol play dan mendekatkan benda itu dengan mulutku. "Aku bingung... Kenapa engkau menciptakan aku jika hanya kesedihan yang aku dapati dan jalani. Aku hanya ingin hidup normal seperti yang lainnya, mengapa kau tak berikanku izin untuk itu ya Tuhan. Aku.... Hanya ingin bahagia" setelahnya aku menekan tombol stop.

    Kembali menatap jalan lewat kaca bus yang aku tumpangi. Hingga bus ini berhenti di pemberhentian halte dekat sekolah. Meski dekat tapi aku harus tetap berjalan kaki lagi sekitar 50 meter untuk sampai ke sekolah.

    Aku memasuki gerbang sekolah.

    Dan terus menyusuri koridor sekolah yang sudah mulai ramai oleh murid yang berdatangan. Sepi rasanya walau sekitar sangat ramai.

    "Embun!" Panggil seseorang dari arah belakang sambil berlari kecil ke arahku.

    "Nih, seperti biasa aku bawain sarapan buat Embun temanku. Jangan sampai gak dimakan!!" pintanya sambik mencubit pipiku

    "Makasih ya Ndra, pastinya aku makan kok"

    "Oke, sama-sama"

    Lelaki itu, dia Azura Mahendra. Katanya dia tidak mau memanggil namaku Ara karena dia tidak mau panggilannya untukku sama dengan yang orang lain panggil. Jadi, dia memanggil ku Embun. Nama tengahku.

    Dia temanku sejak aku kecil. Aku bertemu dengannya saat dia sedang menangis sendirian di taman kompleks. Disaat umurnya 6 tahun ia ditinggal oleh kedua orang tuanya. Dan mulai di situlah kita menjadi teman sampai saat ini.

    "Nanti pulang sama siapa?" tanya Mahendra.

    "Sendiri seperti biasa"

    "Yaudah hati-hati ya"

    Aku kira kali ini Mahendra akan mengantarku pulang bareng, ternyata tidak. Tapi ya sudahlah.

    "Oke siap." Aku memberinya hormat seperti seorang kapten.

    "Dah... Aku ke kelas duluan ya."

    "Iya bye..."

***

Flashback on...

"Hai kamu kenapa menangis?" Aku bertanya, tetapi tidak ada balasan dari laki-laki itu. Dia malah semakin sedih dan terus mengucek matanya yang sembab.

"Sudah jangan nangis lagi. Kamu itu laki-laki, jadi tidak boleh nangis." Aku terus memberinya semangat tapi tetap saja dia tidak berhenti menangis.

"Kenapa? Apa yang buat kamu sedih?" kali ini pria itu menoleh. Sangat terlihat jelas matanya yang memerah dan sembab akibat tangisannya.

"Apa kau tahu bagaimana rasanya ditinggal oleh seseorang yang sangat kau sayangi?" ucapnya sambil meneteskan kembali air matanya.

Aku mengelap air mata itu. "Aku tidak pernah merasakannya, tapi aku tau rasanya seperti apa."

"Rasanya hidup ini tidak berarti lagi, aku mau ikut pergi hiks.. hiks.. sam-ma Pa-pa sam-ma mam-ma" tangis laki-laki itu lagi dengan sesegukan

"Memangnya mereka pergi kemana?"

"Mereka sudah pergi jauh, bahkan amat sangat jauh."

Aku menarik tangannya tanpa aba-aba. Mengajaknya ke suatu tempat, mungkin dengan begitu sedihnya akan hilang. Dan benar saja dia berhenti menangis.

If You Love Me✔Where stories live. Discover now