6

15.5K 4.2K 1.4K
                                    

"Jogging sendirian enak juga."

Wooyoung berlari kecil menyusuri jalan yang sepi. Kanan dan kirinya hutan, banyak pohon besar di sepanjang jalan.

Rasanya, dia tidak asing dengan wilayah ini, tapi kenapa dia tidak bisa mengingat dimana dia sekarang?

"Oh iya, rumah tempat tinggal kakeknya Beomgyu gak jauh dari sini, kan? Gue mau kesana ah, sekalian lihat-lihat kondisi rumahnya sekarang."

Kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri, bingung harus memilih jalan yang mana. Masalahnya dia lupa, tapi dia terlanjur penasaran.

"Dek, kamu mau kemana?"

Tiba-tiba seorang pria tua dengan badan membungkuk menghampirinya. Wooyoung terlonjak kaget saking kagetnya.

"Selamat pagi, kek," sapanya sambil membungkukkan badannya sopan. "Saya mau tanya, sekitar dua tahun lalu ada pembunuhan di daerah sini, kakek tau beritanya?"

"Tau, kamu pasti mau mencari rumah itu, kan?"

Agak mengherankan sih karena kakek tersebut tahu apa yang mau Wooyoung tanyakan. Ditambah lagi penampilan kakek tersebut agak menyeramkan.

"Rumah itu sudah digusur satu tahun yang lalu, katanya ada yang membeli tanah itu untuk keperluan pribadi. Kalau kamu kesana, dari sini kamu lewat jalan yang ada di kanan lalu lurus terus."

Wooyoung menoleh sejenak ke arah jalanan yang becek dan penuh daun basah di sekitar jalan tersebut. Ah, dia ingat sekarang. Dia pernah melewati jalan ini.

"Kalau begitu terima kasih ya-loh? Kakek?"

Kakek tersebut hilang, entah kemana dia pergi, Wooyoung tak peduli. Dia memilih pergi untuk mencari dimana keberadaan tempat itu sebelum hujan turun dan membuatnya tidak bisa kembali ke villa.









































"Apa yang lo lakuin, Mingi?"

"G-gue gak ngapa-ngapain!"

Mingi berani bersumpah kalau dia tidak tahu apapun. Ketika dia masuk kamar tadi, dia melihat Jongho seperti itu sebelum pingsan.

Tapi apa, San terus memojokkannya, seolah-olah menganggap kalau dirinya penyebab dari apa yang terjadi sebelumnya.

"Kenapa Jongho bisa kayak gitu?! Lo gila ya!" Bentak San sampai urat lehernya timbul.

"San, lo bisa tenang dulu?" Sela Seonghwa datar. "Biarin Mingi jelasin apa yang terjadi, jangan kayak gitu."

Mingi menghela nafasnya. "Tadi, Jongho benturin kepalanya berkali-kali ke tembok. Gue rasa cukup lama dia begitu kalau diliat dari lukanya. Terus dia bilang 'mati'," jelasnya.

"Lo pikir gue percaya?" San mendongakkan kepalanya angkuh. "Mana mungkin Jongho kayak gitu, lo pikir dia kerasukan?"

"Ck, kalian bisa diem, gak? Kepala gue pusing," decak Hongjoong marah.

Seongwoo yang sejak tadi memperhatikan berdeham sebentar. "Kayaknya teman kamu disukai penunggu disini, deh. Saya sarankan kalian ikuti apa perintah saya tadi, jangan sampai ada yang seperti dia," ucapnya.

Wajah Jongho yang terlihat tenang dengan perban yang melingkar di kepalanya membuat mereka terdiam. Teman termuda mereka itu tampak pucat mengingat dia belum makan sejak kemarin.

Ingin rasanya San menyuapi Jongho dengan bubur atau apapun itu. Tapi Jongho tidak akan menelannya dalam kondisi seperti itu.

Satu hal yang ia khawatirkan, Jongho punya maag. Kalau dia terlambat makan, tentu akan berbahaya untuk dirinya.

"Jongho harus bangun, dia harus makan sebelum maag nya kambuh," kata San cemas.

"Lo bener, dia harus bangun," timpal Seonghwa yang tak kalah cemas dan dibalas anggukan oleh Hongjoong.

Diam-diam, Mingi menatap ketiga temannya dengan tatapan sendu.

Rasanya sakit, sakit sekali.




















































"Yeosang, lo mau kemana?" Yunho yang baru keluar dari kamar bertanya pada temannya itu.

Yang ditanya mengisyaratkan untuk diam dengan jari telunjuknya. Dia melirik kesana kemari lalu mendekat pada Yunho.

"Gue mau pergi ke suatu tempat, gak lama kok," bisiknya, membuat Yunho menatap aneh dirinya.

"Mau kemana? Ohh, jangan bilang lo mau ke hutan, ya?" Tebak Yunho dengan mata menyipit curiga.

"Sst! Jangan keras-keras ngomongnya."

Aneh, buat apa Yeosang kesana? Memangnya ada hal menarik di dalam hutan? Ohh, jangan-jangan Yeosang ingin mencari belalang seperti kebiasaannya di rumah?

"Gue mau cari sesuatu disana, lo jangan kasih tau siapapun soal ini atau gue bakal benci lo seumur hidup."

Ancaman Yeosang yang disertai tatapan tajam dan menusuk membuat Yunho terpaksa menganggukkan kepala karena takut.

Balasan itu membuat Yeosang tersenyum lebar. "Makasih, Yunho. Gue pergi dulu, ya."

Tanpa membuang waktu lagi, pemuda berambut cokelat tersebut berjalan pelan menuruni tangga seraya memakai topi hitamnya.

Kalau boleh jujur, Yunho agak takut dan penasaran apa yang akan temannya itu lakukan.

Satu hal lagi, dia mempunyai firasat buruk ketika melihat benda yang sedikit mencuat keluar dari kantung jaketnya.

Sebuah cutter, yang diyakini adalah cutter yang Yeosang maksud di kelas dua hari yang lalu.

"Eh bentar, waktu itu dia bilang mau bawa cutter, palu, sama tali. Jangan-jangan dia beneran bawa ketiga barang itu?"

Death Holiday | Ateez ✓حيث تعيش القصص. اكتشف الآن