26. Salah Sangka ✓

75 9 0
                                    

Prasangka dari otak-otak manusia yang terbatas akan melahirkan kesalahpahaman. Oleh karena itu, Allah memerintahkan kepada manusia untuk tidak saling berprasangka.

~Nura~

~~~•~~~

Nura

"Assalamualaikum."

Sepi.

Pintu rumah tidak dikunci. Sepertinya Eyang sedang di kamar. Kuputuskan langsung ke kamar. Kepalaku pusing karena menahan tangis. Akan terlihat lucu jika tari menangis di dalam angkot. Nanti bisa-bisa viral, seorang gadis berwajah lusuh menangis sesenggukan di dalam angkot. Horor.

Kamar kosong. Ke mana Mas Hasbi?

Suara azan berkumandang dari masjid terdekat, saatnya salat Ashar. Aku tidak boleh rebahan dulu, nanti akan muncul rasa malas untuk bangkit lagi, apalagi untuk salat. Takutnya setan membisikan kejahatan yang terasa indah didengar. Dia akan membisikkan, "duduk dulu sebentar untuk merelakskan otot". Lalu kita ikuti. Setan akan membisikkan lagi, "rebahan dulu sebentar agar ketika salat bisa khusyuk". Kita ikuti. "Pejamkan mata saja dulu lima menit, agar ketika salat tidak terkantuk-kantuk". Dan terlewatlah salat di waktu utama.

Aku bergidik. Nauzubillah.

Selesai salat, aku tidak langsung beranjak. Katanya waktu Subuh dan Ashar adalah waktu pertukaran sift malaikat siang dan malaikat malam. Seperti manusia saja.

Eitsss

Allah kan, Al Waasi', Allah Maha Luas. Kerajaan Allah luas melingkupi langit dan bumi. Allah mengatur segalanya, salah satunya mengatur malaikat dengan berbagai divisi tugasnya. Begitu terancang dan struktural. Kita sebagai manusia saja yang susah diatur Allah, dan sebagian besar manusia adalah pembangkang. Jadi, aku ingin menitipkan kado lewat malaikat siang yang akan naik ke Arsy. Untuk disampaikan kepada Allah agar Allah berkenan memberikan kado ini kepada Ayah. Kado secarik doa rindu untuknya di surga.

Air mataku menetes lagi. Ah, dasar cengeng.

~~~•~~~

Deru suara mixer memekakkan telinga. Adonan ini harus terus dikocok agar tidak melempem nantinya. Di depan kompor, Eyang sedang berkutat dengan nangka muda, agar menjadi gudeg yang enak.

"Udah Eyang istirahat aja. Nura yang nerusin masaknya," kataku. Adonan brownies sedang kupanggang. Jadi, bisa mengerjakan yang lain.

Eyang menurut. Dia duduk di kursi tempat makan.

"Oh iya, Eyang. Mas Hasbi ke mana?" tanyaku. Pria itu membuatku khawatir, bagaimana tidak, dia pergi tanpa memberitahu dan sampai sore begini dia belum pulang. Apa badannya sudah pulih? Kalau iya bagaimana rencana ke Taman Ismail Marzuki?

"Emang dia enggak ngasih tau kamu?" Eyang balik bertanya.

Aku menggeleng. "Enggak, Eyang."

"Eyang juga enggak tau dia ke mana. Tadi dia nyariin kamu, terus enggak lama pamit mau keluar. Kirain nyusulin kamu," jelas Eyang.

Kira-kira ke mana Mas Hasbi? Mungkin ada perlu dengan klien. Ya ampun, dalam kondisi seperti itu masih saja mengurusi klien? Keterlaluan.

"Naik apa? Nura tadi liat mobil sama motor ada di bagasi?"

"Taksi kayanya," ujarnya.

Tumben. Mas Hasbi itu jarang sekali naik kendaraan umum. Tapi sekarang kondisinya sedang tidak fit, kemungkinan dia pergi naik taksi. Benar juga, berisiko kalau dia menyetir sendiri.

Cara Mencintaimu ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang