5

16K 4.3K 1.9K
                                    

"Pagi semua!" Sapa San seraya datang ke meja makan dan bergabung untuk sarapan pagi.

"Pagi juga San," balas Hongjoong dengan suara parau karena masih mengantuk.

San menatap sekelilingnya. Satu, dua, tiga, empat, baru empat orang rupanya. Ada Hongjoong, Seonghwa, Wooyoung, dan dirinya.

Tapi penampilan Wooyoung saat itu menarik perhatiannya. Dia terlihat rapi dengan kaos abu-abu polos disertai celana training dan sepatu kets putih. Tak lupa handuk yang melingkar di lehernya, membuat dia mengernyit.

"Lo mau jogging?" Tebak San. Sebenarnya dia agak khawatir, dia takut kalau Wooyoung tersesat dan tidak bisa kembali nanti.

Astaga San, jangan berpikiran seperti itu.

"Iya, mau ikut?" Jawab Wooyoung sekaligus menawarkan. "Gue gak bakal nyasar, gue gak bakal jauh-jauh kok."

"Beneran ya?" Tanya Hongjoong serius. "Gue gak mau lo hilang dan berakhir kita yang repot sendiri."

"Ck, gak percaya banget sih sama gue. Gue bukan anak kecil yang gampang tersesat," decak Wooyoung malas seraya membanting roti yang hendak ia makan.

Setelah itu, dia beranjak pergi tanpa pamit, dan hal itu memicu emosi Hongjoong.

"Habisin rotinya, jangan bikin keributan," tegur Seonghwa ketika menyadari kalau Hongjoong hendak bangun menyusul Wooyoung.

"Selamat pagi! Wah, yang sudah bangun baru tiga orang, ya."

Sapaan dengan suara asing dari arah pintu belakang menarik atensi mereka. Terlihat seorang laki-laki dengan baju dengan warna yang cukup err- membuat pusing.

Bagaimana tidak, atasannya belang-belang kuning-merah, jaketnya berwarna cokelat, celananya berbeda warna-sebelah kanan berwarna ungu dan sebelah kiri berwarna merah-serta sendal jepit bermotif bunga berwarna merah muda yang terlihat mencolok.

Roti yang hendak masuk ke mulut San langsung jatuh ke piring saking terkejutnya.

"A-ah, ini Kak Seongwoo, penjaga villa kita." Hongjoong berdiri untuk memperkenalkan laki-laki tersebut.

Yeosang yang baru turun dari tangga mengernyit bingung melihat penampilan Seongwoo. Sepertinya dia juga tidak asing dengan wajah itu.

"Maaf, itu di jidat Kak Seongwoo kok ada bekas jahitan, ya?"

Pertanyaan Seonghwa ada benarnya. Bekas jahitan berbentuk vertikal di kening Seongwoo terlihat mengerikan, apalagi bekasnya terlihat agak berantakan.

"Ohh, dulu saya pernah jatuh dan kepala saya kena batu. Alhasil dahi saya robek dan nenek saya yang jahit sendiri karena tidak punya biaya untuk membawa saya ke rumah sakit."

Seongwoo meraba bekas jahitannya sambil meringis, rupanya masih terasa sakit bila disentuh.

"Oh ya, saya mau nanya, di villa ini ada penghuninya, gak?"

"Semua tempat juga ada penghuninya." Seongwoo terkekeh menjawab pertanyaan Seonghwa. "Tapi saya yakin penghuni disini baik, asal kalian gak berbuat aneh aja. Oh ya, saya lupa kasih tau beberapa peraturan disini yang harus kalian taati."

San mengernyit. "Harus banget ada peraturan?"

"Ya iya lah, kamu pikir buat apa peraturan? Ya untuk membuat villa ini tetap terjaga dengan baik."

"Emang peraturannya apa aja?"

"Kalian gak boleh terjaga lebih dari jam dua belas malam, jangan bikin keributan, dan jangan main ke hutan tanpa saya. Saya gak mau ada laporan orang hilang dan berakhir saya yang kena."

Diam-diam Yeosang yang sejak tadi menguping tersenyum miring. Peraturannya harus ditaati? Bukan tipikal Yeosang sekali.

Jangan salah, sikap pendiam Yeosang di awal hanyalah sementara. Di masa sekolahnya dulu, dia sering terlambat sekolah dan tidak lengkap dalam berseragam. Ehm, sampai sekarang dia kuliah pun tetap sama, sih.

"Gak boleh ke hutan, ya?"

Entah kenapa, Yeosang tertawa setelah jiwa 'suka melanggar aturannya' muncul dan mendorongnya untuk kesana.









































Tok tok tok

Suara ketukan pintu membangunkan Yunho dari tidurnya. Dengan mata setengah tertutup, dia bangun dari kasur untuk membukakan pintu.

Namun setelah dibuka, wajahnya berubah datar.

"Ada perlu apa?"

Mingi mengusap tengkuk lehernya kikuk. "Itu, gue boleh pinjem chargeran, gak? Gue lupa bawa."

"Gak ada, gak punya."

Brak!

Pintu tertutup begitu saja, membuat Mingi mematung di tempatnya berdiri.

Mendadak hatinya bergejolak menyuruhnya untuk memakai chargeran milik San yang menganggur di kamar.

Tapi, dia tidak berani menyentuh barang milik temannya tanpa izin terlebih dahulu. Apalagi barang milik temannya yang tidak suka padanya.

"Ah, gue pinjem punya Jongho aja deh."

Kaki jenjang Mingi bergerak menuruni anak tangga satu persatu dan melewati Yeosang yang berjalan berlawanan arah dengannya.

Aneh, Yeosang hanya meliriknya tanpa menyapa seperti biasa. Tapi Mingi tidak mau ambil pusing, baterai ponselnya tersisa lima persen lagi.

Buru-buru dia menuju kamar Jongho yang tertutup rapat. Ketika dia membuka pintu, dia malah disuguhkan pemandangan yang menggejutkan.

"Jongho, berhenti!"

Jongho membentur-benturkan kepalanya berulang kali ke tembok sampai berdarah. Sorot matanya tampak kosong, dan dia menoleh pada Mingi.

"Mati, mati, mati."

Death Holiday | Ateez ✓Where stories live. Discover now