Dua Puluh Tiga🐻

830 102 38
                                    

Anin melangkahkan kakinya dengan tergesa-gesa saat dirinya sampai di kantor. Gadis itu meremat tali tas selempang nya sembari menunggu lift untuk naik ke lantai atas dengan gusar. Setelah pintu lift terbuka, Anin langsung masuk dan menekan tombol angka tiga. Beberapa detik dia menunggu sampai di lantai atas, Anin terus berdoa semoga kejadian yang ia alami kemarin bukanlah mimpinya belaka.

Ya, Anin memang masih belum bisa percaya jika kemarin ia bertemu dengan Kai dan sampai diantar pulang oleh Kai. Semuanya masih terasa seperti mimpi untuk Anin, sampai-sampai tadi sewaktu dirumah Anin terus-terusan bertanya kepada Jaemin apakah benar Kai adalah orang yang mengantarnya pulang kemarin. Jaemin jelas berkali-kali meyakinkan Anin bahwa Anin sama sekali tidak sedang bermimpi, tapi entah mengapa Anin benar-benar belum bisa sepenuhnya.

Mungkin ini karena Anin yang terlalu sering memimpikan Kai, makanya Anin menjadi seperti ini.

Setelah Anin sampai di lantai tiga, ia langsung berjalan dengan tergesa-gesa dan langsung masuk kedalam ruangannya. Jika biasanya Anin akan terlebih dahulu meletakkan tas nya di meja dan merapikan meja kerjanya, tapi pagi ini Anin tidak melakukan itu. Gadis itu langsung saja berjalan melewati meja kerjanya dan berhenti didepan pintu ruangan yang bertuliskan "CEO ROOM".

Anin memejamkan matanya dan berdoa kepada Tuhan supaya nantinya ketika ia membuka pintu ini, orang yang sedari tadi malam membuatnya tidak bisa tidur dengan nyenyak benar-benar ada didalam sana. Anin menghela napasnya lalu memegang knop pintu dan memutarnya.

Ceklek

Kosong, itulah yang Anin lihat kala ia melihat ruangan yang kini ada didepannya. Jadi, apa semua yang terjadi tadi malam itu hanyalah mimpinya belaka? Tapi, jika itu benar-benar mimpi kenapa semuanya terasa nyata bagi Anin? Anin benar-benar bisa merasakan bagaimana hangatnya pelukan Kai, lembutnya perkataan Kai dan teduhnya tatapan Kai tadi malam. Anin juga merasakan bagaimana nyamannya kala Kai menggenggam tangannya dan mengatakan bahwa Kai telah kembali.

Lalu apa ini? Ternyata ini benar-benar mimpi?

Bulir-bulir air mata mulai terjatuh membasahi pipi Anin. Anin bahkan sekarang sudah menggigit bibir bawahnya untuk menahan isak tangisnya, gadis itu lalu menundukkan kepalanya dan mulai terisak pelan. Bahunya bergetar naik turun, dada nya benar-benar terasa sesak sekarang. Jika saja Anin tau ini hanyalah mimpi, Anin mungkin akan lebih memilih untuk tidak usah bangun dan berlama-lama dengan Kai walaupun itu di alam mimpi.

"Nyariin saya?"

Isakan Anin terhenti kala ia mendengar suara baritone seorang pria yang kini berdiri di belakangnya. Anin tau betul siapa pemilik suara ini, dengan cepat Anin lantas berbalik dan menatap pria yang kini tersenyum manis dengan kedua tangannya yang dimasukkan kedalam saku celananya.

Kai, ya pria itu adalah Kai. Ternyata anggapan Anin dan semua rasa takut Anin tentang semua itu hanyalah mimpi itu salah. Karena ini bukan mimpi dan Kai benar-benar berdiri tepat dihadapannya sekarang.

Anin semakin terisak kala melihat Kai yang kini masih saja tersenyum sembari melihat kearahnya. Kai tertawa kecil lalu berjalan mendekati Anin yang kini sudah menangis melihatnya.

"Kok nangis sih, hm? Kenapa?" Tanya Kai dengan lembut.

Dengan air mata yang berderai, Anin mengangkat kepalanya dan menatap Kai yang kini sedikit menunduk untuk menatap Anin. Entah keberanian dari mana, tangan Anin terulur untuk mengusap lembut pipi Kai. Isakannya semakin jadi kala ia merasakan lembutnya pipi Kai yang kini ia usap dengan lembut itu.

Ya, ini bukan mimpi, ini nyata. Begitulah batin Anin mengatakan kepada diri Anin.

"I-ini beneran Pak Kai?"

Big Boss [Kim Jongin] | ENDWhere stories live. Discover now