AACB-11

6.3K 400 51
                                    

Boleh minta komennya nggak? Sepi banget masaa😞 jadi mager mau ngetik. Kan banana pengen tau seberapa antusias kalian sama cerita ini. Juga sebagai masukkan untuk cerita banana ini. Kalau diem diem kaya gini kan banana juga gak tau ceritanya ini gimana. Tolong yaaa😟 kalau komennya belum dibalas, tenang mungkin udah banana baca cuma kadang sinyalnya nggak mau diajak temenan. Dimaklumi yaaa😭

Oke selamat membaca🌹

🐳🐳🐳

Bagaimana cara agar tidak mudah sakit hati? Ikhlaskan. Semua yang menjadi milik kita tak akan pernah abadi.

—Ajarkan Aku Cara Bertahan

🌸🌸🌸

Windi berjalan mondar-mandir di depan ruang UGD dengan cemas. Pasalnya, dokter tak kunjung keluar dari ruangan itu dan juga nomor yang dihubunginya sejak tadi tak kunjung aktif.

"Itu anak benar-benar keterlaluan," gumamnya kesal.

"Gimana, Ma, dokternya udah keluar?" tanya Fadli—suaminya. Dia baru saja selesai sholat.

Windi menggeleng pasrah. Ponselnya kemudian berbunyi menampilkan nama salah satu orang yang dihubunginya tadi.

"Assalamualaikum, Tan," sapa orang di seberang sana.

"Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh. Rangga, apa Azka lagi sama kamu?" tanyanya to the point.

"Iya, Tan. Ada apa, ya?"

"Ini Tante lagi di rumah sakit—"

"Siapa yang sakit, Tan?" Rangga memotong ucapan Windi dengan cepat.

Windi menatap suaminya yang hanya memberi anggukan sekilas. "Dzakira, Ngga."

Terdengar suara istigfar dari seberang sana. Windi hanya menghela napas. "Kami langsung ke rumah sakit sekarang, Tan. Nanti Tante WA aja nama rumah sakitnya. Assalamualaikum."

Windi membalas salamnya. Bersamaan dengan itu, dokter keluar dari UGD. Fadli buru-buru menghampiri dokter tersebut.

"Bagaimana, Dok, keadaan menantu kami?" tanyanya.

"Asam lambung pasien begitu tinggi hingga ke jantungnya. Ini bisa sangat fatal jika sampai terlambat ditangani. Ditambah lagi pasien memiliki riwayat alergi udara malam di mana itu membuat jantungnya nyeri," terang dokter itu panjang lebar.

"Astaghfirullah … lalu bagaimana, Dok?"

"Untuk sementara waktu, pasien harus dirawat inap karena kondisinya semakin melemah. Kira-kira sampai kinerja jantungnya kembali normal."

"Tolong, Dok, lakukan yang terbaik untuk menantu saya," pinta Windi.

"Kami akan berusaha semampunya, semuanya sudah menjadi kehendak Allah. Kalau begitu, saya permisi dulu."

"Ya Allah, Pa, kenapa bisa begini?" Fadli merengkuh baju istrinya sembari mengecupi puncak kepalanya. Pintu UGD kemudian terbuka dan brankar yang membawa Dzakira mulai ditarik keluar untuk dipindah ke ruang perawatan. Windi langsung menghubungi Rangga kamar inap yang digunakan Dzakira. Perempuan yang berada di atas brankar itu terlihat belum sadarkan diri membuat khawatir Windi kian membuncah.

Pagi buta tadi Windi dilanda perasaan tidak enak. Dia meminta suaminya untuk mengantarkan ke rumah Azka. Keemasannya semakin bertambah saat mereka tiba di kediaman sang anak itu di mana pintu kamar yang di dekat balkon terbuka lebar.

Ajarkan Aku Cara Bertahan || Lengkap✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang