4. Sudah Terjadi

146 59 61
                                    

Apakah boleh jika aku mencintai seseorang yang sejak kecil selalu bersamaku,
sahabatku sendiri

Tapi wajar bukan, bila perasaan ini tumbuh seiring berjalannya waktu
°°°


Seseorang dengan kaus dan kemeja yang tidak dikancing sebagai luaran membalut tubuhnya, datang menghampiri Mahendra.

"Saya mau ngomong sebentar sama kamu" Mahendra membawa seseorang yang aku tidak tahu namanya itu pergi entah kemana.

"Pah... kita masuk ke dalam yuk" tanganku sudah membuka pintu kamar Mama

"Yuk" jawab Papah singkat sambil melangkahkan kakinya mengikutiku di belakang

"Pah, kalo Mama kenapa kenapa gimana Pah?" tanyaku tiba-tiba melirik Papah perlahan

"Papah juga bingung Ra harus bagaimana lagi. Papah serahkan semuanya sama Tuhan" Aku mengelus punggung Papah perlahan mencoba menenangkannya. Walau sebenarnya aku juga sangat membutuhkan seseorang untuk menenangkanku.

Disaat itu. Saat aku menenangkan Papah, Mama yang sedang tidur berbaring di atas ranjang menghirupkan napasnya kasar secara cepat. Berkali-kali.

Membuat aku dan Papah panik mencari dokter ataupun suster yang merawat Mama. Dan dengan segera dokter Burhan datang lantas memeriksanya.

Aku menggigit bibir. Bingung. Panas dingin. Takut. Khawatir. Semua menjadi satu.

Dokter Burhan dengan cepat mengambil tindakan. Mamaku segera di defibrilasi. Dokter mulai menempelkan lempengan lempengan dengan kabel di dada Mamaku dan mulai mengirim kejutan energi tinggi ke otot jantung dengan alat defibrilator.

Setelah dua menit tidak berhasil. Dokter memberikan CPR pada Mama agar darah yang mengandung oksigen bisa kembali mengalir ke otak dan seluruh tubuhnya.

Layar monitor Mama sudah menunjukkan garis lurus. Dengan suara yang pasti kalian sudah mengetahuinya. Namun, dokter masih terus berusaha.

Tes

Tanpa sadar air mataku jatuh.

"Dok lakukan terus, Dok... Selamatkan Mama saya..." ucapku parau dengan air mata yang sudah membanjiri pipiku

Papah terlihat bersemangat beberapa detik setelah melihat layar monitor yang menandakan detak jantung kembali normal. Akupun ikut tersenyum simpul.

Tapi hanya untuk beberapa saat saja, sebelum semua ini memang sudah jalannya.

Tiiiiiiiiiiiiiittt

"Maaf kami sebagai Dokter sudah bekerja dengan baik. Namun Tuhan berkata lain"

Dokter mulai mencabut kabel kabel dan berbagai selang yang menempel di tubuh Mamaku.

"MAMAAA..." teriakku dengan suara tertahan sambil mengguncangkan tubuhnya.

"MAMA BANGUN!! KENAPA MAMA KAYA GINI KE ARA. ARA GAK BISA MAH, Ara gak bisa..." Aku menoleh ke Papah. Mengelap kasar air mataku. "PAH, KATAKAN KALAU INI SEMUA HANYA MIMPI BURUK ARA!!"

If You Love Me✔Où les histoires vivent. Découvrez maintenant