BTS #6: Kisetsu (Musim) - Fitur Unik yang Hanya Ada Dalam Karya Sastra Jepang #1

34 2 4
                                    

Behind The Scene #6: Fitur Unik yang Hanya Ada Pada Karya Sastra Jepang #1: Kisetsu (Musim)

Bismillah...

Perjalananku dalam mengenal karya sastra Jepang berawal dari produk-produk budaya popnya, manga (komik Jepang) dan anime (kartun 2D Jepang). Kini aku lebih banyak membaca novel daripada komik. Novel Jepang pertama yang berkesan bagiku adalah Norwegian Wood karya Haruki Murakami. Sebenarnya alasanku membelinya adalah karena aku punya hobi mengumpulkan novel-novel dengan unsur suicide atau suicide attempt di dalamnya. Aneh memang, aku sering menemukan nilai semangat hidup justru dari kisah-kisah tentang orang-orang yang kehilangan semangat hidupnya.

Dan saat itulah aku merasakan apa yang kusebut dengan "sihir Murakami". Novel itu memerangkap mata dan perhatianku untuk menyusuri aliran narasi di setiap halamannya, huruf demi huruf. 

Aku pun semakin keranjingan mencicip novel-novel Jepang lainnya, baik yang sastra kontemporer maupun yang lebih ringan seperti light novel

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Aku pun semakin keranjingan mencicip novel-novel Jepang lainnya, baik yang sastra kontemporer maupun yang lebih ringan seperti light novel . Aku belum mencicip sastra klasik Jepang (apakah Botchan-nya Natsume Soseki, kumpulan cerpen Neraka Cermin-nya Edogawa Ranpo, dan kumpulan cerpen Rashomon-nya Akutagawa Ryuunosuke bisa disebut "klasik"?). Novel-novel Jepang ini buatku memiliki sesuatu yang ganjil yang kusebut dengan "kekosongan yang indah". Para penulisnya bisa dengan tepat mewakili perasaan paling gelap, kosong, dan sunyi dalam labirin hati manusia. Anehnya narasi-narasi yang menggambarkan kehampaan itu justru terasa indah karena dikemas dengan diksi dan metafora yang sangat elok. Menghanyutkan, membawa pada perenungan akan perasaan yang mungkin sudah lama terabaikan. Teknik yang paling membuatku penasaran hingga sekarang.

Tahun lalu, tanpa sengaja aku menemukan buku Keunikan Sastra Jepang karya Yasuko Morita, M.A. dan Dila Rismayanti, M.Si. saat sedang membaca buku di aplikasi IPusnas. Dari buku itu aku jadi mengetahui bahwa memang sastra Jepang memiliki fitur-fitur unik yang tidak terdapat pada sastra negara lain. Apa saja fitur-fitur itu? Teruskan membaca. 

,

Ciri khas dan spesifik yang hanya dapat dilihat dalam karya-karya kesusastraan Jepang adalah:

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ciri khas dan spesifik yang hanya dapat dilihat dalam karya-karya kesusastraan Jepang adalah:

1. Kisetsu
2. Yuugen
3. Aware dan Okashi
4. Wabi dan Sabi
5. Kotoba no Ura

1. Musim/Kisetsu

Musim bagi orang Jepang memiliki makna yang lebih jauh daripada sekadar hal geografis. Musim sangat memengaruhi filosofi hidup orang Jepang, dan mewarnai segala aspek kehidupan hingga ke perkara sandang, pangan, dan papan. Perjalanan hidup manusia (muda - tua- sakit- mati) diibaratkan dengan perjalanan musim semi (haru), musim panas (natsu), musim gugur (aki), dan musim dingin (fuyu). Orang Jepang juga akan mengaitkannya dengan pemikiran tentang "reinkarnasi". Hal itu karena cara pandang khas Jepang lahir dari pola hubungan manusia dan alam.

Dalam kosakata bahasa Jepang, "Fudo" bermakna iklim dan alam, dan dua makna ini terkandung sekaligus dalam satu kata tersebut

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.



Dalam kosakata bahasa Jepang, "Fudo" bermakna iklim dan alam, dan dua makna ini terkandung sekaligus dalam satu kata tersebut. Dibandingkan dengan negara tempat lahirnya pemikiran Timur yang menekankan keselarasan dengan alam seperti Tiongkok, lingkungan geografis alam Jepang bersifat sangat mild dan tidak ekstrim. Gunung yang tinggi atau sungai yang besar dan panjang di Jepang bisa saja dinilai "wah" oleh masyarakat Jepang. Tapi jika dibandingkan dengan gunung dan sungai lain di seluruh dunia, gunung dan sungai itu tidak benar-benar yang tertinggi maupun terpanjang. Hal ini pun memberi pengaruh yang kuat bagi pola pikir masyarakat Jepang.

Haiku merupakan karya sastra yang paling kental dalam menampilkan unsur kisetsu atau musim. Kigo (kosakata musim) harus terdapat sebanyak satu bait dalam Haiku. Ini adalah prinsip dasar Haiku Jepang. Namun, seiring dengan semakin banyaknya orang di luar Jepang yang bisa jadi berasal dari negara non-empat musim yang juga mulai membuat haiku, prinsip dasar Kigo bisa jadi tidak mereka terapkan. Namun, persepsi/makna kigo bagi orang Jepang tetap tidak berubah.

Haiku adalah puisi pendek Jepang yang terdiri dari tiga baris. Haiku memiliki pola suku kata 5-7-5. Maksudnya, baris pertama terdiri dari 5 suku kata, baris kedua  memiliki 7 suku kata, dan di baris ketiga ada 5 suku kata.

Contoh haiku yang mengandung unsur Kigo: 

Shizukasa ya
iwa ni shimi iru

semi no koe

Entah mengapa rasanya begitu sunyi
Yang terdengar hanya suara tonggeret
Merasuk ke dalam batu karang


(Matsuo Basho - Zaman Edo/Abad ke-17)

Suara tonggeret (semi) bagi orang Jepang adalah penanda bahwa musim panas telah tiba. Haiku tersebut ditulis Matsuo Basho di tengah perjalananan musim panasnya di sebuah kuil yang terletak di kawasan pegunungan prefektur Yamagata. Dikatakan bahwa pada saat itu suasana diwarnai suara para tonggeret yang nyaring bersahut-sahutan. Matsuo Basho merasa seolah suara-suara serangga itu menembus bebatuan kuil. Di tengah ramainya suara tonggeret, Matsuo Basho merasakan sensasi keheningan yang mendalam. 

Tonggeret bisa tinggal di dalam tanah selama tujuh tahun. Setelah dewasa, barulah tonggeret membuat lubang agar bisa naik ke permukaan tanah. Namun, di atas permukaan tanah, tonggeret hanya hidup selama sekitar sepuluh hari saja. Karena itulah para pujangga Jepang sejak zaman dahulu kala acapkali menjadikan tonggeret atau semi sebagai simbol kehidupan yang sementara dalam tulisan-tulisan mereka.

Ketenangan tidak selalu harus benar-benar hening tanpa suara. Matsuo Basho mampu merasakan ketenangan yang  luar biasa di daerah pegunungan musim panas itu, sambil mendengarkan orkestra nyanyian para tonggeret yang sejatinya berusia pendek. 

***

Bersambung

Referensi:

Morita, Yasuko & Rismayanti, Dila. 2017. Keunikan Sastra Jepang. Jakarta: Penerbit PT. Kesaint Blanc.

Hikaru. Haiku dan Kigo. Diakses pada1 April 2020, dari japanlunatic.do.am/index/haiku_dan_kigo/0-307?fbclid=IwAR0MT5Qme-g1HNYplhE70koGZQ_Rk6fNiSdBwH9JtR18AwSO6i3tJM-LvP4


RISET Harukaze no Sekai - The World of HarukazeWhere stories live. Discover now