Theory 26

68.9K 7.3K 399
                                    

"Kenapa?" Bari melirik curiga pada Rosie yang terus memandang ke arahnya terang-terangan. "Mas lagi nyetir loh ini. Nggak konsen jadinya."

Rosie terkekeh mendengar jawaban jujur Bari. Lumayan lah, ada kemajuan. Bari sudah mau sedikit terbuka tentang perasaannya pada Rosie. Seperti sekarang, Rosie jelas tau Bari nggak nyaman dia pandangi terus-terusan tanpa perlu Bari bilang, tapi Rosie sengaja diam, biar Bari mau bicara terus terang.

"Kenapa berowoknya dicukur?"

Beda dengan Bari yang 'masih training' untuk bicara terus terang, Rosie jelas lebih blak-blakan. Sejak Bari menjemputnya tadi, Rosie penasaran dengan penampilan baru Bari. Mas pacar Rosie itu muncul dengan wajah klimis dan rambut berjambul ala abg.

"Rambut juga ini kenapa berjambul?" Tangan Rosie yang sejak tadi sudah gatal—penasaran dengan lengkungan rapi di atas dahi Bari, lalu terulur begitu saja menyentuh rambut Bari sambil terkekeh geli. "Kayak burung kakak tua."

Mau nggak mau Bari ikut tersenyum mendengar komentar pacarnya. "Aneh nggak?"

Rosie menggeleng, dan Bari tau bukan jawaban bohong yang Rosie berikan. "Cuma nggak biasa aja lihatnya." 

Bari sedang mempertimbangkan untuk mengakui alasannya mengubah penampilan. Agak malu, tapi nggak mau juga kalau persoalan yang mungkin untuk banyak orang terlihat sepele ini, nantinya punya efek buruk untuk hubungan Bari dan Rosie. Bari kapok jadi cenayang, Sok bisa baca pikiran orang.

"Mas mau jujur," Bari menarik rem tangan dengan tangan kirinya saat lampu berwarna merah di perempatan jalan menyala, sebelum menoleh ke arah Rosie yang masih memandangnya sambil tersenyum. "Jangan ketawa ya." Telunjuk Bari terangkat, memberi Rosie peringatan.

Rosie setengah hati menanggapi peringatan Bari dengan mengangkat kedua bahunya. "Nggak janji. Kalau lucu, ya Oci ketawa."

Bari menghembuskan napas sebelum kembali menjalankan mobilnya. Susah juga ternyata buat terbuka dengan orang lain. Padahal Rosie sudah jadi orang terdekatnya sekarang, tapi Bari masih merasa sungkan untuk terlalu berterus terang. Kadang Bari takut Rosie terbebani kalau dia harus berbagi masalahnya, kadang juga Bari merasa malu, takut dianggap nggak mampu menyelesaikan masalah sendiri. Atau untuk sekarang, Bari merasa malu kalau ternyata hal yang dia anggap penting, buat dia kepikiran berhari-hari, malah cuma dianggap hal sepele oleh Rosie.

"Mas kepikiran, apa iya mas kelihatan kayak om atau ayah kamu?" Bari melirik Rosie sekilas, pacarnya itu cuma diam, masih dalam posisi duduk yang miring menghadap ke arahnya. "Mas kelihatan tua banget ya, Ci?"

Rosie tersenyum memperlihatkan lesung pipinya yang sampai saat ini masih sering membuat Bari gemas untuk menyentuhnya. "Oci pikir, Mas nggak pernah nggak pede sama penampilan, Mas."

"Dulu, yang penting kelihatan bersih dan rapi. Sekarang, kok kesal ya kalau dikomentari orang begitu." Lepas tawa Rosie mendengar kejujuran Bari, Bari sendiri pasrah, cuma bisa tersenyum canggung. "Ya, maksud Mas cukuran sih biar kelihatan lebih muda."

Makin keras tawa Rosie buat Bari jadi semakin malu, merasa konyol dengan apa yang dia lakukan. "Ci, Mas malu loh ini." Muka Bari sudah memerah, dan lagi, Bari mencoba mengutarakan perasaannya pada Rosie. Bari nggak nyaman, dia merasa malu.

"Sorry." Rosie mencoba menghentikan tawanya. Rosie tau Bari sudah berusaha keras untuk jadi lebih terbuka dengannya, dan Rosie sangat menghargai usaha Bari itu. Rosie nggak mau buat Bari semakin nggak nyaman, dan akhirnya malah menutup diri lagi, lalu berspekulasi dan ambil kesimpulan semaunya sendiri seperti waktu lalu.

"Kamu sih."

"Kok jadi Oci?" Masih sambil terkekeh, Rosie dibuat gemas dengan Bari yang pasang muka merajuk. Dicubitnya pipi Bari sampai membuat laki-laki itu mengaduh sambil mengusap-usap pipinya.

The Slimfit TheoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang