day 6: antares

3.4K 557 99
                                    

ini sudah memasuki hari ke-6 minho berada di villa sang ayah. hari-hari yang dia kira bakal sangat membosankan ternyata tidak terbukti, itu juga berkat adanya jisung yang membuat liburannya jadi lebih berwarna.

kalau dulu setiap liburan minho selalu mendekam di kamar sambil bermain ponsel, maka lain halnya sekarang. dia belajar banyak hal baru dengan jisung. memanen sayur, membuat acar, pergi ke pasar malam, itu semua menyenangkan dan hampir tidak pernah dia lakukan dengan temannya terdahulu semasa sma. teman-temannya itu orang kaya dan kebanyakan berasal dari kalangan elit, jadi tempat nongkrongnya paling-paling di starbucks atau cafe. minho bosan.

tapi saat ini dia menemukan jisung dan teman-temannya. mereka masih sangat membumi, tanpa malu mengayuh sepeda ontel untuk pergi ke sekolah. rasanya seperti menemukan dunia baru. kalau teman-teman minho jangan harap mau seperti itu. jika tidak ada mobil atau setidaknya motor, mereka akan lebih memilih bolos sekolah daripada capek-capek mengayuh sepeda.

bicara tentang jisung, hubungan mereka juga semakin dekat. jisung tak lagi ragu untuk tertawa lepas di depan minho atau saling menggoda satu sama lain. singkatnya mereka sudah saling nyaman. pembawaan jisung yang ramah sekaligus sifatnya yang lugu seakan memaksa minho tanpa sadar untuk tidak jauh-jauh dari jisung karena remaja itu seperti punya aura yang bisa menyuruh orang lain untuk melindunginya.

"mas, ini x-nya diakarkan ndak? " jisung menunjuk coretan di bukunya.

malam ini mereka duduk di emperan lagi dengan ditemani secangkir wedang jahe yang masih hangat. mengulang kembali kegiatan yang beberapa malam lalu pernah mereka lakukan.

tapi kali ini sedikit berbeda.

beberapa kali jisung bertanya, namun hanya dijawab seadanya atau berupa gumaman pelan. yang lebih tua terlalu fokus pada ponselnya sampai-sampai mengabaikan jisung.

"mas minho, ini x-nya diapain?" tanya jisung lagi. tapi minho masih enggan menjawab.

jisung melirik minho yang tengah senyam-senyum menatap layar ponselnya. apa yang menarik sih?

sudah 30 menit mereka seperti ini. rasanya tidak berguna, jisung seperti tengah diajari oleh batu.

"ih mas minho! kok jisung nanya diabaikan?" jisung mengerucutkan bibir. tangannya menutup layar handphone yang lebih tua dan refleks menimbulkan decakan dari bibir minho.

"apa sih ji? saya sedang ada urusan." pria itu menarik ponselnya menjauh agar tangan jisung tidak lagi menutupi layar. dan itu berhasil, jisung menarik kembali tangannya untuk ia simpan diatas paha.

"tapi jisung cuman mau tanya sebentar mas."

minho lagi-lagi hanya menggumam. rasanya jisung kesal sekali. kalau sendainya itu ucup atau daehwi, mungkin sudah jisung tendang pantatnya dari kursi.

"mas minho jangan liatin hp terus!" jisung merebut ponsel minho dan menyembunyikannya di belakang punggung.

namun tampaknya itu adalah kesalahan fatal. minho menatapnya dengan pandangan kesal yang semakin lama berubah seperti marah, itu adalah pertama kali jisung ditatap seperti itu oleh minho.

"balikin." ucapnya singkat.

"jawab dulu, mas minho kenapa fokus sama hp terus? j-jisung tanya ndak dijawab."

"balikin handphone saya sekarang jisung niscala." suara dalam minho semakin membuatnya takut, terlebih dia sudah dipanggil dengan nama lengkap seperti itu.

tapi jisung masih bersikukuh, dia harus memberikan pelajaran pada minho bahwa tak seharusnya ponsel bisa menggantikan dialog yang terbagi saat orang lain sedang mengajak berbicara.

"ndak, gara-gara hp mas minho jadi acuh sama sekitar."

"ini pertama kalinya saya begini, jadi jangan seolah-olah kamu tau saya. lagipula kamu siapa kok berani ngatur-ngatur?" minho tersulut emosi. tatapannya tajam, menusuk manik lembut jisung yang sudah bergetar.

ah benar juga. jisung siapa?

"mas minho berubah." bisik jisung pelan dengan suara yang terdengar menyedihkan.

"saya nggak berubah, saya ya saya. jadi sekarang cepat kembalikan handphone saya sebelum saya marah."

jisung masih kukuh menggeleng, "memangnya mas lagi ngelakuin apa? chat? sama siapa? sepenting apa?"

minho menarik napasnya dalam. kesabarannya sudah habis. bocah pedesaan macam jisung yang tidak mengerti akan dunia remaja modern memang susah diajak kompromi.

"saya lagi chat sama pacar saya, dan dia lebih penting dari kamu. puas?"

jisung tersentak mendengar ucapan itu. sakit sekali, bahkan lebih sakit daripada saat ibunya memukulnya dengan penggaris besi karena pernah tidak sengaja memecahkan gelas. maniknya berkaca-kaca takut saat menatap minho.

"ah, m-maaf kalau gitu. jisung lancang." dengan tangan bergetar si manis menyerahkan ponsel minho dan langsung disambar kasar oleh sang pemilik.

"maaf udah ganggu mas minho." dengan buru-buru jisung merapikan bukunya dan mendekap erat barang itu di dada.

"s-selamat malam mas." setelah itu jisung berbalik.

minho sendiri hanya acuh, sibuk kembali dengan ponselnya. tanpa tau kalau bahu si manis bergetar hebat, sementara tangan mungilnya mengepal guna mengusap air mata yang sudah menganak sungai di pipi gembilnya.

 tanpa tau kalau bahu si manis bergetar hebat, sementara tangan mungilnya mengepal guna mengusap air mata yang sudah menganak sungai di pipi gembilnya

К сожалению, это изображение не соответствует нашим правилам. Чтобы продолжить публикацию, пожалуйста, удалите изображение или загрузите другое.
candala | minsung ✔Место, где живут истории. Откройте их для себя