32. Penyegaran Otak ✓

32 4 0
                                    


Panji

Dengan satu tarikan napas, badan ini siap melompat.

Waw! Dingin juga ternyata.

Dinginnya air kolam ternyata lumayan membuat badan melepaskan toxic yang menempel bagai lem perekat kayu. Beberapa kali mencelupkan kepala ke dalam air agar isi kepala juga ikut luntur, rasanya isi kepala sudah kelebihan muatan. Otakku masih memikirkan dia. Bukan pekerjaan, Bunda, bahkan Nura, tapi Dina. Makanya aku bingung sekali sekarang, kenapa aku memikirkannya. Mungkin dengan sebentar berendam di dalam kolam sedikit mengusirnya dari otak.

"Panji!"

Itu pasti Bunda, siapa lagi!

"Ya Allah, Ya Robbi ... ngapain malem-malem berenang?" khawatirnya. "Kamu bisa masuk angin. Ada-ada aja kamu ini," lanjutnya.

Aku masih santai mengayunkan kaki di dalam air.

"Seger, Bund. Ayo Bunda kita berenang bareng," ajakku. "Tapi jangan lah. Kalo Bunda entar bisa-bisa rematik mandi malem-malem." Aku tertawa.

Terlalu asyik tertawa, membuatku tersedak air. Tadi kencing di kolam tidak, ya? Airnya ketelen lagi. Bodo amatlah, anggap saja nutrisi, vitamin dan mineral.

"Malah ngatain Bunda kamu, ya ... udah buruan naik, entar kamu bisa masuk angin. Bunda ambilin handuk dulu."

Segalak-galaknya Bunda, dia tetap perhatian luar biasa. Wanitaku di atas wanita-wanita yang lain. Wanitaku, kan, cuma dia. Jihan sudah punya orang. Sambil berjalan dia menggerutu. "Lagi kumat apa, sih, kamu, tumben banget malem-malem berenang. Lagian berenang bukannya bawa handuk dulu"

Bawel, tapi aku sayang. Hehe.

"Bunda, sekalian teh angetnya, ya!" teriakku. Kenikmatan dunia bisa ngisengin Bunda.

Aku naik dan duduk di pinggiran kolam. Setelah keluar dari air ternyata bertambah dinginnya. Mungkin karena angin malam yang berembus menyentuh kulit. Bunda lama sekali mengambil handuk. Apa harus beli dulu ke supermarket. Mau langsung ke kamar, nanti bikin lantai becek. Barang pasti bundaku yang rajin mengepel akan mengomel. Kalau terus di sini menunggunya, bibirku lama kelamaan akan membiru dan gigi juga mulai bergemeletuk menahan dingin.

Toxic luntur, angin ngumpul kalau begini.

Sepertinya bukan pilihan terbaik menghilangkan sampah pikiran dengan mandi di kolam renang. Rasanya ingin menyesali, tapi itu sudah tidak berguna lagi. Sudah terlanjur. Bunda muncul membawakan handuk dan segelas teh hangat. Syukurlah tadi Bunda mendengar teriakanku.

"Kurang pisang gorengnya ini, Bund," celetukku.

"Kurang?" tanyanya.

Aku mengangguk.

"Kurang ajar," selorohnya.

Aku nyengir kuda.

~~~•~~~

Nura

Tadi tak sengaja saat sedang membereskan rak buku milik Mas Hasbi, aku menemukan album foto. Sampulnya menarik, berwarna silver, lalu kuambil. Jadilah sekarang aku sedang memandangi foto-foto di dalamnya. Berjalan menuju balkon, sepertinya seru jika melihat foto klasik sambil ditemani semilir angin malam. Gerimis mulai turun. Sepertinya tidurku nanti akan diiringi oleh rentikan hujan.

Cara Mencintaimu ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang