7

4K 303 20
                                    

Devina pov

Aku membersihkan diri. Selepas itu berbaring menatap langit-langit kamar yang kumuh. Jelek sekali.

Bibi ku itu pelit, meskipun uangnya banyak. Dan kini aku yang menguasainya haha.

Sebaiknya aku menonton televisi, apakah sudah ditemukan mayat si sialan Rachel?
Oh aku lupa, televisi sudah kuhancurkan saat aku marah beberapa hari yang lalu. Aku memang ceroboh.

Oke, sekarang aku bosan.
Apa yang harus kulakukan?
Biasanya aku akan membuat bibiku emosi saat bosan begini.
Tapi bibi sudah mati.

Masa aku harus menari-nari di depan kuburanya agar dia bangkit dan memarahiku lagi? Itu mustahil.

"Ah sebaiknya ke supermarket. Aku ingin beli kuaci." gumamku memakai jaket.

Jalanan di daerahku sepi sekali. Jarak antar perkampungan dan rumahku jauh. Harus melewati kebun dan lapangan kosong yang menyeramkan.
Aku tidak takut.

Malah, aku berharap ada begal yang akan kujadikan bahan pelampiasan bosan.

Tapi nyatanya aku tidak dibegal. Oke aku aman sampai di Supermarket ini.
Selepas aku membeli beberapa kuaci dan kripik kentang, aku duduk di depan kursi Supermarket.

Kuperhatikan jalanan malam yang ramai. Tentu saja.
Terlalu malas sampai aku memutuskan untuk mendengarkan musik saja, ah sebaiknya aku pulang.

Ternyata perjalanan pulang tidak berjalan lancar, sekumpulan berandalan menghadang jalanku.
Mungkin mereka mengira aku hanya gadis cengeng yang mudah ketakutan.

"Hei cantik.." sapa mereka.

"Hai jelek." balasku.

Mereka saling tertawa gila. Memuakkan.

"Ikut yuk cantik, kita senang senang." ajak mereka berusaha meraih tanganku.

Aku menghindar tentu saja.
Bukan karena takut, mereka menjijikkan.

"Tanpa ikut kalian aku sudah senang kok." jawabku enteng.

Mereka tampaknya mulai kesal padaku. Oh mau mengeroyok aku ramai-ramai rupanya.

Oke pisau lipat, kali ini kau akan berguna. Lagi.

Mereka memegangi tanganku.
Tapi dengan kelincahan aku berhasil mengoyak kulit daging mereka dengan tawa menggila. Aku senang bau darah!!

"Sialan!" umpat mereka.

"Oh terluka ya? Maaf deh, harusnya kalian mati saja." ucapku.

Aku melihat balok kayu tergeletak. Oh senjata dadakan memang indah sekali.

Kupukul kepala mereka dengan keras. Bunyi tulang berbenturan semakin membuatku beringas.
Ini mengasyikkan!!

"Huh! Payah, masa baru segini mati beneran?" tanyaku menginjak kepala mereka satu persatu.

Tidak ada cctv atau orang yang lewat. Lagipula aku yakin para berandal ini tidak punya keluarga yang siap membela kematian mereka.

Dan jika memang aku harus diperiksa, aku akan memberi pengakuan bahwa itu hanya pertahanan diri. Oh bagus sekali.
Aku memang pintar.

Sweet Psycho[END]Where stories live. Discover now