Theory 31

46.7K 6.8K 434
                                    

Petcah komen kemarin gara-gara Bang Kai. 💕

~~~oo0oo~~~

"Kamu yakin, Bar?"

Pertanyaan yang sama sudah diajukan Leni sejak berhari-hari lalu. Tepatnya, sejak Bari meminta izin pada mamanya untuk mengutarakan niatnya melamar Rosie pada orang tua gadis itu.

"Yakin banget, Ma."

Bari menambahkan kata 'banget' agar mamanya percaya. Karena sebelumnya saat Bari hanya menjawab dengan anggukan, lengannya sukses dipukul Leni karena dianggap nggak serius. Sedangkan saat menjawab dengan satu kata 'yakin' Leni nggak terpuaskan dan terus mengajukan pertanyaan yang sama sampai sekarang.

"Berapa lama sih kamu jalan sama Oci?"

"Enam," Bari diam sebentar mengingat-ingat berapa lama dia sudah bersama Rosie. "Hampir tujuh bulan."

Helaan napas Leni membuat Bari menaruh atensi penuh pada mamanya. Tandanya Leni sedang bersiap-siap untuk bicara banyak.

"Mama suka sih sama Oci. Bukan cuma karena dia cantik, tapi dari awal ketemu aja dia udah kelihatan anak baik. Mau gitu loh bantu ibu-ibu nggak dikenal kayak Mama. Tapi kamu ... Mama nggak maksa loh, Bar buat kamu dekat sama Oci. Mama cuma coba, siapa tau Oci bisa ngobatin luka kamu."

Sekarang giliran Bari yang menghela napas. Rasanya memang nggak semenyesakkan dulu, Bari cuma malas harus bahas masa lalu lagi.

"Ma,"

"Mama itu yang mengandung kamu, melahirkan kamu, nyusui juga. Bari nggak perlu ngomong apa-apa, Mama udah tau semua kesakitan kamu."

Semua orang terdekatnya tau, Bari orang yang nggak pandai bicara, apa lagi untuk hal-hal yang sensitif. Bukan Bari nggak punya rasa, cuma sulit aja buat mengungkapkannya.

Bari berbalik, perlahan merebahkan kepalanya di pangkuan Leni yang duduk di sofa di belakang Bari. Sejak kecil Bari memang lebih dekat dengan mama dari pada ayahnya. Didikan yang keras membuat Bari kurang nyaman untuk berbagi, walau pun seiring bertambah usia, Bari tau apa yang ayahnya lakukan semata-mata untuk kebaikkan dirinya.

Saat-saat seperti ini rasanya sudah lama hilang. Saat Bari menikmati belaian tangan sang mama di kepalanya. Bari bergeser, tangannya memeluk kaki Leni yang menjuntai ke karpet tempat Bari duduk.

"Mama minta Bari nikah lagi bukan karena Mama nggak mau lagi ngurusin Bari. Seandainya Mama mampu hidup selamanya pun, Mama nggak keberatan untuk terus mengurus kamu." Bari memejamkan matanya, menikmati setiap gerakan Leni di kepalanya. "Bari udah dewasa, ada hal-hal yang Mama tau Bari nggak bisa bagi ke Mama. Tapi bukan berarti Bari memaksa cocok gitu, iya aja sama Oci karena awalnya Mama yang minta. Mama nggak mau Bari gegabah ambil keputusan, terus kayak Indah dulu."

"Ma," Bari mengangkat kepalanya, menegur Leni dengan tatapannya.

Leni tertawa, membelai dahi Bari yang ditutupi rambut. "Halah. Iya, mantan nggak boleh ya dibahas lagi."

Bari mendesah, lalu kembali membaringkan kepalanya di pangkuan Leni. "Bari mau nikah sama Oci bukan karena permintaan Mama, tapi karena Bari mau."

"Kenapa akhirnya mau? Dulu buat ngundang Oci makan aja susah banget disuruhnya, kayak Mama nyuruh ambil air dari tujuh mata air pegunungan gitu."

The Slimfit TheoryWhere stories live. Discover now