chapter 1

11.9K 344 30
                                    

.
.
.
.
.
.

Setiap harinya tidak ada yang spesial dihidup seorang pemuda bernama Reviano Edbert, panggil saja Vian. Rutinitas paginya hanya bergulung di kasur sebelum ia bersiap untuk pergi sekolah.

Tidak pernah ada yang membangunkan dia di pagi hari, tidak ada senyuman seorang yang ia sebut ibu saat pertama membuka matanya. Hanya kesepian yang menemaninya, sinar matahari yang masuk itu seakan alrm baginya.

Seperti pagi ini Vian masih asik bergulung di selimut tebalnya, padahal jam sudah menunjukkan pukul 06.30, seharusnya ia berangkat sekolah atau minimal ia sudah bersiap dengan seragam sekolahnya.

Ceklek

Terdengar suara pintu dibuka, tetapi ia tetap bertahan diposisinya tanpa ingin melihat siapa yang datang.

"Den bagun atuhhh ini udah jam setegah tujuh, nanyi aden terlambat" Bi asih namanya, seorang ART yang sudah bekerja sejak Vian lahir, yang merawat Vian saat orangtuanya sibuk bekerja.

"Enggg iyaa bii nantii, bibi bikinin Vian roti bakar aja gimana?" Ucap Vian dan mendudukkan tubuhnya.

Bi Asih tersenyum hangat, ahhh Vian sangat ingin yang dilihatnya sekarang adalah ibunya, bukan bibi.

"Iyaa nanti bibi bikinkan ya, sekarang den Vian mandi dulu, biar ganteng hihi" Kekehnya di akhir, Vian ikut tersenyum mendengar ucapan bi Asih,

"Makasih ya bi, ahh ngomong ngomong aku udah ganteng tanpa mandi" Ucap Vian mengedipkan matanya genit, bi Asih kembali terkekeh dengan ungkapan Vian yang sangat percaya diri.

"Udah ah bibi mau bikin sarapan dulu ya" Pamitnya dan Vian menganggukkan kepalanya sebagai respon.

Viam lompat dari kasurnya, bersiap untuk sekolah, walaupun sudah telat Vian sama sekali tidak buru-buru. Ia menikmati pagi ini dengan baik, kebiasaannya yaitu minum kopi yang ia buat sendiri dengan alat yang ia beli di online shop 3bulan yang lalu.

Vian duduk di kursi meja belajarnya dan memakai sepatunya dengan santai, aroma kopi yang tercium seakan membuat ia rilex pagi ini.

Ceklek

"Astaghfirullah, ayo atu berangkat den udah jam setengah delapan ini teh gusti" Keluh bi Asih saat melihat Vian yang sedang menikmati kopinya.

Vian melihatkan deretan giginya yang rapih, "Hehehe santai bii, sini roti nya Vian laper" Ucap Vian saat melihat bi Asih membawa roti yang ia pesan sebelumnya.

"Bibi buat jadi bekal aja ya? Ini udah siang" Vian menggeleng ribut, ia sangat lapar sekarang.

"Santai bi, udah bibi duduk aja di kasur, Vian mau ditemenin makannya" Pinta Vian dan memakan rotinya dengan lahap. "Ah jangan diliatin dulu nanti bi Asih suka sama Vian, gmna suami bi Asih , bahaya" Candanya mencairkan suasana.

"Bisa aja kamu den, udah ayok makannya abiskan ya" Ucap bi Asih hangat.

Vian tersenyum menanggapinya, rotinya tinggal satu , itu berarti ia harus berangkat sekolah. Ahhh sanagat malas rasanya mengingat sekolah.

Vian menyudahi acara makannya, perutnya sudah penuh sekarang. Ia mengambil tas dan kunci motornya, motor yang Ayahnya--Raffi, hadiahkan khusus untuknya itu menjadi kesayangan Vian hingga saat ini.

Jalanan sangat padat pagi ini, mungkin karna hari ini hari Senin, semua orng produktif biasanya dihari weekdays. Vian pun berusaha menyalip mobil satu persatu agar cepat samapai sekolah, sungguh! Ini sudah terlambat sekali.

Saat sudah berada di kawasan sekolahnya, satpam sudah lebih dahulu berdiri di depan gerbang.

"Apa jam ditanganmu itu berfungsi?" Tanya satpam itu geram. Vian memang langganan terlambat hingga satpam pun sudah lelah menghukumnya.

Amour • E-book ✔️✔️Where stories live. Discover now