SERPENT 14: The Heredity

1.2K 224 23
                                    

Warn: ooc, bxb, weird story, hint of mpreg, mixed myth and legend...

.

It's their duty,

and heredity.

.

Di luas hamparan langit malam kala itu, ia menatap nyalang pada bulan bundar dan seekor ular besar kelabu yang meluncur turun ke arahnya tanpa ragu.

Itu mungkin hanya delusi.

Namun saat kedua tangannya mencengkram pada lengkung sisik sekokoh besi, ia yakin kalau semua ini bukanlah sebuah mimpi.

.



Orang bilang, warna merah adalah pertanda keberanian.

Namun kenapa saat melihatnya sekarang, Renjun malah merasakan takut yang sungguh luar biasa?

Likuid kental itu mengalir lambat dari dahi menuju sisi wajah Jeno, merembesi keras kausnya hingga membuat pola-pola gelap acak di sana. Merah segar serupa sari raspberi dalam gelas kaca, namun memiliki pekat aroma karat yang menyerang indra pembaunya. Amis, membuat kepala Renjun berputar antara sadar dan tidak.

"Hhh, Jeno? Lee Je—" tangan kiri Renjun gemetaran sewaktu secara tidak sadar terangkat ke udara untuk menyentuh wajah sang pemuda. Ia merasa sangat lemah, seakan seluruh tenaga dalam tubuhnya diserap keluar semua.

Apa sekarang ia sedang bermimpi? Apa yang sebenarnya telah terjadi?

Renjun mencoba ingat pada memori terakhir sebelum gelap menguasai diri. Pada langit hitam berhias bulan perak bundar, dan runtuhan kerikil di antara semak belukar. Juga pada lengan yang merengkuh putus asa, sebelum benturan akibat gravitasi membuatnya menyerah begitu saja.

Ingatannya perlahan kembali dalam bentuk fragmen-fragmen tak sempurna. Renjun jatuh—itu sudah pasti—setelah ia bertemu Jeno. Atau mungkin lebih tepatnya, pemuda bermarga Lee itulah yang sudah berhasil menemukan Renjun ketika 'sesuatu' (yang mungkin saja bukan manusia) hendak menyerangnya.

Dan dengan ceroboh, ia malah terperosok masuk ke dalam lereng yang terkamuflase oleh semak liar di tepian.

"Maaf—"

Suara Jeno perlahan memudar dari pendengaran. Renjun mulai tak sadarkan diri, bahkan ketika mendadak ada sesuatu yang menekan pelan bibir bawahnya dengan hati-hati. Lembut, mirip sapuan tepi mug biru kesayangan sewaktu ia menikmati susu hangat di hari berhujan. Menciptakan satu gelombang panas yang perlahan mulai menjalar dari ujung-ujung jari kaki, naik terus merambati setiap inci permukaan kulitnya—bak pancaran panas matahari pertama usai musim dingin yang panjang. Dan ia merasakan kalau ada sebelah lengan yang begitu erat mendekap, tidak menyisakan jarak bahkan saat panas itu mulai menggumpal liar di bawah pusar.

Perasaan ini sama persis ketika Renjun didatangi satu sosok misterius dalam mimpi-mimpi aneh kemarin hari. Bagaimana sosok itu menjamah dan membuat jejak-jejak vulgar di tubuhnya tanpa permisi.

Satu desah lolos, sebelum ia benar-benar terkulai pingsan.

Tolong berhenti.

Jeno tengah ada bersamanya sekarang.

(Ini sungguh memalukan.)

.

.

Dalam realita, ia benar-benar mendekap Renjun. Ini bukan lagi sekadar refleksi gairah lewat bunga tidur yang terpaksa dilakukan karena tidak kuat menahan semua. Obsesi Jeno memang semakin menjadi setelah perjumpaan pertama mereka; saat Renjun mulai ditandai sebagai calon pilihannya. Terus menumpuk hingga membuat lapisan benteng pertahanannya nyaris kolaps oleh limpahan afeksi tak sampai.

SERPENT - NORENOn viuen les histories. Descobreix ara