11

3.5K 262 3
                                    

Ken Pov

17.00

Aku sedang berada di kafe dengan secangkir kopi. Bersantai sejenak selepas kepalaku pusing memikirkan si gadis gila, Devina.

Tiba tiba ada perempuan seumuranku duduk seenaknya dibangku depanku yang kosong.

"Kamu pasti Ken. Iya kan?" tanya dia.

Darimana tau namaku?
Aku tidak kenal dia padahal.

"Iya, apa kita pernah ketemu?" tanyaku bingung.

Ia tertawa kecil. Memang apanya yang lucu?

"Tidak, tidak, aku kenal kau tapi kau tidak kenal aku."

"Oh."

"Masih pusing soal kasus?" lanjut dia mengejutkan.

Kok dia tau? Siapa dia ini sebenarnya? Membingungkan.

Kutatap dengan curiga,
"Tau darimana kamu?"

"Santai saja, pak Detektif. Perkenalkan aku Marisa."

"Aku tidak butuh namamu, jawab saja pertanyaanku." ucapku tegas.

"Oke oke, aku bahkan punya data data tentang Devina yang kau butuhkan."

Membingungkan sekali.
Aku masih menatapnya curiga. Apa dia komplotan Devina? Atau cenayang? Atau dia hanya mengerjaiku?

"Jangan bingung begitu dong, santai saja harusnya. Tenang, aku ada dipihakmu."

Aku masih diam.

"Aku akan membantu kamu menangkap gadis itu, juga mengungkap kematian Sarah."

Dia mulai berani menyebut nama Sarah. Mendiang kekasihku.

"Jangan bawa bawa Sarah!" bentaku.

"Wah, kau tidak malu ya membentak perempuan ditempat umum seperti ini?" kekehnya.

Oh iya, benar juga. Aku harus sabar, dia ini perempuan.

"Oke, maafkan aku."

"Kumaafkan. Baiklah, apa data yang kau butuh tentang Devina?"

"Apa kau bisa dipercaya?" tanyaku.

"Ya, tentu saja. Aku berada dipihakmu." jawabnya mantap.

"Aku butuh tentang masa kecilnya, dimana ia bersekolah SD dan SMP. Siapa ayah dan ibunya, dan apa yang terjadi terhadap paman dan bibi-nya." jawabku cepat.

"Oke, sepertinya aku tidak akan menjelaskan itu disini." sahut Marisa.

"Ini, ambil saja flashdisk ku. Semua data yang kau butuhkan ada disini. Bahkan data yang tak kau ketahui ada disini. Lengkap." lanjutnya menyerahkan flashdisk.

"Terimakasih."

"Baiklah, Tuan. Aku akan pergi, jika butuh sesuatu hubungi aku. Nomorku tertera juga didalam flashdisk itu."

Dia pamit pergi. Aku berdehem sebagai jawaban.
Aku masih belum percaya pada wanita yang tak jelas asal-usulnya ini.
Dia bisa jadi teman, bisa jadi musuh.
Aku harus berhati-hati.

Sweet Psycho[END]Where stories live. Discover now