day 14 (end): mirach

5.1K 523 101
                                    

hari yang ditakuti akhirnya tiba. pagi itu sekitar pukul 9, kediaman keluarga minho dipenuhi oleh tamu undangan yang nampak seragam karena diberikan dresscode batik formal. setelah sesi sambutan dan pembukaan serta pembacaan doa secara islami, maka acara inti segera dilaksanakan.

diatas panggung kecil bertema angsa dan mawar putih, minho dengan setelan tuxedonya menghadap tepat kearah yuna yang begitu anggun dalam balutan kebaya putih sederhana. namun jelas bukan itu fokus minho, melainkan pada sosok remaja yang duduk di deretan kursi paling depan.

jisung niscala, remaja itu terlihat begitu manis dalam balutan batik megamendung berwarna merah marun dan celana bahan hitam. tapi wajahnya sendu, rautnya sedih. dan minho yakin bahwa penyebabnya adalah dirinya sendiri.

dia tidak bisa fokus mendengarkan perkataan-perkataan dari seorang bapak yang memang diundang untuk memberikan petuah pada keduanya tentang komitmen, memaknai hidup, pasangan, dan segala hal yang berkaitan dengan hal-hal semacam itu. minho hanya terfokus pada jisung.

"silahkan nak minho memasangkan cincin pertunangan kepada nak yuna."

bersamaan dengan itu minho bisa melihat jisung nampak berbicara pada bi eka. dia tidak bisa mendengarkan dialognya karena posisi mereka lumayan jauh. minho semakin heran saat mendapati jisung mulai beranjak dari sana. jisung sempat tersenyum sendu padanya, hanya sekilas kemudian pergi dan menghilang dibalik tamu undangan yang lain.

"psst, yang, cincinnya." yuna menginjak pelan kaki minho hingga kesadaran pria itu kembali.

dengan tangan bergetar minho mengambil cincin yang ada di atas sebuah meja kecil, siap memasangkannya pada jari manis milik yuna.

dengan tangan bergetar minho mengambil cincin yang ada di atas sebuah meja kecil, siap memasangkannya pada jari manis milik yuna

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

berbekal uang seratus ribu pemberian dari kakek minho, jisung memilih untuk kembali ke villa seorang diri. dia tidak kuat, tidak sanggup kalau harus menyaksikan pertunangan orang yang dia cintai tepat didepan matanya sendiri.

kepalanya bersandar di sisian jendela bus, mengabaikan rasa berdenyut di kepala yang mulai menyerang sejak pagi tadi.

sesampainya di villa jisung hanya diam seraya duduk merenung di salah satu kursi yang ada di bagian barat villa. pemandangan cerahnya langit nampak berbanding terbalik dengan hatinya yang diselimuti mendung.

sebenarnya tadi sang ibu jelas melarang jisung untuk pergi. tapi saat melihat jisung sudah siap menumpahkan air mata, mau tidak mau bi eka merelakan jisung beranjak dari sana daripada nanti sang anak jadi bahan tatapan oleh tamu lain.

rupanya niat di dalam hati tidak cukup untuk menguatkan diri. jisung sudah berjanji tegar dan berusaha tidak lagi memikirkan minho. tapi namanya seorang manusia, tetap saja akan lemah jika sudah dihadapkan dengan ketakutannya.

"astaga, ternyata sakit juga." jisung tertawa lirih. bingung membedakan antara sakit yang dirasakan kepalanya atau hatinya yang sudah hancur tidak berbentuk.

candala | minsung ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang