9. Terungkap

125 36 36
                                    

Kini aku dan Papah sedang sarapan bersama. Sepi rasanya. Tapi, berulang kali Papah mencoba membuat suasana menjadi humor.

"Ara tahu gak?" tanya Papah yang tak henti-henti.

"Gimana Ara mau tahu, kan Papah belum kasih tahu" ucapku seraya menyuap roti ke dalam mulut.

Papah terkekeh, "ohh iya ya... Hehehe kalau gitu biar Papah kasih tahu"

"Hm, aku harap ini berita gembira lho Pah" aku menatap Papah dengan penasaran.

"Papah rasa begitu..." Papah menggantungkan ucapannya seraya tersenyum. Aku menatapnya serius. "Karena Papah sekarang... Udah kerja di perusahaan lagi walau bukan tempat yang dulu"

"Hah!!" mataku membulat tak percaya. Aku loncat memeluk Papah, senang mendengar berita seperti ini.

"Syukur deh Pah, Ara seneeng banget dengernya"

Papah terkekeh, mengelus tanganku yang melingkar di bahu Papah "Papah juga seneng. Sekarang kamu cepetan habisin rotinya, kita berangkat"

"Oke Pah" ucapku semangat.

Setidaknya berita gembira seperti ini akan membuatku melupakan kesedihan.

🍦🍦🍦


Seperti biasa aku menyusuri koridor menuju kelas. Dan seperti biasa pula Mahendra mengagetkanku ketika aku ingin melangkah masuk ke dalam kelas.

"Embun!!" teriaknya di telingaku.

Aku refleks menutup telinga dan menoleh. "Apa si, Ndra..."

Ia mengangkat kotak makan yang ia bawa di tangannya dan menggerak gerakannya sambil tersenyum. "Seperti biasa, bekal untuk Embun"

Aku tersenyum mendengarnya dan tanganku meraih kotak makan itu. "Harusnya kamu bawa dua"

Mahendra menanutkan kedua alisnya, bingung. Namun aku segera memberitahunya. "Satu lagi buat teman kamu Farel, supaya dia gak gangguin aku"

Mahendra terkekeh, "dia mah gampang, yang penting sekarang temenin aku kantin" ia memegang pergelangan tanganku dan menariknya sesuka hati menuju kantin.

"Dah, sekarang Embun duduk diam. Karena aku tahu pasti Embun akan jawab 'kenyang' kalau di suruh pesen"

Aku tersenyum. Mahendra saja memang yang tahu se-detail itu.

"Masih gak mau pindah ke menu sarapan lain?" aku menatapnya yang dengan lahap memakan menu sarapan setiap harinya.

"Nggak"

"Segitu sukanya ya sama nasi uduk" Mahendra mengangguk lantas tersenyum. Membuatku hanya geleng-geleng kepala.

🍦🍦🍦

"Gimana? Kamu suka?" tanya Farel yang tengah duduk berdua di taman kompleks.

"Apa?" aku menoleh ke arahnya.

"Bunga yang aku kirim tempo hari, cantik kan?" dan entah sejak kapan dia menggunakan kata 'aku' bukan 'saya'.

"Astaga... Jadi itu kamu pengirimnya? Ya ampun Farel, bagaimana bisa kamu tahu tanggal ulang tahun aku?" aku kaget bukan main. Ternyata pelakunya Farel, si manusia iseng.

"Gimana? cantik kan bunganya, seperti kamu Ara" Farel menatapku lantas tersenyum.

Aku balas tersenyum. "Tapi lebih cantik bunganya"

"Nggak, keduanya sama cantiknya"

"Kamu tahu Farel? Segala sesuatu gak bisa dilihat hanya dari cantiknya. Tapi kamu harus lihat lebih dalam lagi, apa itu baik untuk diri kamu atau tidak"

If You Love Me✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang