BTS #9: Mono no Aware (2) Fitur Unik yang Hanya Ada Pada Karya Sastra Jepang #3

35 1 29
                                    

Behind The Scene #9: Fitur Unik yang Hanya Ada Pada Karya Sastra Jepang #2: Mono no Aware dalam Genji no Monogatari (Hikayat Genji)

Seperti yang sudah kutulis pada bab sebelumnya, di Jepang, keindahan yang fana atau ephemeral beauty dalam mono no aware ini disimbolkan dengan bunga sakura

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Seperti yang sudah kutulis pada bab sebelumnya, di Jepang, keindahan yang fana atau ephemeral beauty dalam mono no aware ini disimbolkan dengan bunga sakura. Sakura hanya berbunga satu kali dalam setahun. Setelah berbunga, mekarnya hanya bertahan selama satu atau dua minggu sebelum jatuh ke tanah atau terbawa angin dan membuat fenomena "hujan sakura". Kefanaan, keindahan, dan ketidakstabilan sakura sering dikaitkan dengan kematian dan kebesaran hati siap menerima takdir dan karma. Kegiatan orang Jepang melakukan hanami di bawah pohon sakura, bermakna menikmati dan mengapresiasi keindahan yang hanya sementara. Hanami juga sebenarnya bertujuan sebagai pengingat bahwa hal-hal yang terlihat indah tidak memiliki jangka waktu yang lama.

Yang pertama kali menghubungkan bunga sakura dengan mono no aware adalah seorang cendekiawan yang bernama Motoori Norinaga. Siapakah dia?

Motoori Norinaga (1730-1801) adalah cendekiawan paling termuka dalam bidang agama Shinto dan Sastra Jepang klasik

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Motoori Norinaga (1730-1801) adalah cendekiawan paling termuka dalam bidang agama Shinto dan Sastra Jepang klasik. Ibunyalah yang mendorong Norinaga untuk belajar ilmu pengobatan di Kyoto dan menjadi tabib. Belakangan, ia mengikuti pengaruh pergerakan di bidang pendidikan, Kokugaku (National Study), yang menekankan pentingnya sastra Jepang itu sendiri. Kokugaku adalah aliran filologi dan filosofi Jepang yang eksis selama era Tokugawa. Para cendikiawan Kokugaku berusaha memfokuskan ulang pembelajaran di Jepang yang selama ini lebih dominan mempelajari dan meneliti naskah-naskah dari Cina, Konfusius, dan Buddha jadi lebih berorientasi pada sastra-sastra klasik Jepang awal.

Motori menerapkan metode filologi yang cermat untuk penelitian Kojiki (naskah literatur Shinto yang dianggap suci), Hikayat Genji, dan naskah sastra klasik Jepang lainnya. Dialah yang menekankan mono no aware (kepekaan terhadap keindahan) sebagai konsep pokok dari sastra Jepang. Penerapan mono no aware dalam penulisan meliputi kesadaran dan apresiasi untuk berbagai pemandangan, suara, dan perasaan,terutama yang berhubungan dengan suasana taman atau perkebunan dan juga musim. Konsep estetika mono no aware berhubungan dengan meningkatnya kepekaan seorang penyair terhadap dunia di sekitarnya, dan sebagai akibatnya, muncullah sedikit kesedihan. 

RISET Harukaze no Sekai - The World of HarukazeWhere stories live. Discover now