chapter 21,

1.8K 76 13
                                    

.
.
.
.
.
.
.



Weekend, hari dimana semuanya bermalas malasana dirumah, tetapi tidak dengan Vian, hari ini rumahnya kedatangan bahan bahan bangunan untuk membangun satu Ruangan lagi entah untuk apa Vian pun tidak tahu. Dari pagi ia sudah membantu para Tukang membawa bahan bahan itu ke belakang rumahnya.

"Hhhh kok gue jadi cepet cape gini sih aneh" Monolog Vian menatap tubuhnya.

Vian kembali membawa seluruh bahan bangunan itu hingga selesai, setelah sekuanya selesai ia mendudukkan dirimya ditepi kolam Berenang rumahnya, matanya terkunci pada air yang sangat tenang di kolam, hawa panas yang menyengat membuat ia ingin menceburkan diri kedalam, tetapi ia hanya takut orang tuanya malah.

Krruuukkk krruukk

"Laperrrrr" Gumam Vian mengusap perutnya pelan, ia beranjak dari tempatnya menuju dapur mungkin saja ada makanan sisa untuknya menganjal perut yang sudah memberontak ingin diisi.

Vian melihat Bi asih yang sedang sibuk dengan bahan. Masakannua, "biii Vian laperr" Rengek Vian yang membuat bi Asih tersenyum hangat menatapnya.

"Ada roti di kulkas, makan itu dulu aja ya den? Bibi belum selesai masaknya" Ucap Bi Asih dan melihatkan bahan bahan masakannya yang sama sekali belum ia sentuh.

Vian merenggut kesal, "roti muluuu" Rengek Vian tak terima.

Bi Asih hanya menggeleng pelan Vian tak mengerti apa yang ia kerjakan tidak bisa selesai dengan waktu yang singkat.

"VIANNN!!" Teriak seseorang memanggil Vian dengan nada yang sepertinya akan meledak.

Vian menoleh kaget, "i-iya bunda?" Ucap Vian terbata karna takut.

Risa menatap Vian yang sedang memegang roti dengan tatapan tak suka, ia mengambil roti dari tangan Vian dan membuangnya ke tempat sampah, "kerjaan belom beres, udah enak enakkan makan, ga tau diri" Cibir Risa, Vian merundukkan kepalanya merasa bersalah.

"Cepat bantu tukang yang lain!" Titah Risa tajam, Vian mengangguk dan langsung berlari kecil menuju Halaman belakang rumahnya.

--

"Pak ada yang bisa aku bantu?" Tanya Vian pada salah satu tukang yang sedang mengaduk semen.

"Ohh kamu mau bantu, yaudah aduk ini Aja ya, bapak mau kerjain yang lain" Ucap Bapak itu menyodorkan pacul yang tadi ia pegang dan diberikan pada Vian.

Vian mengambil alih pekerjaan itu selama beberapa jam, ia melupakan sarapannya otomatis obat nya pun tidak iya makan, efeknya seperti biasa, perutnya akan berulah, entah sugesti atau bukan perutnya saat ini berkali kali lipat sakit dibanding kemarin kemarin. I

Ia menghentikan kegiatannya karna sudah tak kuasa menahan sakit di perutnya, ia mencari bapak tadi guna memberitahu ia tidak bisa melanjutkan pekerjaanya.

"Uhuuuk uhuuuk"

Sesak di dadanya menambah lengkap rasa sakitnya, ia berjalan gontai menghampiri bapak tadi dengan tangan yang mengurut perutnya dengan kencang.

"P-pak, ma-maaf Vian g-ga bis- shhh akhh" Erang Vian dan otomatis merunduk menahan sakit di perutnya.

Bapak itu panik melihat Vian,Ia binggung harus melakukan apa, satu satunya cara ia memanggik semua teman tukangnya untuk membawa Vian.

"Ma-maaf p-pak" Ucap Vian terbata ditengah temgah ia menahan sakit yang semakin ketara.

"Ehh nak ayok bapak anterin ke kamar" Tawar bapa itu dan teman temannya pun mengangguk setuju.

"Vi-vian lemes" Adu Vian dan menatap semua tukang itu penuh harap.

"Iya ayo kami angkat" Balas Bapak itu dan Vian hanya mengangguk pasrah.

Akhirnya. Sekitar 3 orang mengangkat tubuh ringkih Vian menuju kamar, saat di ruang tv mereka melihat Risa yang sedang menonton acara gosip, awalnya mereka dengan tenang melewati Tisa, tetapi detik kemudian Risa sadar jika seseorang yang mereka bolong adalah Vian.

"Ehhh ehhh, itu anak sial mau di bawa kemana?" Tanya Risa yang berhasil menghentikan langkah mereka.

"Anuuu... "

"Emhh begini nyonya, Vian sepertinya sakit, tapi tenang ia sudah mengerjakan pekerjaannya" Jelas Rudi- salah satu tukang.

Risa memutar bola matanya malas, "ck drama" Cibir Risa setelah itu melanjutkan acara menontonnya yang tadi sempat tertunda.

Mereka akhirnya berhasil membawa Vian Sampai kamarnya, menidurkan Vian dengan posisi senyaman mungkin.

"Makasihh" Ucap Vian lirih ia tak sanggup mengeluarkan suara lantang, para tukang itu menangguk dan mulai meninggalkan kamr Vian.

Sementara itu setelah kepergian mereka Vian dengan cepat mati matian menuju kamar mandi.

"Huweekk huweekk"

"Hahhhh hhhhh uhuuuk uhuuuk"

Mual dan sesak bergelut di dalam tubuhnya, tidak ada yang ia keluarkan saat muntah, jelas belum ada makanan yang masuk ke dalam perutnya sejak pagi tadi.

"Uhuuuk huweekk"

Lagi, kali ini cairan pekat berwarna merak keluar dari mulutnya, matanya terkunci menatap cairan itu diam, memang bukan yang pertama kali ia memuntahkan darah, iya pun heran karna tidak mengerti mengapa ia selalu memuntahkan darah.

"Kenapa ya tuhan" Ucap Vian lirih ia membersihkan bibirnya dan mencuci mukanya agar sedikit terlihat segar.

Vian berjalan gontai keluar dari kamar mandinya, ia mendudukan dirinya di tepi kasurnya, mengeluarkan kotak obat dari laci narkasnya. Menatap nanar obatnya yang sudah semakin menipis.

"Hahhh ga minum repot, minum males" Keluh Vian yang menatap obat itu di tangannya. Ia meminum obat itu dengan bantuan Air yang terseria dikamarmya.

Setelah itu Vian merebahkan tubuhnya dan mengambil handphone yang sejak bangun tidur tidak ia sentuh.

64 panggilan tak terjawab
Aqilla A

Vian terkejut dengan notif awal di handphone nya, ia buru buru membuka aplikasi cht nya dan benar saja Aqilla udah mengirim sekitar 100cht sejak pagi tadi.

Aqilla A
Pagi Viann ❤
....
....
....
...
...
VIAN! KOK KAMU GA BALES
VIAN!
VIAN KAMU MAENNIN AKU!
KOK KAMU GA BALES CHT AKU
JDI KAMU CUMAN ISENG DOANG?
VIAN!











Tbc~~~~

Yeyy updateeee

Maaf banyak typooo huweeee

Sampai ketemu besok yaaa ❤❤

Amour • E-book ✔️✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang