21. Found

2.2K 248 11
                                    

Ayo jangan lupa VOTE dan tinggalkan komentarnya. Aku berharap apresiasi dari kalian 😊

Happy Reading 💜

Happy Reading 💜

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.



Sang pemilik home stay terdiam, ia tak bertanya lebih jauh lagi, beliau malah membicarakan tentang batik tulis yang mana proses pembuatannya memerlukan waktu yang panjang. Ia seakan tahu Nara dilanda kebimbangan sehingga memilih mengalihkan pembicaraan.

Namun ketika Nara hendak pamit kembali ke kamarnya wanita tadi mengatakan, “apapun pilihanmu, semoga kau tak akan menyesalinya.”

Tentu Nara berusaha untuk tak menghiraukannya, kepalanya bisa semakin pusing. Sebelum kembali kekamar ia mengambil kombucha di dapur umum, Nara segera bersiap – siap untuk menjelajahi kota dan bertemu dengan editor cerpennya di sebuah koran ternama. Agar uangnya tak habis dan ia masih bisa melanjutkan hidupnya, Nara bekerja sampingan dengan mengirim cerpennya untuk dimuat di koran. Sebenarnya kantor pusat tempat Nara mengirim cerpen berada di Ibu Kota, namun editornya ini sedang menjalani dinas ke Jogja, kebetulan saat ini mereka di satu kota yang sama sehingga Nara setuju saja diajak bertemu.

Perempuan itu berdandan casual, ia menggunakan blouse dan celana kulot, lalu menggunakan sepatu kets untuk mempermudah ruang geraknya, dengan begini Nara akan tetap nyaman dan terlihat rapih.

Kehidupan Nara selama pelariannya sangat terbantu dengan ojek online, kemanapun ia pergi hanya tinggal mengandalkan aplikasi tersebut. Seperti sekarang, ia hanya perlu mencantumkan alamat tujuannya dan ia akan sampai lebih cepat. Setelah sampai Nara menyerahkan uang sesuai dengan yang tertera dalam aplikasi, ia melangkahkan kakinya memasuki restoran dimana Nara akan bertemu dengan mbak Dewi – editornya.

“Nara,” seorang wanita memanggil Nara sembari mengangkat tangannya.

Nara tersenyum simpul lalu menghampiri perempuan yang usianya tak jauh dengannya, “Aku telat mbak?”

“Engga-lah, saya juga baru dateng. Ayo pesan.”

Nara memilih menu iga bakar, berbanding terbalik dengan Dewi yang memesan menu westers. Kemudian Nara memperhatikan sekitarnya, ia suka dengan suasana restoran ini, meski ramai namun berkesan sangat tenang, Nara tak suka tempat yang berisik. Restoran tersebut juga satu gedung dengan hotel yang terbilang besar di kota ini.

“Banyak yang menyukai karyamu Nara,” ucap mbak Dewi memulai obrolan.

“Terima kasih mbak.”

“Kamu minat menerbitkan novel?”

Kedua tangan Nara berhenti mengiris daging iga, ia menatap Dewi, matanya di kerjabkan beberapa kali, Nara tak percaya mendapatkan tawaran yang sangat menggiurkan ini.

“Saya dan orang – orang di kantor suka dengan cerita kamu, jadi saya pikir ini waktunya kamu melebarkan sayapmu. Kenalan saya salah satu editor di penerbitan buku, kalau kamu mau saya bisa kenalin kamu ke dia.”

Nara tak bisa berkata – kata, terkejut sekaligus merasa bahagia, degub jantungnya berpacu dengan begitu bersemangatnya. Nara tak mungkin tidak mengambil kesempatan ini.

“Tentu saya mau mbak, akan saya kerjakan secepatnya.”

Nice! Saya tunggu karya terbaikmu.”

Tak henti – hentinya Nara tersenyum bahagia. Ia bangga akan dirinya sendiri, niat awalnya mengirim naskah cerpen ke koran untuk menambah uangnya agar ia masih bisa bertahan hidup, ternyata menjadi pintu rejekinya untuk menerbitkan bukunya sendiri. Rencana tuhan memang tak pernah disangka – sangka.

