11. Traktiran

130 28 36
                                    

Lantas bagaimana dengan janjimu?
Apakah kau melupankannya?

Untuk tetap selamanya bersamaku
selalu berada disampingku dan membuat ku tertawa lepas

***

---Ara Pov---

"AAAAAARGHH...." Aku berhenti berlari kemudian mengeluarkan semua kemarahanku lewat teriakan yang entah pada siapa.

"ARA LELAH YA TUHAN... ARA LELAH!" Teriakku lagi.

Herm~ herkm~ aku sesegukan setelah menangis cukup lama.

"Sudah cukup semuanya..." ucapku menundukan wajah lemah. "Apa kau kurang cukup sudah mengambil nyawa Mamaku!!..."

"Kumohon Tuhan... Ambillah nyawaku secepatnya agar aku tidak terus-terusan menderita karena penyakit sialan ini!!!"

"Aku hanya mau tersenyum setiap harinya..."

Disaat itu seseorang menyentuh bahuku pelan, sangat pelan. Aku berbalik badan. Mendongak, menatap wajahnya. Betapa terkejutnya aku ketika melihat dirinya berada di sini.

Dia memelukku erat, mengusap suraiku lembut. Dirinya juga tidak kalah kaget melihat diriku yang sekarang.

Oh ya Tuhan apalagi ini? Kenapa engkau menghadirkan Mahendra di saat yang tidak tepat. Apa dia mengetahui semuanya?

Masih dalam pelukan, Mahendra meletakan dagunya di atas kepalaku "Sekarang aku izinin Mbun buat nangis, buat marah" tanpa dapat ijin pun air mata ini juga sudah turun dengan derasnya.

Beberapa menit memelukku, Mahendra melepaskan dan ia terkejut. Menangkup wajahku dengan kedua tangannya. Ia mengerutkan keningnya bingung.

"Kenapa?" Tanyaku dengan suara parau khas menangis.

Jari Mahendra perlahan menyentuh bagian bawah hidungku. "Mbun..." lirihnya sambil melirikku.

Aku refleks menjauhkan wajahku darinya. Menepis tangannya.

"Mbun... Kamu mimisan!!" Ucapnya histeris.

"Ahh ini bukan apa-apa." Aku berusaha tenang dan mengelapnya dengan jemariku.

"Tapi dengan kondisi kamu yang kaya gini gak mungkin kamu baik baik aja." Mahendra terlihat sangat khawatir. Ini yang aku tidak inginkan. Membuat orang khawatir hanya karena penyakitku yang gak berguna ini.

"Pergi..." Aku berucap lembut dengan tatapan kosong lurus ke depan, membelakangi Mahendra.

"Tapi kita harus pulang. Dan Embun harus istirahat"

"Aku bilang pergi, Mahendra!!"

"Embun. Kamu tau kan kita sahabatan udah berapa tahun lamanya? Apa gini caranya sahabatan? Sahabat gak akan pernah nyimpen semuanya sendiri. Dia selalu berbagi apapun itu"

"Ndra... Aku cuma akan bisa berbagi kesedihan, jadi aku mohon kamu pergi dari sini" aku masih menatap lurus ke depan.

"Dulu, kamu yang buat aku tersenyum disaat aku sedih. Apa ini adil, kalau aku harus pergi gitu aja dengan keadaan Embun yang seperti ini?"

"Ini bukan tentang adil atau nggak adil"

"Aku yakin. Seandainya aku yang di posisi kamu pasti kamu akan lakuin hal yang sama Mbun buat aku. Jadi, aku mohon kita pulang, kamu harus istirahat. Aku yakin Embun capek setelah berlarian lumayan jauh"

"Sejak kapan kamu ngikutin aku?" Aku menoleh ke belakang. Menatap Mahendra.

"Sejak kamu mulai nyembunyiin sesuatu dari aku"

If You Love Me✔Where stories live. Discover now