SERPENT 12: The Other Sign

1.2K 222 34
                                    

.

He bites when you deviate

He crushes when you try

.

Mata Minho separuh membuka. Aroma dinding kayu mengembalikan ingatannya, kalau sekarang ini ia tengah berbaring dalam salah satu kabin di perbukitan Pyeongchang. Seraya menguap, ia berusaha mengumpulkan kesadaran untuk menatap angka digital pada terang layar ponsel. Pukul enam pagi—dan apa yang dilakukan Renjun dengan pakaian rapi begitu, huh?

"Renjun-ah? Selamat pagi, kau sudah bangun? Memang kita ada kegiatan apa sepagi ini?" Suaranya serak akibat kegiatan api unggun kemarin, dan itu cukup membuat kaget si pemuda yang sedang berdiri membelakangi.

"Ah, selamat pagi, kak." Renjun sudah selesai mandi, dan kini sedang berusaha mengenakan hoodie abu-abu di balik kaus putih. "Kita tidak ada kegiatan pagi ini." Tangannya segera merapikan anak-anak rambut yang mencuat setelah ia berhasil berpakaian lengkap. "Aku hanya memenuhi ajakan Jeno-sunbae untuk berjalan-jalan di sekitar sini."

Mulut Minho langsung membulat dengan seruan 'ooh' pelan. Ia menatap Haechan yang masih pulas terlelap—bonus dengkuran keras—di tingkat bawah bunk-bed. "Kalau begitu hati-hati, sarapan dulu kalau sempat. Eh, sepertinya ada bungkusan biskuit di tasku, kau bisa bawa itu jika mau, hoahmm..."

Renjun tersenyum mendapati kebaikan hati Minho di pagi hari. "Terima kasih. Aku pasti akan sarapan nanti." Setelah ransel ia gendong di punggung, penutup hoodie terpasang untuk melindungi kepala. "Aku berangkat dulu."

Selimut ditarik lagi sampai dagu, Minho membiarkan tubuhnya nyaman melesaki empuk kasur gulung yang digelar di atas parket kayu. "Ya, hati-hati, dan selamat bersenang-senang kalau begitu."

.

.

Mereka janji bertemu di dekat gerbang utama Magnolia pukul setengah tujuh. Sosok Jeno ternyata sudah berdiri di sana, lengkap dengan ransel dan topi baseball yang menutupi helai-helai rambutnya. Langit di atas kepala mulai membiru, garis-garis emas cahaya baru mau menyoroti bumi dari balik perbukitan. Renjun merasakan silau dan hangat ketika kaki-kakinya melangkah mendekati Jeno.

"Maaf, apa aku terlambat dari janji?"

Gelengan Jeno membuat Renjun sedikit lega. "Ini belum masuk waktu yang kita janjikan." Senyum pemuda itu membuatnya—entah kenapa—merasakan nyaman tak terkira. "Kau sudah sarapan?"

Ia gantian menggeleng lambat. "Tapi aku punya biskuit gandum dan air mineral di ransel."

"Ambil ini." Di tangan Jeno terdapat dua kemasan plastik, salah satu disodorkan ke arah Renjun. Ada masing-masing dua tangkup besar roti isi pada tiap kemasan. "Ahjumma—juru masak kafetaria berbaik hati membuatkan kita sarapan sederhana, sewaktu beliau berpapasan denganku tadi."

Para staff tengah sibuk mengurusi kiriman bahan pangan dari petani lokal, saat mereka bertemu Jeno dekat bangunan utama. Setelah mengetahui tujuan sang tuan muda bangun sepagi ini, salah satu staff kafetaria menawarkan untuk membuatkannya sarapan sebelum berangkat 'berpetualang'. Jeno sempat menolak, namun terus didesak. Dan alhasil ia berakhir dengan dua kemasan bekal berisi sandwich telur sebagai menu sarapan mendadak.

"Terima kasih. Sepertinya lezat."

"Juru masak kami adalah yang terbaik di seantero bumi." Jeno berkata setengah bercanda, lalu segera menatap teduh pada si teman seperjalanan. "Kita akan menelusuri lahan natural yang ada di sekitar area Magnolia. Apa hari ini kau sudah siap untuk menjadi satu dengan alam?" Ia pura-pura masuk mode pemandu siaga agar menghayati perannya.

SERPENT - NORENWhere stories live. Discover now