8

14.7K 4.2K 2.7K
                                    

Hongjoong marah besar. Walaupun dia tidak suka dengan Mingi, dia masih peduli terhadap pria bertubuh tinggi itu.

Bentakan-bentakan keras terus-terusan terdengar. Dan semua itu ditujukan untuk San.

"Lo pikir gue gak tau lo habis nyindir Mingi sebelum gue beli makanan?!" Bentaknya lagi sampai urat lehernya mencuat, wajahnya memerah saking marahnya.

San yang awalnya ingin membalas memilih diam karena takut akan memperkeruh suasana. Padahal dalam hati dia sibuk menyalah-nyalahkan Mingi.

"Gue gak mau tau, pokoknya lo cari Mingi sekarang!" Perintah Hongjoong final.

"Di luar hujan, lo gak bisa seenaknya nyuruh San untuk cari Mingi. Kita tunggu sampe hujannya reda, baru kita cari sama-sama. Jangan gegabah," sahut Wooyoung yang jengah dengan situasi yang terjadi.

"Wooyoung bener, lo juga harus pikirin San kalau dia bener-bener keluar cari Mingi disaat hujan angin kayak gini," timpal Seonghwa setuju.

Merasa dibela, diam-diam San tertawa tanpa suara dengan kepala tertunduk. Ya, setidaknya telinganya tidak semakin gatal mendengar omelan lagi.

"Jongho?"

Suara Yunho yang terdengar kaget membuat mereka menoleh. Yunho terlihat memegang kedua pundak Jongho yang diam bagaikan patung dengan kepala tertunduk.

Tak lama kemudian, dia mendongakkan kepala. Yang membuat mereka terkejut adalah tatapan kosong dari pemuda itu.

"Mana Yeosang?" Tanya Hongjoong to the point. Yang lain membalasnya dengan gelengan kepala tanda tak tahu.

"Sial, kenapa disaat genting begini dia gak ada, sih?! Cuma dia yang bisa keluarin setan yang masuk ke badan manusia," umpat Hongjoong emosi.

"Pergi dari sini secepatnya."

Suara Jongho memberat, membuat bulu kuduk mereka meremang. Jelas suara itu bukanlah suara Jongho yang sebenarnya.

"Kalian disini cuma cari mati, lebih baik kalian pergi sebelum bernasib sama kayak gue."

Wooyoung memberanikan diri untuk maju. "Emang apa yang terjadi sama lo?"

"Jung Wooyoung si mantan detektif. Lo inget tentang laki-laki yang meninggal secara sadis? Badannya dimutilasi, inget? Gue ingatkan, pelakunya masih hidup, dia berkeliaran di sekitar kalian."

Setelah itu, Jongho ambruk tak sadarkan diri. Yunho berteriak lalu menggoyang-goyangkan badan Jongho. Dia panik karena temannya itu mimisan lagi.

Di satu sisi, Wooyoung diam membisu, bergelut dengan batinnya. Dia jelas ingat siapa pria itu, dia jelas tahu suara siapa itu. Tapi, apakah mungkin apa yang dia katakan benar?

Ah, lebih baik dia mencari tahu terlebih dahulu.

"Wooyoung."

Panggilan dari San yang terdengar sangat dingin membuatnya menoleh.

"Apa bener lo mantan detektif? Kok lo gak pernah bilang ke kita?"

Sial, dia harus apa sekarang.









































Semenjak kejadian tadi, Jongho kembali tidak sadarkan diri dan kini mereka semua mencari Mingi di seluruh ruangan yang ada di villa.

Barangkali Mingi bermain petak umpet. Tapi mana mungkin.

Namun, Yunho justru berpikir kalau Mingi sengaja hilang untuk mencari perhatian. Cih, pemuda itu benar-benar membuatnya kesal.

Sebenarnya dia malas mencari Mingi seperti ini, itu sama aja membuang waktunya. Lebih baik dia tidur daripada mencari orang yang sama sekali tidak penting baginya.

"Jangan bengong, kalo kerasukan kayak Jongho mampus lo," tegur San sambil selonjoran di lantai.

Yunho mengernyit. "Lo udah selesai cari si manusia penyakitan itu?"

"Cih, ngapain gue cari dia? Gak penting amat. Gue kasih tau ya, dari tadi tuh gue pura-pura cari dia supaya gak kena omel sama Kak Seonghwa. Ck, emang apa istimewanya orang itu sih sampe dia khawatir banget?" Balas San kesal, Yunho pun ikut selonjoran di lantai.

"Haha, gue setuju banget sama lo. Gue malah seneng dia hilang, kalo perlu gak usah balik lagi. Capek gue ngurusin orang kayak dia," ucap Yunho sambil tertawa.

"Kayaknya cuma Kak Seonghwa doang yang peduli sama si Min─si penyakitan itu. Ah, gue bahkan gak sudi nyebut namanya, jijik tau gak."

Yunho menggelengkan kepalanya. "Yeosang sama Jongho juga peduli sama dia. Tapi kalo Kak Hongjoong sama Wooyoung, gue kurang tau. Mereka gak bisa ditebak, kadang baik kadang enggak," tukasnya.

San merengut sebal. "Bagus deh kalo dia hilang, jadinya gak bakal ada lagi orang yang bikin gue naik darah setiap hati."

"Kalo dia mati gue bakal seneng," balas Yunho, membuat San bertepuk tangan heboh.

"Gue setuju! Semoga dia mati beneran, Ya Tuhan."

"Bagus banget ya, temen sendiri kok diharapin buat mati."

Suara dengan nada menyindir itu terdengar dari belakang Yunho. Mereka berdua terkejut ketika Hongjoong berdiri dengan wajah datarnya.

"Hati kalian terbuat dari apa, sih? Kok busuk amat, hehe," kekeh pemuda itu dan terdengar cukup menyeramkan.

"A-apa sih, l-lo salah denger," sergah San gelagapan.

"Lo inget apa kata Mingi ketika dia gabung sama kita?" Hongjoong mengangkat sebelah alisnya, bermaksud bertanya. Namun dibalas dengan gelengan, membuatnya kesal.

"Lo berdua adalah orang yang banyak memberi inspirasi buat dia. Harusnya lo pikirin temen lo itu, jangan ngomongin di belakang kayak gini, bodoh!"

Keduanya diam dengan kepala tertunduk. Takut, bingung, dan marah bercampur aduk menjadi satu di hati mereka.

"Maaf San, hari ini lo batal nonton konser."

"Loh?! Gak bisa gitu dong! Kak Hongjoong!"

Seruan San tak digubris oleh Hongjoong yang memilih pergi untuk mencari Mingi.

Dalam diam, kedua tangan San terkepal erat, rahangnya mengeras, dia marah dan tidak terima.

"Liat aja, gue sumpahin lo hilang kayak Mingi."































Hai, aku pengen meluruskan sesuatu. Di awal chapter, mereka masih sma, kan? Tapi di chapter selanjutnya mereka kugambarkan udah kuliah.

Aku salah banget dalam alur huhu, aku minta maaf yang sebesar-besarnya.

Mulai sekarang, aku memutuskan di cerita ini mereka udah kuliah. Maaf karena di awal chapter aku tulis mereka masih sma, karena aku ganti alur secara mendadak T_T

Satu hal lagi, tolong jangan benci dan bawa cerita ini ke real life. Karena ceria ini hanya fiksi!

Death Holiday | Ateez ✓Where stories live. Discover now