13

3.4K 258 4
                                    

Author pov

Dua orang dengan hoodie biru muda dan topeng aneh sedang berkumpul pada sebuah pabrik bekas yang sudah ditinggalkan. Sekilas mereka terlihat sama, hanya topeng yang membedakan. Satu merah satu pink.

Mereka bermain kartu ditemani berbotol-botol alkohol.
Sesekali mereka tertawa mengerikan.
Tawa yang hanya bisa dilakukan orang gila.

"Semuanya lancar?" tanya yang berbadan lebih kecil.

"Ya tentu saja. Agak menyusahkan memang haha, tapi itu bisa melatih kemampuanku." sahut lawan bicaranya.

"Semakin tua kau semakin lemah."

"Siapa yang kau bilang lemah heh? Mau bertarung?"

Si topeng merah menyahut,
"Siapa takut."

"Ayo, barusan aku membeli pisau. Kita uji ketajamanya." si topeng pink mengeluarkan pisau.

"Kau yakin hanya pisau? Oke aku juga akan memakai pisau."

Pertarungan terjadi diantara mereka berdua.
Mereka saling menusuk, memukul, menendang, bahkan menginjak.

Tenaga dan kemampuan mereka imbang. Mereka sama-sama terluka.

"Lincah juga kau adik kecil..." gumam si topeng pink memuntahkan darah.

Si topeng merah mengusap darah disudut bibirnya,
"Gara gara kau perutku jadi tidak mulus lagi haha. Semakin banyak luka, semakin kuat."

Mereka tertawa dan saling berpelukan layaknya saudara. Terkadang pula mereka mencaci dan berkelahi seperti musuh.

~~

"Biar ku simpulkan, orangtua Devina meninggal dalam perjalanan bisnis, lalu Devina diadopsi bibi dan pamanya yang kini hilang entah kemana. Namun bibi dan paman itu serakah, mereka kerap menyiksa Devina. Mereka hanya ingin menguasai ahli waris. Benar begitu?" tanya Ardi menatap Ken.

Ken melamun. Hatinya trenyuh kala tau Devina mungkin hanya seorang gadis yang memiliki trauma, dan mungkin Devina hanya terlalu waspada.

"Hei tukang melamun!" kesal Ardi.

Ken terlonjak kaget, namun ia segera menjawab,
"Ya mungkin memang begitu. Kasihan dia.."

"Oke, dan video kedua ini ada sebuah rekaman cctv. Ayo kita lihat." ujar Ardi.

Didalam video itu tampak seorang wanita yang berjalan sendirian. Dia tampak seperti cemas dan ketakutan.
Beberapa kali menoleh ke belakang seakan sedang dikejar seseorang. Kemudian wanita itu menoleh pada kamera CCTV, setelah itu ia seperti berbicara sesuatu namun tidak terdengar.
Tiba-tiba Ardi mem- pause video itu.

"Bukankah dia mirip Sarah?" tanya Ardi.

Ken mengangguk,
"Dia memang Sarah."

Ardi kemudian memutar video itu lagi. Kelanjutannya yaitu terdengar suara aneh, lalu bayangan hitam secepat kilat menyeret Sarah. Tidak sampai 2 detik Sarah lenyap dari pengawasan cctv. Dan kemudian video habis.

"Benarkah? Apa itu hantu?" tanya Ken.

"Aku tidak tau. Ini tidak logis!" bantah Ardi.

"Oh Sarah..." lirih Ken memejamkan mata.

Ardi hanya mampu menepuk pelan bahu Ken. Ardi tau adiknya itu sangat mencintai Sarah.

"Apa mungkin dia Devina? Dan siapa yang kau kejar tadi pagi?"

Ken menoleh,
"Aku kira tadi pagi itu Devina. Dia pembunuhnya, tapi dia kabur. Tak ada bukti kuat."

Ardi menghela napas lelah,
"Lagi lagi bukti yang menyulitkan kita."

Namun kemudian matanya berbinar.

"Jika orang tadi itu Devina, pasti daftar absen-nya akan kosong. Periksa saja dikelasnya!" serunya senang.

Ken tersenyum,
"Kakakku memang pintar."

Ardi ikut tersenyum.

Sweet Psycho[END]Where stories live. Discover now