Reality 4

13.4K 2K 123
                                    

"Bengong?" Tangan Bari terulur membelai kepala Rosie yang duduk di sampingnya."

"Nggak bengong." Rosie menggeleng, lalu menoleh kepada Bari. "Lagi mikir."

"Mikir apa?"

"Oci pengin gemblong."

Bari terkekeh, gaya Rosie memang berlebihan untuk sekedar membayangkan makanan. "Kirain kenapa."

"Tapi yang di puncak."

"Hah?" Bari terkejut, "Tetangga Mpok ada yang jual nasi uduk kalau malam, Ci. Ada gemblongnya juga."

Untung saja saat jam pulang kerja begini, kondisi jalanan Jakarta padat, sehingga posisi Rosie dan Bari kini memang sedang terjebak macet. Bari nggak perlu membuat kehebohan dengan menginjak rem mendadak karena ucapan istrinya tadi.

Rosie menggeleng, membuka laci dashboard Rambo, mengambil camilan yang selalu dia stok di sana. Semenjak menikah, kewajiban mengisi ulang laci dashboard Rambo beralih padanya, bukan lagi Leni. Karena selama enam bulan pernikahan mereka, Bari hampir setiap hari mengantar jemput Rosie bekerja, dan sudah pasti, mereka hampir selalu terjebak macet di jam-jam sibuk itu.

Stok camilan itu sangat berarti, untuk menyelamatkan perut Rosie, dan secara nggak langsung menyelamatkan nyawa Bari dan Rosie dari ancaman Rosie yang tiba-tiba bertingkah barbar karena lapar.

"Mau yang di Puncak."

"Bedanya apa?" Setelah bertanya, Bari membuka mulut, menerima suapan wafer coklat dari Rosie.

"Bedanya ..." Rosie menyuap satu wafer ke mulutnya sambil berpikir menjawab pertanyaan Bari. "Ya beda pokoknya, Mas."

"Weekend ini libur nggak? Kalau libur, kita ke Puncak beli gemblong."

"Sabtu setengah hari, minggu libur. Sabtu aja yuk, Mas jemput Oci, dari kantor Oci kita langsung ke Puncak aja gimana?"

"Deal."

~o0o~

"Kok gitu? Kan janjinya mau ke puncak."

Rosie sudah menangis sesenggukan, begitu di Jumat malam, Bari mendapat tugas dadakan. Bari harus berangkat ke Bandung besok subuh, ada acara kantor yang perlu dihadiri. Seharusnya Aditya yang datang, tapi karena istrinya sakit, mau nggak mau Bari harus mewakili atasannya.

"Maaf, Ci. " Bari menghampiri istrinya, mengusap kepala Rosie yang wajahnya terbenam di bantal.

"Mas udah janji kemarin." Suara Rosie teredam bantal, tapi Bari masih bisa mendengar rengekannya.

"Ini Pak Adit ngabarinnya mendadak. Cuma sehari kok, besok malam Insya Allah Mas udah pulang."

Rosie bergeming, enggan menanggapi Bari. Rosie kecewa berat. Apa permintaannya sesusah itu sampai Bari nggak bisa mengabulkannya?

Rosie kan nggak minta Rubicon baru, Rosie cuma minta gemblong.

Yang di Puncak.

~o0o~

"Assalammu'alaikum."

Sabtu malam, Bari benar-benar menepati janjinya untuk tiba di rumah. Sudah pukul sebelas, lampu ruang tamu sudah dimatikan, tanda orang-orang di rumah sudah pergi tidur.

Sebelum pergi ke kamarnya di lantai dua. Bari memutuskan untuk ke dapur, mengambil minum. Bari membeli banyak oleh-oleh, camilan manis kesukaan istrinya, sebagai permintaan maaf karena dia ingkar janji hari ini. Tadinya Bari juga berniat melewati jalur puncak saat pulang, demi membeli gemblong sesuai keinginan Rosie, hanya saja, dia mendapatkan info bahwa terjadi longsor di jalur itu, hingga Bari harus melewati jalur lain demi pulang tepat waktu dan nggak membuat istrinya kecewa lagi.

The Slimfit TheoryWhere stories live. Discover now