Selesai makan siang keduanya berpisah, Dewi pergi terlebih dahulu karena ia masih ada perkerjaan lainnya. Senyuman di wajah Nara tak memudar, ia bersenandung sembari menunggu taksi online pesanannya, memang lebih cepat menggunakan motor, namun hujan mengguyur jogja siang ini, dan Nara tak mau basah kuyup untuk pergi ke tempat tujuannya. Sekarang ini ia hidup sendiri, maka Nara tak boleh sampai jatuh sakit.

Manik hitamnya melirik baliho yang terpajang tak jauh dari tempatnya berdiri, tertulis disana akan diadakan sebuah seminar kewirausahaan yang dihadiri oleh pemilik perusahaan besar diberbagai menjuru dunia, sudah jelas itu adalah acara yang sangat besar. Diantara semua itu ada yang menggangu pikirannya, diantara CEO dan perwakilan yang hadir ada nama Luzio Corp disana, Nara memejamkan matanya lalu membukanya lagi sembari membaca ulang informasi yang tertera di baliho tersebut. Kepalanya menggeleng lemah, Nara takut jika saat ini ia semakin dekat dengan Luzio Group dan segala tetek bengeknya. Sekecil apapun kemungkinannya, Nara yakin Stevan juga akan ikut hadir.

Melihat mobilnya sudah datang, Nara buru – buru naik untuk kembali ke penginapan. Nara urungkan rencananya untuk pergi ke Klinik Kopi. Ia akan tidur, mengistirahatkan pikirannya agar bisa kembali berpikir dengan jernih langkah apa yang akan ia ambil.

Sebelum kembali ke kamarnya, Nara menyempatkan membeli nasi bungkus untuk makan malam agar nanti ia tak perlu keluar lagi, ia bener – benar ingin istirahat.

Nara mengerutkan keningnya saat mendapati seseorang tengah berdiri di depan kamarnya, dari jauh Nara  hanya bisa melihat tampak belakang pria itu, semakin Nara mendekat, ia mulai yakin bahwa ia mengenali pria itu. Tangannya ia genggam dengan kuat, perasaannya campur aduk, takut sekaligus kesal. Terbukti sekarang bahwa Luzio Investigation tak akan melepaskannya.

Nara mengambil dua langkah mundur dan bergegas pergi menjauh, namun langkahnya kalah cepat dengan Eric yang langsung menahan lengannya, dibandingkan dengan tenaga Eric yang sudah terlatih Nara tak bisa berbuat banyak.

“Eric! Aku rasa kau tak perlu sampai ikut campur dalam masalahku,” ucap Nara ketus.

“Aku kemari bukan untuk menyeretmu pulang, ada yang harus aku bicarakan.”

Nara melirik keadaan sekitar, dijam seperti ini orang – orang yang menginap sedang berada di luar hingga tak ada yang bisa Nara mintai bantuan. Tak memiliki pilihan, akhirnya Nara membuka pintu kamarnya dan menyuruh Eric masuk. Eric duduk di sofa yang terletak dekat dengan pintu keluar, setelah Nara meletakkan bawaannya ke dalam, ia segera duduk di hadapan Eric.

“Langsung saja, aku tak punya waktu banyak.”

“Aku sudah tahu tentang perjanjian kalian.”

Nara tertegun, buru – buru ia menetralkan ekpresinya lagi, “setidaknya Stevan ataupun aku tak perlu menjelaskan apapun.”

Eric mengangguk setuju, tangannya mengambil gelas kecil lalu menuangkan kombucha yang diberikan pemilih penginapan tadi pagi, “Kau tahu Nancy?”

Nara menggeleng, keningnya semakin mengerut, ia tak mengenali siapapun yang bernama Nancy. Meski sudah ia coba menggali ingatannya, Nara tak tahu siapa yang dimaksud Eric.

“Dia calon istri Stevan sebelum kau.”



Poor Nara, sekalinya dilabrak sama Eric

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Poor Nara, sekalinya dilabrak sama Eric. Seperti yang kita tahu Eric adahal laki - laki misterius dan dingin.

Hampir lupa,
Selamat menjalankan ibadah puasa bagi yang menjalankan. Sampai jumpa minggu depan 💜


30/04/2020

Sweet Ecsape [Completed]Where stories live. Discover now