P-9

2.9K 347 94
                                    





🌿🌿





Duduk sendiri di taman rumah sakit. Rae Na menggenggam sebuah gelang berwarna hitam dengan titik-titik putih sepanjang lingkaran. Dengan gantungan berbentuk menara eifel ukuran kecil. Tidak menarik memang. Bahkan, tidak kelihatan bagus. Karena, hanya gelang sederhana yang mungkin harganya tidak lebih dari lima ribu won.

Sebenarnya, sudah lama Rae Na tidak pernah memakai gelang itu. Tapi, kemarin dia menemukannya di salah satu kotak yang disimpan dalam lemari.

Lama bernostalgia dengan gelang itu, sampai tidak menyadari seseorang telah duduk di sampingnya.

"Sepertinya gelang itu sangat berarti?"

Sontak, Rae Na menoleh. Didapatinya pria Bermarga Min tengah menatapnya. Rae Na tersenyum simpul.

'Mana mungkin kau ingat barang sekecil ini'


"Dulu aku mendapatkannya dari seseorang. Tapi, mungkin orang itu sudah lupa" jawab Rae Na halus dengan kepala menunduk. Masih memutar-mutar gelang itu.

"Dari kekasihmu?"

Rae Na diam. Tenggorokannya mulai terasa kering dan perih. Namun, beberapa detik kemudian tersenyum sendu. Matanya berkaca.


"Dulu, aku harus bekerja keras untuk mendapatkannya. Karena dia tidak mau memberikannya. Jadi, aku harus memintanya berkali-kali. Bahkan, memaksanya" diakhiri dengan kekehan hambar. Mengenangnya benar-benar membuka luka lama.

"Di mana dia sekarang?"


"Dia pergi ke luar negeri demi pekerjaan. Lalu, kembali dengan melupakan segalanya"


Hampir saja air matanya mengalir, mengingat betapa miris dirinya. Bahkan orang yang dimaksud ada di sebelahnya. "Rasanya dia semakin jauh. Padahal sangat dekat"


"Sepertinya, kau sangat mencintainya"

Rae Na semakin mengeratkan genggaman pada gelang itu. Susah payah menahan air matanya agar tidak jatuh. Namun, itu membuat tubuhnya bergetar.

Hal itu membuat Yoongi merasa iba. Ada rasa yang kembali tidak dapat dia uraikan sendiri. Sedikit rasa sesak sepertinya. Hingga tangannya yang tadi diam bergerak dengan ragu. Lalu, mendarat di kepala belakang gadis itu. Dengan canggung dia membelainya.


Rae Na tersentak. Debaran jantungnya semakin tak terkendali. Namun, sesak di hatinya juga semakin terasa. Hingga berhasil meluncurkan air matanya yang tertahan.

"Jangan menangis"


Bagaimana mungkin tidak menangis. Jika orang yang menjadi alasannya menangis ada di hadapan. Hingga rasanya ingin memeluk orang itu. Lagi-lagi, dia harus menahan diri. Mengendalikan tubuhnya agar tidak menerjang pria yang terus membelai lembut rambutnya.




~




Yoongi pulang bersama sopir. Kepalanya terasa pening. Terlebih ingat gadis yang menangis tadi. Perasaannya menjadi tidak tenang. Sepanjang perjalanan dia hanya memikirkannya. Berujung pada gelang yang kembali terasa tidak asing.

Mungkin gelang seperti itu banyak di pasaran. Tapi, dia merasa ada sesuatu dengan gelang digenggaman gadis tadi. Ah, mungkin dulu dia punya. Tapi, sudah hilang. Bisa jadi.


"Yoon, bagaimana?" Tanya sang ibu saat Yoongi melewati ruang tengah.

"Seperti biasa. Aku ke kamar"


Setibanya di kamar, Yoongi langsung menghempaskan tubuh ke tempat tidur. Dia benar-benar ingin mengingat segalanya. Agar semua terasa lebih mudah.


Sesalnya adalah kenapa tidak ada kenangan yang tersimpan. Kecuali buku pelajaran semasa sekolah hingga perguruan tinggi. Haruskah Yoongi mempelajari kembali semua itu? Atau harus mengunjungi semua sekolah tempatnya belajar dulu?


Tolong bantu Yoongi.






~




"Perawat Jang!"

Rae Na memutar kepala. Dokter Kim tengah berjalan menghampirinya.

"Mau pulang?"

"Ya"

"Ayo pulang bersama"

"Ah, tidak perlu. Saya bisa naik bus"


"Sekali-kali. Kau selalu menolak ajakanku. Atau kau ingin pulang bersama Tuan Muda Park?"


"A-apa?! Tentu saja tidak"

"Kalau begitu, mari pulang bersama"


"B-baiklah. Terima kasih, Dokter Kim"


Dokter itu hanya tersenyum. Lalu, jalan bersama menuju tempat parkir mobil.



Hampir setengah perjalanan dilewati. Keduanya tidak banyak bicara. Hanya Seok Jin yang meminta Rae Na agar tidak bicara formal jika di luar rumah sakit dan di luar pekerjaan.

"Mau makan dulu?" Sang dokter memberi tawaran.


"Kalau kakak tidak lapar sebaiknya tidak usah. Langsung pulang saja" jawab Rae Na dengan ragu karena harus memanggil kakak pada pria yang biasa dipanggil dokter itu.


"Kenapa tersenyum?" Tanya Seok Jin, melihat gadis di sampingnya tampak tersenyum tipis.

"Aneh rasanya memanggil kakak pada dokter"


Mobil berhenti di tempat makan. Seok Jin menatap Rae Na sejenak dan ikut tersenyum. "Kenapa memangnya?"


"Tidak apa-apa. Hanya terasa aneh saja. Sudah biasa memanggil anda dengan Dokter Kim"

"Sudahlah. Ayo, turun!"

"Terima kasih, K-kakak"

Rae Na tertawa ringan. Tetap merasa aneh dengan sebutan itu. Lalu, dibalas gelengan oleh sang dokter muda seraya tersenyum.









Bersambung®®

Gelang yg ku maksud itu aku punya dulu. Tp, aku cari gak ada. Lupa ku taruh dimana. Harganya 2500 kalo gak salah 😆😆 murah, kan?

Kalo di korea berarti sekitaran. 250 won mungkin.

Lavyu

Ryeozka

PLEASE, GIVE ME... / ENDOn viuen les histories. Descobreix ara