6

20 3 0
                                    

Sudah satu bulan Bintang tak lagi menerima surat dari ibu perpus dan Galih. Ia mencoba untuk tak peduli dengan hal ini, tapi ia terus bertanya. Apa sang empu sudah lelah menulis surat? Ataukah dia memutuskan untuk berhenti memberinya surat?

Bintang membuka sebuah kotak yang berisi surat yang selama ini ia dapatkan. Dan dia membuka surat yang terakhir, yang bertuliskan.

Bintang, setelah ini aku akan datang menghampirimu.

Bintang mencoba berfikir kembali saat kejadian terakhir ia mendapatkan surat ini. Setelah itu ia bertemu dengan cowok di perpus sampai mengantarkan ia pulang, yang kebetulan banget cowok itu anak dari pelanggan toko kuenya. Iya semenjak itulah ia tidak mendapatkan surat lagi, atau jangan-jangan cowok itu yang memberinya surat? Ini tak salah lagi, pasti cowok itulah pelakunya. Bintang langsung lari menuju toko kuenya dan menemui ibunya.

"Bintang ijin keluar sebentar"

"Kemana?"

"Ke cafe deket perpus" dia menyalimi tangan ibunya lalu berlalu.

"Iya hati-hati" sambil menggelengkan kepala melihat tingkah laku anaknya.

Dia berlari menuju halte dengan membawa surat itu di genggamannya. Dia harus bertanya kepada Galih. Kali ini Galih tak boleh berbohong dan menyembunyikan sesuatu darinya. Bintang tak tau kenapa dia begitu gugup dan gelisah. Ini seperti perasaan yang pernah ia rasakan seperti 5 tahun lalu. Setelah turun dari bis, ia berlari masuk ke dalam cafe. Dan kebetulan Galih sedang menyeduh kopi.

"Galih!" dia berhenti dan memegang dadanya karena nafasnya yang ngos-ngosan karena berlari.

"Kamu itu kenapa? lari-lari kaya di kejar orang gila aja"

"Bicara sebentar bisa?"

"Bisa, kamu duduk dulu sana"

Bintang duduk di kursi favoritnya, 10 menit kemudian Galih datang membawa pesanan yang biasanya Bintang pesan.

"Aku gak pesan"

"Anggap saja kali ini gratis"

"Sangking tergopohnya aku cuma bawa kartu bis dan gak bawa uang" kesalnya pada diri sendiri atas kelakuan bodohnya kali ini.

"Mau bicara apa?"

"Galih, sepertinya aku sudah bertemu dengan cowok yang memberiku surat" sontak Galih terkejut dan meneggakkan badannya.

"Tapi aku belum tanya namanya"

"Kok bisa? Kan sudah bertemu"

"Iya, waktu itu kita bertemu di perpustakaan dan dia mengantarkan aku pulang. Semenjak itu aku gak nerima surat dari kamu dan ibu perpus. Jadi aku menduga yang memberikan surat itu ya cowok yang bertemu denganku saat itu" lalu Galih membuka ponselnya dan menunjukkan foto cowok itu kepada Bintang.

"Benar ini orangnya?"

"Iya ini!" Galih tersenyum dengan reaksi Bintang.

"Namanya siapa Galih?"

"Namanya Alam, dia pelanggan sini. Tapi sudah sebulan dia gak datang" Bintang menghembuskan nafasnya.

"Namanya Alam ya? Sebenernya dia kaya begini itu apa tujuannya?" Bintang tersenyum kecut.

"Bintang, pasti ada alasan dia begitu sama kamu. Kita gak boleh memandang dari satu sisi saja"

"Aku cuma takut menaruh perasaan ke dia"

"Mungkin semesta sudah mulai menjalankan cerita antara kalian. Kita sendiri gak bakal tau kedepannya bagaimana. Kita cuma bisa berhati-hati dan menyiapkan hati, jika kedepannya orang yang kita cintai itu membuat luka"

Aku Bukan RumahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang